16. Akad Ana-Kean

38.3K 4.2K 201
                                    

Oalah Akad Nikah aja nih, guys! Yakin skap-skip-skap-skip??? 

Kamu dari kota mana sih, bestiee? Absen dulu!! 

Jangan lupa tinggalkan komen ya. Satu aja udah bikin hati aku berflower-flower lho. Votenya juga ya cantik, ganteng! 

 Votenya juga ya cantik, ganteng! 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*** 

Atlan menatap lurus pada tirai Ilana yang belum terbuka. Beberapa detik yang lalu, Surti menjemput Ilana ke kamarnya untuk didudukkan bersama-sama mereka. Lama juga kedua keluarga mengakrabkan diri dan menjalin obrolan ringan demi mencairkan suasana. Kira-kira sudah satu jam. Saking lamanya, Ben tertidur di pangkuan Endah dan dipindahkan ke kamar Surti.

Tidak butuh waktu lama, sang gadis yang ditunggu pun menampakkan wujudnya. Walau ia menggerak-gerakkan bahu ke kiri dan kanan karena perasaan tidak nyaman pada pakaian yang dikenakan, tetap saja aura cantiknya terpancar. Buktinya, Atlan menatap Ilana tanpa berkedip sedetik pun.

"Cantik, ya, teman main ke sawah waktu kecil dulu?" goda Sutrisno, membuat Atlan seketika menunduk malu.

Ilana mencuri-curi pandang pada Atlan sebelum akhirnya didudukkan oleh Surti di tengah-tengah Pupsita dan Baskoro.

Wajah para tetua yang semula penuh keceriaan kini berubah khidmat sejenak. Mereka saling lirik, hingga akhirnya Sutrisno berdeham memulai obrolan yang sesungguhnya.

"Jadi sebenarnya, kedatangan kami ke sini ingin melamar Ilana untuk Atlan. Berhubung orang tua Atlan sudah menghadap Allah lebih dulu, maka saya sebagai Pakdhe-nya mewakili untuk meminang ananda Ilana," ujar Sutrisno membuka percakapan.

Ilana menunduk. Endah yang sedari tadi hatinya sudah mulai mencair ikut melirik Ilana dengan senyum 'ayunya'.

Baskoro berdeham. " Jadi gini Mas Trinso, kenapa saya langsung ke Jakarta hari ini? Ya karena kami sebagai orang tua pun merasakan kegelisahan terhadap pergaulan dua anak ini dari dulu."

Ucapan Baskoro membuat Atlan dan Ilana menoleh bersamaan.

"Mereka ini temenan kayak ... udah nggak ada batasan. Lengket banget," sambung Baskoro , membentuk tanda X dengan jari tengah dan telunjuknya. "Apalagi pas dengar Mbak Endah sama Mas Trisno mau bawa Ben hari ini ke Solo. Coba bayangkan, akan gimana jadinya pergaulan mereka tanpa pengawasan?"

Semua orang di ruangan itu hening, mengerti kegelisahan Baskoro sebagai ayah. Bahkan lelaki paruh baya itu menitikkan air mata sebagai bentuk rasa sayangnya pada sang anak. "Surti sering dinas ke luar kota. Sementara kami di Banyuwangi tentu nggak bisa ngawasin Ilana. Apartemen hanya dihuni Atlan, dan anak kami sering main ke sana. Ngeri bayangin hal yang bukan-bukan, takut pergaulan mereka menyimpang."

Puspita menepuk pelan pundak sang suami. Ia pun menimpali, "Iya, Mas, Mbak ... Ana anak kami satu-satunya. Jadi, kegelisahan ini yang kami rundingkan belakangan ini. Kami berpikir jalan tengah terbaik untuk keduanya. Bahkan berencana juga mau bawa Ana ke Banyuwangi."

BENUA ATLANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang