Part 22

872 161 21
                                    

Alma berada di sana, di tengah kerumunan orang-orang yang tersenyum bahagia memandang sepasang kekasih yang sebentar lagi akan mengikat hubungan mereka dengan sebuah pertunangan.

                Alma berada di sana, menatap dengan tatapan kosong pada senyuman manis Elena ketika dia dan Arka saling bertatapan satu sama lain. Alma pun masih tetap berada di sana, menatap Arka yang meraih jemari Elena untuk menyematkan cincin di tangannya ke jari manis Elena.

                Dan Alma masih di sana ketika wajah Arka berpaling, menatap sekitarnya seperti sedang mencari-cari. Kemudian, Arka menemukannya. Menemukan Alma di tengah kerumunan yang kini menatapnya dengan senyuman bahagia.

                Lalu apa lagi memangnya yang bisa Alma lakukan selain memperlihatkan senyuman terbaik. Alma tahu, Arka pasti tak mempercayai senyumannya. Setelah apa yang Alma katakan padanya kemarin malam, setelah betapa hebatnya Alma menangis ketika mengakui perasaannya pada sahabatnya itu. Tapi, bersedih di hari bahagia Arka bukanlah sesuatu yang baik menurut Alma.

                Arka masih terus menatap Alma, hingga Maminya menghampiri, menyentuh lengannya, seperti ingin menyadarkan. Dan setelah itu, Arka benar-benar menyematkan cincin itu di jari manis Elena.

                Riuh tepuk tangan terdengar, bahkan Alma pun salah satu orang yang melakukannya. Bertepuk tangan sambil tersenyum bahagia bukan perkara sulit. Iya, kan?

                Alma mendengar bisikan orang-orang di sekitarnya. Memuji keserasian Arka dan Elena. Yeah, tentu saja, pikirnya yang perlahan-lahan melangkah mundur, beranjak pergi dari kerumunan itu.

                Kemudian Alma menyambar segelas minuman dari meja, sampanye yang mungkin bisa menjadi penghibur lara. Lalu dia bersembunyi di balik sebuah pilar, menyandarkan punggung di sana, dan meneguk minuman sembari melamun dengan wajah sendu.

                Sejak kecil, Alma dididik dengan sangat baik oleh orangtuanya. Dia tak pernah diajarkan menjadi pengecut. Itu kenapa hari ini, meski hatinya sedang remuk redam, meski dadanya terasa penuh sesak, Alma tetap menginjakkan kedua kakinya di sana.

                Arka tidak bersalah. Hanya karena dia tidak memiliki perasaan yang sama seperti Alma, dia tidak bersalah. Jadi Alma tidak akan lagi bersikap tolol seperti sebelumnya. Menghukum Arka dengan cara menghilang begitu saja, membuat sahabatnya itu kebingungan.

                Dan Alma sendiri pun tak ingin menyalahkan dirinya. Hanya karena dia mencintai sahabatnya, yang tak memiliki perasaan yang sama sepertinya, bukan berarti Alma melakukan kesalahan.

                Dia hanya butuh melewati semua ini dengan kesabaran yang lebih banyak. Mungkin juga dengan tangisan yang akan semakin parah. Tapi setelah itu, Alma percaya, dia akan kembali baik-baik saja.

                Benar. Patah hati itu bukan apa-apa. Dunianya tidak akan berakhir hanya karena dia patah hati, kan?

                "Lagi sembunyi?"

                Teguran seseorang terdengar, Alma menolehkan wajahnya. Dia menemukan Bara berjalan menghampiri. Adik kecil Arka dan Adel itu terlihat tampan dengan setelan batik formal di tubuhnya. Kulit putih, rambut cepak, serta sorot matanya yang tajam dan seolah selalu menahan amarah, membuat Bara terlihat sangat menyilaukan.

MenungguOnde as histórias ganham vida. Descobre agora