Part 6

2.3K 274 35
                                    

Arka tidak tahu, jika patah hati itu ternyata sangat menyebalkan. Kehilangan semangat, tidak berselera makan, merasa gusar sepanjang hari, membuat aktivitasnya benar-benar terganggu. Dan yang paling tidak masuk akal, mendadak Arka tak ingin bertemu Alma apa lagi mendengar suaranya.

Panggilan Alma berkali-kali dia abaikan. Hanya beberapa pesan Alma saja yang dia balas, itu pun hanya jawaban singkat seadanya. Alma bertanya apakah dia baik-baik saja, dan karena tidak mau membuat Alma khawatir, jadi Arka membalasnya.

Benar. Alma pasti akan khawatir jika Arka tak memberi kabar seharian. Karena biasanya, sejak pagi hingga malam hari, mereka tak pernah lupa saling berbalas pesan, sekalipun hanya berupa pesan-pesan konyol yang cukup menghibur rasa lelah mereka karena pekerjaan.

Tapi khusus beberapa hari terakhir, Arka yang biasanya uring-uringan karena tidak bisa bertemu atau melewatkan waktu bersama Alma, kini malah memilih menjauh. Entah mengapa, namun Arka merasa dirinya akan semakin patah hati jika dia bertatap muka dengan Alma.

Alma menolak untuk dia cintai. Dan alasan yang dia berikan kemarin tak bisa Arka bantah. Alma takut kehilangan Arka, itu kenapa dia menjauh dari segala hal yang bisa membuat persahabatan mereka berantakan. Sedangkan Arka pun tak bisa menjanjikan jika mereka baik-baik saja semisalnya mereka merajut hubungan asmara.

Hubungan asmara? Cih. Bahkan Alma saja pun tidak memiliki perasaan yang sama sepertinya.

Arka yang sejak tadi sedang mengendarai mobilnya tanpa arah dan tujuan, kini mendengus malas.

Ya. Sudah satu jam lamanya Arka berkendara kesana kemari dengan perasaan gundah. Biasanya, sepulang dari kantor, Arka akan menemui Alma. Kalau pun tidak, dia akan bergegas pulang dan menunggu telefon atau video call dari gadis itu. Tapi karena Arka sedang berusaha menjauh, maka Arka tidak tahu apa yang harus dia lakukan saat ini.

Perutnya mendadak bersuara. Arka melirik perutnya sejenak dan tersadar jika sejak siang tadi dia belum mengisi perutya sama sekali.

Patah hati sialan!

Arka mengamati sekelilingnya, mencari sebuah kafe atau pun restoran. Rasa-rasanya perutnya tak bisa menunggu lebih lama lagi untuk diisi. Namun, manakala dia menyadari sesuatu, Arka mengernyitkan dahinya. Kemudian, diraihnya ponsel dan Arka mulai menghubungi seseorang.

"Lo di Resto, El?" tanyanya langsung begitu panggilannya terjawab. Benar. Arka memutuskan menelefon Elena begitu dia menyadari jika mobilnya berada di sekitar dimana Restoran temannya itu berada.

[Nggak. Aku lagi di rumah. Kenapa, Arka?]

"Oh. Gue pikir lo lagi di Resto. Gue kelaparan, kebetulan ada di dekat resto lo. Gue pikir lo ada di sana."

[Sori. Aku lagi di rumah, Ka. Baru aja nyampe.]

"Nggak apa-apa kok, El. Ya udah, gue—"

[Kalau kamu mau... kamu bisa datang ke sini. Nanti aku masakin sesuatu buat kamu.]

Dahi Arka mengernyit. Dia sedang mempertimbangkan ajakan Elena. Dan setelah dia pikir-pikir, dari pada dia makan sendirian di tengah rasa patah hatinya yang mengganggu ini, kenapa tidak dia terima saja ajakan Elena. Toh Arka juga sedang membutuhkan teman untuk menghibur kesedihannya.

"Oke. Gue ke rumah lo sekarang kalau gitu." Cetus Arka begitu saja.

Untungnya, jarak antara restoran dan apartemen Elena tidak begitu jauh, jadi Arka tidak harus menunggu lama untuk sampai di sana. Elena sudah menunggunya di lobi. Tersenyum manis pada Arka ketika Arka menghampirinya.

MenungguWhere stories live. Discover now