Epilog

1.2K 143 27
                                    

Alma baru saja selesai Chek In. tapi alih-alih menunggu di lounge, dia malah duduk di salah satu bangku panjang, memandang orang-orang yang hilir mudik di hadapannya. Hari ini airport tampak lebih ramai dari biasanya, namun keramaian itu sama sekali tidak membantu Alma untuk mengusir sepi.

Beberapa waktu lalu, Alma telah mengambil keputusan yang besar untuk perjalanan karirnya. Dia menerima tawaran Pak Regar. Kemudian mengurus semua urusan perpindahan dan pendidikannya. Selesai dengan semua itu, baru lah Alma memberitahu keluarganya.

Tentu saja keluarganya terkejut, tapi setelah Alma menjelaskan kalau keputusannya itu merupakan batu lompatan yang besar untuk karirnya, keluarganya mau mengerti, bahkan mendukung keputusan Alma.

Pagi tadi, Alma melakukan perpisahan yang sama sekali tidak terasa sedih baginya. Padahal ini pertama kalinya Alma akan hidup berjauhan dari mereka semua.

Mungkin karena Abi sangat mendukungnya, bahkan sudah memberitahu Alma siapa dan di mana saja Alma bisa meminta pertolongan kalau semisal terjadi sesuatu yang membuat Alma terlibat masalah.

Alma tahu Papanya sangat hebat dan di kenal banyak orang, tapi Alma tidak menyangka bahkan dia masih sehebat itu meski di luar negeri sekalipun.

Lalu Gisa...

Ck. Mamanya Alma itu bahkan tidak mengeluarkan air mata setetes pun. Alma ingat sekali, dulu, saat Bara hendak pergi ke asrama, Rere menangis terisak-isak. Bahkan Arka bilang, Rere sudah menangis satu minggu sebelum Bara pergi. Tuhan, kenapa Nyokap gue berbeda, ya?

Sedangkan Ashila... Alma ingin sekali membenturkan kepala adiknya itu ke dinding. Ashila tidak berhenti merengek agar Alma membawanya ikut serta. Tinggal di luar negeri dan jauh dari pengawasan orangtua adalah harapan terbesar gadis itu. Sayang sekali, dia tidak mendapatkan izin sebelum lulus kuliah.

Keluarga yang aneh, tapi Alma sangat mencintai mereka semua.

Alma menghela napas, memandang bosan pada semua orang yang melintas di hadapannya. Kemudian, dia mengeluarkan ponsel, membuka galeri foto dan mengamati satu persatu foto yang ada di sana.

Foto-foto Alma bersama orang-orang terdekat. Bersama Papanya, bersama Mamanya, Ashila... bocah-bocah menyebalkan yang sudah dia anggap seperti adiknya sendiri.

Kemudian... Arka.

Padahal ponsel itu milik Alma tapi mengapa wajah Arka yang lebih banyak di sana.

Arka yang sedang cemberut, Arka yang sedang tertidur, Arka yang sedang marah, dan juga... tertawa bersamanya.

Arka...

Kini senyum yang menyimpan kesedihan terbit di bibirnya. Alma mengusap foto Arka dengan jemari, menatap sayu, tersenyum sendu.

Masih belum ada yang berubah. Alma masih sangat menyayangi Arka, sekaligus... mencintainya.

Dan sejujurnya, Arka adalah alasan di balik keputusan Alma untuk menerima tawaran Pak Regar.

Alma ingin menyembuhkan diri, kemudian belajar melupakan. Bukan melupakan Arka, tapi cintanya.

Alma ingin menepati janjinya, agar mereka bisa kembali bersahabat. Tertawa bersama, bermain, bertengkar, tanpa harus takut saling menyakiti. Alma masih terus memandangi wajah Arka dengan tatapan sedih ketika dia menyadari ada seseorang yang duduk di sampingnya. Lalu dia menoleh, dan termangu saat menemukan Arka di sana. "Arka..." gumam Alma bingung.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 30 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MenungguWhere stories live. Discover now