31. Hilangnya Ilana

23.8K 2.7K 454
                                    

Haloooo im back!!! seneng gak???? Sebelum baca, yuk mention asal kota kamu di komentar!

Kamu sampai ke cerita ini lewat jalur apa???


*** 

Suara petir membelah langit gulita. Lelaki yang berdiri di tepi jalan raya itu terlihat lusuh dengan baju yang ia kenakan. Di punggungnya terdapat karung berisi botol mineral bekas. Di sebelahnya, berdiri seorang remaja yang tengah menyeka peluh di dahinya.

"Bagi duit, dong, Pu! Buat—"

"Iya, Pupu tahu Ben belum makan. Sabar, ya. Kita jual dulu botol bekasnya."

"Yaelah. Kalau makan sih bisa nanti-nanti. Ben mau top-up diamond mobile legend! Mau beli skin epic Johnson. Buruan, ah!"

"Anak anj—sabar, huft!" Atlan menyabar-nyabarkan dadanya. "Kenapa lo mikirin skin sih, bocil? Kita lagi mulung ini, lho! Buat makan aja susah!"

"Salah siapa coba?! Hidup kita susah gara-gara Pupu tahu, nggak! Warisan Ben dari Mumu Mei dijual. Mumu Ana kabur udah dua belas tahun nggak balik-balik. Pupu udah loyo, udah jadi duda lapuk. Ben malu jadi anak Pupu!"

Duar!

"Ebuset, monyong lo!" Atlan mengerjap mendengar suara petir yang menyambar usai Ben menyudahi kalimatnya. Sepertinya alam benar-benar murka padanya saat ini.

"Balikin Mumu Ana! Balikin Mumu Mei! Balikin apartemen kita! Balikin hak Ben, Puuu!!"

"AAAAKH!!"

Bruk!

Atlan menjerit histeris saat kepalanya membentur lantai usai jatuh dari tempat tidur. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit kamar berwarna putih. Napasnya naik-turun, peluh dingin bercucuran dari dahinya. Sayup-sayup suara tangis bayi menyapa pendengaran.

"Syukurlah cuma mimpi," gumam Atlan, kemudian bangkit duduk sembari mengusap belakang kepalanya yang terasa sakit. "Mimpi asu!" umpatnya.

"Mumu ... Pupu mwamamaa!"

Mendengar suara itu, Atlan langsung menoleh ke arah kasur, di mana tadi ia menidurkan Ben di sana. Atlan baru sadar bahwa ia ketiduran. Sejenak lelaki itu menatap jam dinding yang menggantung di pojok kamar. Pukul tiga sore. Artinya, sudah delapan jam berlalu—sejak ia bangun tadi pagi—Ilana belum kembali hingga detik ini.

"Ben remaja tadi bukan elo kan, Cil? Lihat pantatnya sini. Ada tahi lalat gak?!" Atlan memelorotkan celana Ben, lalu mencondongkan muka—

Bugh!

Ben melempar botol susunya hingga mengenai muka Atlan. Lengkap sudah penderitaannya. Kepalanya berdenyut karena terbentur ke lantai, kini hidungnya terasa kelu dilempari botol susu.

"Nggak mimpi, nggak nyata, ini bocah ini ngeselin banget!" rutuk Atlan. Namun melihat Ben berlinang air mata, sisi kebapak-an dalam dirinya muncul begitu saja. "Ya udah, kita bikin mimik," ujarnya penuh kesabaran.

Atlan mengucek mata sebelum membawa Ben dalam gendongannya. Ia berjalan ke luar kamar menuju arah dapur untuk membuatkan Ben susu. Melintasi ruang tamu, hati Atlan mulai gelisah. Ilana ke mana, sih, sampai jam segini belum balik juga?

Awalnya Atlan menganggap gadis itu ke rumah budhe-nya. Ia belum menyusul Ilana sampai sekarang karena ingin memberi waktu untuk sang istri menenangkan diri. Ilana pernah mengatakan bahwa ia rindu pada Surti. Mana mungkin Atlan mengganggu kenyamanan Ilana, sementara mereka sedang 'tidak baik-baik saja' saat ini?

BENUA ATLANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang