23

6.4K 2K 265
                                    

Aku masih diam, meski sedikit ada rasa takut. Khawatir dia akan melakukan hal buruk dan kasar. Bisa dilihat dari rasa marahnya. Mungkin dia membawa masalah dari luar. Kulanjutkan merangkai bunga dan mengabaikannya. Namun sepertinya nasib baik tak berpihak padaku. Dengan marah Zea meraih vas yang sebagian sudah terisi dan melemparnya ke lantai. Aku dan Bi Imah terkejut.

"Lo, nggak bisa mengabaikan gue. Dulu ada yang belain, si pelacur Deswita. Sekarang?! Lo sendirian di sini."

Kini aku ikut berdiri. Zea sudah keterlaluan!

"Maksud anda? Jangan lupa, orang yang anda sebut dengan kata tidak pantas itu adalah ibu dari kekasih anda. Wilayah ini bukan daerah yang bisa anda masuki sesuka hati. Sejak dulu juga begitu, 'kan? Lalu maksud anda datang, apa? Saya bisa saja meminta anda mengganti vas yang pecah itu."

"Mana Avram?"

"Kenapa tanya saya? Bukannya kalian selalu bersama?"

"Kapan kalian menikah?"

"Saya tidak akan menjawab."

Dia kemudian mengelilingi tubuhku. Kuputar tubuh mengikuti arahnya. Hingga tiba-tiba dengan kasar dia mendorongku ke arah tumpukan kaca. Aku jatuh, bagian kanan tubuhku terkena pecahan vas. Rasanya sakit sekali, belum lagi rasa malu dan marah. Beberapa pelayan mendekat tapi tak ada yang menolong karena mendapat pelototan dari Zea. Hanya Bi Imah yang berdiri dan mendekat menarik tanganku untuk bangkit. Sebenarnya aku bukan orang yang suka berbuat kasar. Tapi kali ini jika tidak ada yang menolongku, siapa lagi? Kutampar pipinya! Tepat saat itu Avram muncul. Dia segera menarik tanganku yang terkena pecahan kaca dan berdarah sambil menatap marah pada Zea.

"Kenapa kamu?"

"Tanya pacarmu!" jawabku ketus sambil meringis.

"Syifa, bawa ibu ke rumah sakit!"

Teriakannya terdengar menggelegar. Membuat semua orang yang ada di sekitar seolah sadar kalau aku benar-benar butuh pertolongan. Segera Asisten Avram membimbing tanganku. Kutatap para pelayan yang ada di dekat pintu keluar. Berusaha mengenali wajah kaku satu persatu. Kupastikan mereka takkan lama bekerja di sini jika Avram mempertahankan posisiku. Kami memasuki salah satu mobil Avram. Kemudian menuju rumah sakit yang biasa merawat Mami. Baru terasa perih sekali lenganku. Para dokter dan perawat segera membersihkan luka begitu kami tiba di rumah sakit. Tak lama Avram muncul.

"Kamu harus dirawat." Nada suaranya terdengar bagai perintah.

"Cuma luka sedikit saja lebih baik aku pulang setelah ini."

Namun, dua orang perawat justru mendorong ranjang menuju ruang inap. Seolah aku adalah pasien yang sedang sakit parah. Kupejamkan mata karena pusing. Avram menjejeri langkah mereka. Saat hanya tinggal berdua barulah ia kembali bicara.

"Beberapa lukamu cukup dalam dan lebar sampai harus dijahit tadi. Itu pasti menimbulkan bekas."

"Pacar kamu itu kok, kayak preman pasar yang suka main kasar. Lain kali kalau kalian punya masalah jangan melibatkan orang lain. Aku tidak bisa menjamin kalau nanti akan tetap sabar menghadapinya."

"Dia tidak akan mendekatimu lagi."

"Siapa yang bisa menjamin? Kamu? Iya kalau kamu di rumah seperti tadi. Sudahlah, kepergianku adalah keputusan terbaik buat kita."

"Jangan mengucapkan sesuatu yang akan kamu sesali nantinya."

"Bagaimana dengan Bu Zea? Apa masalah kalian sudah selesai?"

"Kami tidak ada masalah, hanya saja aku memang sedikit menghindar. Tidak ingin oleh hal apapun."

"Kalian akan punya anak, kenapa kamu malah menyakiti ibunya?"

MASIHKAH KAU PERCAYA CINTA ITU ADA?/Versi Lengkap Tersedia Di PLAY BOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang