Part 15

336 60 2
                                    

Alma memandangi ponselnya lekat. Membaca pesan yang Arka kirim padanya sejak lima belas menit lalu namun masih belum Alma balas hingga saat ini.

Arkana Putra Hamizan

Gue otw airport

Besok lo berangkat sama Shila, kan?

Nanti gue jemput, ya

                Hari ini Arka akan berangkat lebih dulu ke Las Vegas, bersama Elena, sengaja pergi lebih cepat agar mereka bisa berkencan.

                Entah mengapa sejak menyadari hal itu, konser yang tadinya membuat Alma bersemangat malah berubah menjadi hal yang sangat ingin Alma hindari.

Alma Ilyas

Oke

Safe flight

Arkana Putra Hamizan

Boleh telepon nggak?

                Perut Alma terasa mulas saat membaca balasan dari Arka. Jika Arka ada di hadapannya saat ini, Alma tahu ekspresi seperti apa yang dia perlihatkan lelaki itu. Dia akan menatap Alma penuh harap di kedua mata yang menyimpan kesedihan.

Karena Arka sudah bertanya seperti itu, artinya dia tahu kalau Alma sedang marah padanya. Mungkin karena sejak Arka mengantar Alma pulang kemarin, dia menyadari Alma yang menjaga jarak dengannya.

Mereka masih berkomunikasi, mengobrol melalui telepon, berbalas pesan. Tapi semua itu hanya seperti basa-basi singkat tanpa makna.

                Alma memang marah pada Arka, tanpa sebab, itu kenapa dia juga marah pada dirinya sendiri, karena dia tahu kalau Arka tidak bersalah.

                Lama Alma memandangi sederet tulisan itu dengan tatapan sedih sebelum menghela napas berat dan memutuskan untuk tidak membalas apa-apa.

Alma masih duduk di tepi ranjang, sudah terlihat rapi dengan pakaian kantor. Wajahnya murung, tak ada semangat berapi-api yang terpancar dari wajahnya. Tidak seperti biasanya.

                "Ck," dia berdecak kuat, "lo kenapa sih, Al? Aneh banget tahu, sumpah!" Alma bermonolog dengan dirinya sendiri. "Elena itu pacar sahabat lo. Wajar aja mereka bareng-bareng terus. Yang nggak wajar itu, lo tiba-tiba ngambek sama Arka padahal dia nggak salah apa-apa."

                Alma seperti memarahi dirinya sendiri.

                "Arka itu sahabat lo, Al. Harusnya, kalau dia bahagia, lo juga ikut bahagia. Bukan malah ngambek nggak jelas kaya gini." Alma menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskan perlahan. "Udah ya, Al. Stop. Pokoknya gue nggak mau sampe lo ngambek-ngambek nggak jelas lagi. Lusa nanti, kalau lo ketemu sama mereka, lo harus balik jadi Alma yang biasanya."

                Alma mengangguk penuh keyakinan. Kemudian dia menarik sudut bibirnya, membentuk senyuman kecil yang sempurna.

                Merasa sudah lebih baik, Alma beranjak berdiri. Dia harus bergegas ke meja makan atau Nyonya besar di rumah itu akan datang dan menggedor-gedor pintu kamarnya sambil berteriak berisik.

                Tapi baru saja Alma berdiri, tiba-tiba perutnya terasa sangat sakit. Bahkan saking sakitnya, Alma sampai tidak bisa berdiri tegak.

                Karena ini bukan pertama kalinya perut Alma terasa sakit seperti ini, maka Alma terlihat sangat  tenang meski sambil meringis dan memegangi perut.

                Pelan-pelan dia duduk, kemudian berbaring sambil meringkuk. Alma menunggu selama beberapa menit, karena biasanya rasa sakit itu hilang dengan sendirinya.

MenungguWhere stories live. Discover now