26

8.6K 2.1K 263
                                    

Tak terasa sudah sebulan lebih Mami pergi. Kehidupan Avram mulai terlihat normal. Kalau pada awalnya ia sulit tidur, sekarang sudah lebih baik. Kami mulai sering sarapan bersama. Selebihnya sama seperti ketika Mami masih ada, dia akan makan siang dan malam di luar. Kestabilan emosinya juga jauh lebih meningkat. Tidak mudah marah apalagi saat bicara denganku. Avram juga mulai menghadiri pesta beberapa temannya di akhir pekan. Dua kali kulihat Zea mengantarnya pulang meski tidak menginap. Tapi kami tak lagi pernah bertemu aku tahu dari CCTV. Aku juga mempekerjakan beberapa pelayan baru menggantikan yang lama. Terutama yang menjadi mata-mata pribadi Zea. Untuk hal ini Avram tidak membahas apapun. Beruntung juga memiliki kekuasaan untuk itu.

Hingga kini belum terdengar kalau kekasih Avram itu sudah hamil. Meski memang tidak pernah bertanya. Perutnya masih kempes jadi kuartikan belum hamil. Atau sebentar lagi mungkin akan terlihat. Hubunganku dengan Avram sedikit lebih baik. Kami tak pernah lagi membahas tentang punya anak dan pernikahan. Justru sekarang Kemal yang semakin sering menghubungi. Meski begitu aku hanya sesekali membalas chat dan teleponnya. Avram selalu tahu kalau dia baru menghubungi. Entah dari mana, sepertinya punya banyak telinga di rumah ini.

Malam sudah sangat larut, saat terdengar beberapa langkah terburu-buru memasuki lantai dua. Segera aku keluar dari kamar. Avram dipapah oleh beberapa orang yang selama ini tidak kukenal.

"Pak Avram kenapa?" tanyaku saat melihat wajahnya merah bercampur lebam. Tak ada yang menjawab. Segera kudahului langkah mereka menuju kamarnya. Setelah berbaring kususul para pria itu.

"Pak Avram kenapa?" tanyaku sekali lagi.

"Ribut di club dengan beberapa orang Bu." Hanya menjawab itu mereka segera pergi. Kumasuki kamarnya kembali dan dia terlihat kepayahan.

"Kamu sakit?"

Dia hanya menggeleng, sepertinya mabuk juga. Kubantu membuka kemeja, kaus kaki dan sepatunya. Sementara bagian celana kubiarkan saja tetap seperti semula. Siapa juga mau membangunkan singa tidur. Bergegas aku turun ke bawah untuk mengambil batu es dan handuk kecil di kamar. Kukompres wajahnya. Matanya terbuka sedikit, ia meringis.

"Kenapa di sini?" tanyanya sambil memegang tanganku yang masih mengompres wajahnya. "Membersihkan wajah kamu sebentar saja."

Ia memejamkan mata, kubiarkan sampai pulas, barulah kembali ke kamarku. Namun, akhirnya malah yang tidak bisa tidur. Apakah harus memanggil dokter? Kuputuskan besok pagi saja. Cemas memikirkan keadaannya yang tidak pernah seperti itu, aku kembali ke kamarnya. Benar saja, sepertinya dia gelisah. Beberapa kali bahkan menggumam lalu berusaha menggapai sesuatu. Saat kuletakkan telapak tangan dalam genggamannya ia kembali tenang. Sepertinya juga Avram demam. Ada rasa kasihan terbersit, ada apa sebenarnya? Hingga akhirnya aku memilih tidur di sofa. Bangun pagi sebuah selimut tebal menutup tubuhku hingga bagian dada.

"Sudah bangun?" Suara Avram terdengar serak. Dia belum memakai kemeja. Celana panjangnya masih yang tadi malam.

Aku mengangguk sambil menatap jendela yang terbuka lebar. Di depan sana kebun mawar dan kolam renang milik Avram terlihat cantik.

"Kenapa tidur di sini?"

"Tadi malam kamu mengigau, tubuhmu demam. Aku sampai harus mengompres lagi. Kenapa berkelahi, sih? Seperti anak kecil, kamu bilang tidak suka kekerasan."

"Kamu yang aneh, yang dikompres itu anak kecil bukan sebesar aku. Lebih baik tadi malam kamu bangunkan lalu suruh aku minum obat. Entahlah, mungkin pikiranku sedang kacau. Zea memprovokasi di club dengan kekasih barunya. Sepertinya sengaja."

"Dia punya pacar baru?"

"Bisa saja, tapi selama ini aku tidak pernah tahu kalau dia dekat dengan laki-laki lain. Mungkin karena aku tidak juga memberi kepastian."

MASIHKAH KAU PERCAYA CINTA ITU ADA?/Versi Lengkap Tersedia Di PLAY BOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang