18

5.7K 2K 353
                                    

Kuletakkan vas bunga hasil karya Mami di atas meja makan, sangat cantik, bahkan bila dilihat dari seluruh sudut tidak ada celah untuk diubah. Mami dengan mudah menguasai segala hal entah yang menyenangkan atau tidak. Mungkin karena memang ia ditakdirkan untuk itu. Bisa menahan sakit dan tetap terlihat bahagia. Aku yakin tidak ada seorang pun yang tahu apa sesungguhnya yang terjadi dalam hidupnya. Semua disimpan rapat. Rumah ini memiliki terlalu banyak rahasia. Teringat kembali akan kehidupanku. Ayah dan Ibu mendidik hanya agar kelak bisa menjadi manusia mandiri. Tidak pernah terpikir memiliki keahlian seperti yang dimiliki Mami. Mungkin mereka berpikir untuk apa? Karena orangtuaku mungkin tidak pernah berharap anak-anaknya memiliki nasib selayaknya Mami.

Teringat pernikahanku yang harus disembunyikan. Kini rasanya aku mulai masuk ke dalam kehidupan yang dialami mami. Pelan namun terasa pasti. Diperlakukan sebagai istri—tidak! Dilepas— juga tidak. Sampai kapan ini akan berakhir? Saat ini bahkan ada Zea dalam pernikahan kami. Kupejamkan mata rasanya sesak sekali. Aku bukan ingin diperlakukan selayaknya seorang istri. Semoga Avram segera berbaik hati untuk melepasku. Paham sebagai orang yang bukan berasal dari kalangan mereka aku tidak layak mendampinginya. Namun, mengingat jumlah uang yang sudah dibayarkan Avram untuk kesembuhan orangtuaku, rasanya memang tidak layak untuk protes.

Perlahan kutinggalkan area ruang makan yang luas. Rasanya tempat ini begitu asing. Ini bukan rumahku, hanya sebuah persinggahan yang harus dilalui dalam tahapan kehidupan. Kembali melangkah menuju lantai dua melalui tangga. Jarang sekali aku menggunakan lift jika sendirian. Berulang kali Mami mengatakan bahwa aku layak, tapi takut para pelayan berpikir lain. Begitu sampai di kamar aku segera mandi. Rasanya cahaya lampu kamera dan make up yang tebal tak cocok untukku.

Selesai mandi, masih mengenakan handuk aku ke luar dari kamar mandi. Toh, tirai sudah tertutup semua jadi siapa juga yang mau melihat? Hampir saja handukku terlepas saat melihat Avram duduk di atas tempat tidur. Ngapain dia ke sini?

"Ngapain kamu di sini?" Aku hampir berteriak.

Dia menatap dari ujung rambut sampai kaki.

"Kamu mau begitu terus atau pakai baju dulu? Bisa saja setelah ini aku akan menarikmu ke atas tempat tidur." Balasnya tanpa peduli dengan kekesalan dan ketakutanku.

Mata tajamnya menatap tak berkedip. Bergegas kubuka lemari lalu menarik sebuah gaun dari sana. Buru-buru kembali ke kamar mandi. Siapa suruh masuk ke rumah orang tanpa mengetuk? Kurang kerjaan amat ke kamar perempuan! Kalau bukan statusnya adalah suami, sudah kuusir dia dari sini. Selesai mengenakan pakaian barulah aku kembali ke kamar. Dia sudah membuka tirai dan menatap ke arah kolam renang.

"Tirainya jangan dibuka nggak enak sama pelayan. Nanti mereka cerita ke Bu Zea."

"Ini rumahku, bukan rumahnya. Dia tidak berkuasa di sini."

"Kamu bisa memanggilku ke ruanganmu, kenapa harus datang kemari?"

"Apa seorang suami tidak boleh mendatangi istrinya?"

"Yakin dengan ucapan kamu?"

"Kamu istriku, lain kali kalau mau melakukan aktifitas di luar rumah, sebaiknya mintalah ijinku." Matanya menatap tajam.

"Memangnya aku ngapain? Keluar juga cuma ke rumah Ayah."

"Kamu pemotretan tadi pagi. Aku tidak suka tubuhmu dilihat orang banyak."

"Aku pakai baju sopan. Kamu saja yang nggak tahu."

"Mulai besok, beritahu kalau kamu ada kegiatan di luar. Dan jangan pergi kalau tidak kuijinkan! Titik!"

"Aturan kamu semakin aneh."

"Uang saku bulananmu sudah kutransfer kembali. Kali ini aku yang mentransfer sendiri. Jangan pernah dikembalikan atau mengadu pada Prananda. Dia tidak tahu apa-apa." Seakan tidak peduli pada protesku, dia terus bicara.

MASIHKAH KAU PERCAYA CINTA ITU ADA?/Versi Lengkap Tersedia Di PLAY BOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang