23. Lets Kiss!

26.2K 2.9K 105
                                    

Perhatian, part mengandung unsur 17+ . Harap bijak memilih bacaan bestieeeee! Walau masih aman buat anak usia 17 tahun, sebaiknya tetap difilter. Dari awal aku sudah menegaskan bahwa ini novel PERNIKAHAN! 

Udah tiga hari aku nggak up. Ada yang kangen ATLANA? 

Absen dari jalur mana kamu tahu cerita ini?

Part asem manis nih..... Bersiaplah senyum-senyum sendiri yaaaaa. Hihihihi. 

Bisa nggak ya part ini dapat 100 komentar? Ahahaha. Yaudah cuss eksekusi!!

 Yaudah cuss eksekusi!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*** 

"Kean, lo ngapain—huek!"

Rasa mual yang menyerang perut Ilana tiba-tiba bergerak naik menuju tenggorokan saat Atlan mengendus-ngendus leher jenjangnya. Gadis itu sudah tidak tahan lagi. Terlebih saat Atlan dengan berani mengecup ceruk lehernya, dan cairan yang tergenang di dalam mulutnya tersembur—

Plak!

"Brengsek lo!"

Ilana tertegun saat matanya memandang bagian depan kemeja Atlan yang kini berubah basah karena muntahannya. Muntahan yang hanya berisi cairan cappucino yang ia minum tadi siang bersama Carla di kantin fakultas.

Bersamaan dengan itu, Atlan mengusap pipinya yang berdenyut. Astaga! Sudah dimuntahi, pipinya ditampar pula. Lengkap sudah penderitaannya. Ditatapnya Ilana dengan pelototan tajam. Akan tetapi, berselang beberapa menit, amarahnya langsung buyar. Wajah gadis itu kelihatan pucat. Bahkan tubuh Ilana bergetar dengan mata berkunang-kunang.

"Ma—maaf gue reflek nampar. Nggak sengaja ..."

Suara lirih Ilana berhasil membuat Atlan merasa bersalah. Gadis itu terlihat shock, sama sepertinya. Bisa ditebak bagaimana malunya Ilana karena muntah di baju Atlan.

"Na, lo sakit?"

"Maaf kemeja mahal lo jadi kotor—"

"Na, jawab dulu. Lo belum makan?!"

"Maaf—"

"Udah! Jangan pikirin kemeja kampret ini. Seribu kemeja lo muntahin juga gue nggak peduli. Sekarang jawab dulu. Lo sakit?!"

Ilana terdiam tatkala Atlan memegang bahunya. Suara lelaki itu bahkan meninggi, mengisyaratkan kekhawatiran mendalam. Ia akui kepalanya berdenyut-denyut sejak tadi. Mungkin karena terlambat makan. Lagi pula, bagaimana bisa ia makan dengan tenang jika Ben tidak mau lepas darinya? Ilana baru bisa bernapas lega setelah Ben berhasil ia tidurkan setengah jam lalu.

"Gue nggak sakit, Kean. Gue—"

Ucapan Ilana terjeda saat Atlan bergerak maju, lalu menyentuh dahinya dengan punggung tangan. Tak berhenti sampai di situ, lelaki itu mengusap pipinya, menyeka air mata yang reflek keluar usai muntah tadi.

BENUA ATLANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang