Part 8

1.2K 171 6
                                    

Sidang hari ini berlangsung cukup alot. Meski Alma bukan Pengacara utama di kasus ini karena pengacara utamanya adalah senior Alma di kantor, namun tetap saja sebagai rekan kerja dalam kasus penggelapan dana antara dua perusahaan yang saling bekerja sama ini, Alma punya andil besar menyelesaikannya. Terlebih lagi akhir-akhir ini Regar semakin sering mempercayakan banyak kasus pada Alma.

Minggu depan sidang putusan akan dilangsungkan. Meski jika diamati selama sepanjang proses peradilan, pihak Alma lah yang persentase kemenangannya di atas lima puluh persen, namun Alma tidak pernah bisa tenang selagi hasil putusan belum dibacakan.

"Ugh..." keluh Alma sembari memijat belakang lehernya. Matanya terpejam, menikmati pijatan tangannya yang terasa sangat nikmat.

Dia baru saja keluar dari ruang sidang. Beberapa wartawan sudah sibuk mengerubungi klien mereka dan juga pihak lawan. Mereka butuh informasi untuk berita yang harus segera mereka tayangkan hari ini.

Dan Alma tidak pernah ingin berada di antara mereka. Alma membiarkan senior dan beberapa reka kerjanya yang lain saja untuk menemani klien mereka menghadapi para wartawan. Maklum saja, lawan klien Alma merupakan artis papan atas. tentu saja berita ini akan menjadi santapan lezat oleh masyarakat.

Alma membuka matanya, dan menemukan satu cup es americano tepat di depan wajahnya. Melirik ke samping, Alma menemukan cengir Indra. Lelaki itu sedang menyeruput minuman serupa di tangannya.

"Ngapain di sini?" tanya Alma. Namun tangannya sudah menyambar es americano itu dan menyeruputnya.

"Nontonin lo sidang." Jawab Indra. Kemudian mata lelaki ini memindai tubuh Alma dari ujung kaki hingga ujung kepala.

"Mesum!" umpat Alma. Telapak tangannya memukul kepala Indra tanpa sungkan sedang wajahnya berubah datar.

"Apa sih, lo! Siapa yang mesum?"

"Ngapain lo ngeliatin tubuh gue?"

"Dih. Ge-er. Nggak usah ngarep ya, Al. Gue nggak nafsu sama lo. Tepos begini."

Saat melihat pergerakan kaki Alma, Indra dengan sigap melangkah mundur hingga bisa menghindari tendangan Alma. Keberhasilannya itu membuat Indra tersenyum senang. Tapi sayangnya, belum lagi Indra sempat memamerkan senyum bahagia itu pada Alma, kini Alma mendaratkan tas tangannya tepat ke wajah Indra hingga Indra terdiam kaku dengan wajah shock.

Alma mendengus, dia menggigiti sedotan sembari tertawa malas dengan cara yang sangat menyebalkan.

Cewek sialan ini! umpat Indra di dalam hati. "Sakit, Al!" pekik Indra kesal. "Kalau muka ganteng gue rusak gara-gara tas lo gimana?" matanya melotot tajam. "Lagian gue nggak ngeliatin tubuh lo, ya, Al, tapi outfit lo!"

"Memangnya kenapa outfit gue?" Alma memperhatikan penampilannya dengan dahi mengernyit. Rasanya tidak ada yang salah dengan pakaian Alma. Dia hanya memakai setelan blazer dan celana yang bahkan pakaian model seperti itu sering kali dia gunakan di kantor.

"Pink. Nggak biasanya warna baju lo kecewek-cewekan gini. Selama ini kan lo selalu pake warna-warna gelap. Hitam, abu-abu, navy. Makanya gue kaget ngeliat penampilan lo hari ini."

Oh, jadi karena itu.

Karena apa yang Indra katakan bukan sesuatu yang penting, mulut Alma kembali menyentuh sedotan kemudian dia melangkah pergi begitu saja. Membuat Indra berdecak meski tetap menyusulnya.

Omong-omong tentang pakaian pink ini, Alma mendapatkannya dari Gisa. Sejak Gisa tahu kalau putrinya mulai sering hadir di persidangan, tidak lagi mengurus berkas-berkas di kantor, Gisa mulai membelikan banyak pakaian untuk Alma. Hal yang sejujurnya tidak begitu Alma harapkan. Toh hanya pakaian, Alma pun bisa membelinya.

MenungguWo Geschichten leben. Entdecke jetzt