03. Hanya Kamera ...

820 106 4
                                    

"Iyaaannn!!!! Siniiiii!!"

"Lodehnya gue abisin, yaaaa!!!!"

"Jangaaannn!"

Tirta terkekeh lebay, lalu sengaja menyendokkan sesendok sayur munjung sayur lodeh di hadapannya.

Rian berlari terbirit-birit, mengejar agar Tirta tidak sampai menghabiskan sayur kesukaannya itu.

"Kak!" Rian menggeser tubuh Tirta, namun Tirta tak kunjung bergeser. "Kak!! Misi, elah!"

"Yaannn ... Yan ... perihal sayur lodeh doang ribet, lu. Abisin noh abisin." Tirta membiarkan Rian lewat.

"Boleh?" Tanya Rian girang.

"Kaga, lah! Kalo lodehnya abis gua mau makan apa!?" Komplain Jehan yang ntah kapan dan dari mana datangnya.

"Makan ati." Tirta menyahut pelan.

"Ati ampela? Bunda nggak masak ati."

Tirta dan Rian diam sejenak, mencerna kalimat Jehan yang ... apaan ya?

"Kok nggak ada yang ketawa, sih?"

Setelah sadar itu lawakan, barulah Tirta ngakak. "LAH GARING, ANJIR."

"Belajar ngelawak yang bener ya, Bang. Semangat." Rian memukul-mukul pundak abangnya, lalu pergi menyusul Tirta.

Jehan yang kini ngambek, memonyong-monyongkan bibir sambil bilang, "Musuh pugu duh rubut lu pudu."
(Masih pagi dah ribut lu pada.)

"Ngambeekkk!!!" Tirta ngecengin. "Ututututu bayiiii," katanya ngeledek.

Jehan menarik lengannya ke depan, dengan membuat sudut sebesar 45°, sangat siap memberi Tirta sebuah hantaman dengan siku betonnya kalau saja Bunda tidak datang dan menyudahi perdebatan mereka.

"Kalian ini nggak tahu jam, apa? Masih pagi begini udah ramai," omel Bunda, sementara Jehan masih menyimpan keinginan besarnya untuk menyiku Tirta.

"Awas lu, Tir!"

"Jangan banyak-banyak ngambilnya, Bang Jehan. Bang Ran sama Papa belum makan," titah Bunda, setelah melihat Jehan yang kelepasan. Sudah ngambil dua sendok, malah mau ngambil lagi.

"Lauk yang lain dimakan juga," peringat Bunda sekali lagi, yang buat Rian sama Tirta sama-sama mematung. Sebab, keduanya memang hanya mengambil sayur lodeh sebagai kawan sepiring nasi milik mereka.

"Nih, Bun!! Iyan ngambilnya lodeh doang!" Seru Tirta sembari diam-diam berjalan menuju dapur untuk mengambil lauk lain.

Rian kaget. "Kak Tirta juga, Bun!!"

"Enggak. Wleee." Tirta menunjukkan piringnya yang lauknya kini bukan lodeh doang lagi.

"Dihh! Tadi Bunda lihat 'kan, Bun? Piring Kak Tirta isinya nasi sama lodeh doang!" Rian mencari pembenaran pada Bunda.

"Buktinya enggak, nih." Tirta lagi-lagi meledek Rian.

"Nggak aku kasih pinjem kamera lagi, ntar!" Kecam Rian.

Bunda menggeplak pelan lengan Rian. "Nggak boleh kayak gitu!"

Sedangkan Tirta dari sana tertawa terbahak-bahak, "KASIAAANNN!!!"

"Tirta!! Udah, dong. Adikmu udah diem itu!"

Tirta langsung cengengesan, lalu kembali ke tempatnya duduk semula. Tapi, waktu sudah dekat Rian, Tirta malah ngejek Rian lagi. "Dimarah Bunda yaaaaa," ejeknya bisik-bisik, agar Bunda tak dengar.

Hanya karena semangkuk sayur lodeh, rumah ini jadi ramai sekali pagi ini.

Saat mereka makan, tak ada yang mengobrol. Hanya saja, Rian makan sambil menonton acara di televisi.

RANTAI • 00L NCT DREAMWhere stories live. Discover now