09. Kecewa; Tirta, Adik yang Terlupakan

949 98 4
                                    

♪ play: Hindia - Secukupnya

.

.

.

"Rian di mana?"

Pertanyaan Papa itu, dengan cepat merenggut atensi Tirta yang tengah cuci piring di dapur, meski pertanyaan itu tak secara langsung ditujukan padanya.

"Les. Tapi sebentar lagi juga pulang, udah jam segini."

Dari sini, nampak Papa yang hanya menanggapi jawaban Bunda dengan anggukan kecil, kemudian duduk di sofa. Meski semuanya terlihat baik-baik saja, entah mengapa Tirta merasa akan ada sesuatu buruk yang terjadi, menyangkut Rian. Namun, pikiran itu segera ia tepis. Ia takut pikiran itu malah jadi nyata karena terus-terusan dipikirkan.

Cklek.

Rian pulang, hanya selang beberapa detik setelah percakapan terakhir Bunda dan Papa barusan.

Jantung Tirta berdegup makin kencang, hingga keringat dingin perlahan mulai membasahi dahinya yang semula kering. Tirta memainkan jemari tangannya yang kini jadi dingin. "Gue kenapa, sih?"

Sungguh, Tirta benar-benar cemas saat ini. Ia hanya akan bisa tenang kalau hari ini telah berlalu, serius!

Sementara itu, selepas mengucap salam, Rian hendak langsung pergi ke kamarnya, tapi Papa menahannya, hanya dengan satu panggilan yang mungkin saja terdengar hingga kamar Bang Jehan yang notabenenya terletak paling ujung.

"Rian!"

Rian terhenti.

"Mau ngapain kamu buru-buru kaya gitu?"

Disuruhnya Rian duduk di sebelah Papa. Sampai sini, Rian masih terlihat santai, sedangkan Tirta di meja makan, sibuk gigit jari karena ketar-ketir.

"Habis dari mana kamu?" Tanya Papa tegas.

Tirta, Rian, bahkan Bunda, terkejut mendengar pertanyaan itu.

"Dari les, lah. Kok Papa pertanyaan--"

"Pertanyaan itu untuk Rian. Biarin Rian yang jawab," sela Papa, memotong pembicaraan Bunda.

"Aku ... dari les ...?" Nada Rian sedikit tercekat, ia bahkan menambahkan sedikit nada tanya di akhir kalimatnya, seolah ragu dengan jawabannya sendiri. Huh ... orang yang tidak pintar berbohong sekalipun tidak akan seperti ini.

"Tadi Papa dapat telfon dari guru les mu, katanya kamu udah nggak hadir di banyak pertemuan tanpa kejelasan."

Suasana makin mencekam, Rian pun gugup dibuatnya, ia yang sesungguhnya jujur jadi terlihat sedang bohong karena itu. Tirta tidak bisa tetap diam. Masalah kecil ini akan jadi lebih ribet dari sinetron televisi kalau hanya di-handle oleh Rian seorang diri.

Tirta beranjak bangun, menghampiri Rian dan Papa dengan gaya bak superhero, siap membela Rian kalau kemungkinan terburuknya terjadi, sebab pada perkara kali ini ada sedikit campur tangan Tirta dan Tirta ingin mempertanggungjawabkan itu.

"Tadi--"

Baru sepatah kata yang terucap dari mulut Tirta, tapi Papa segera menahannya.

"Tirta mau jelasin dulu, Pa."

"Papa gak meminta penjelasan kamu, Papa minta penjelasan dari Rian," sela Papa dengan begitu tegas. Tirta pun jadi ciut nyalinya kalau begini.

Rian tak ingin masalah ini malah jadi makin ribet, jadi langsung saja ia ceritakan yang sebenarnya, meski sebenarnya ia pun tergentarkan oleh kalimat Papa yang begitu tegas.

RANTAI • 00L NCT DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang