10. Tidak Ada yang Tidak Apa-Apa

701 88 0
                                    

Ran sepertinya sedang berada di suasana hati yang baik pagi ini, sangat baik mungkin. Senyum simpul yang sejak tadi belum memudar keberadaannya di bibir Ran, jadi bukti secerah apa suasana hatinya pagi ini. Doakan saja, semoga tak ada mendung yang datang lagi hari ini.

Jam dinding masih menunjukkan pukul sembilan lewat lima belas menit, tapi Ran sudah bersantai di sofa ruang tamu dengan lubang telinga yang tersumpal earphone, padahal Jehan dan yang lain sedang sibuk bersih-bersih. Hal itu, mengundang amarah dari Tirta yang tak terima saat adik-adiknya sibuk beres-beres, si sulung ini malah asik main handphone.

"Woi, Bang! Sibuk amat, lo!" Sindir Tirta sembari menyapu lantai dengan brutal.

Bang Ran gak dengar. Jadi, tak ada yang berubah.

Dahi Tirta mengernyit, ia berkacak pinggang, bibirnya dimanyunkan--ntah untuk apa. Ia sedang marah.

"Bang Ran!!" Serunya dengan keras.

"Kurang keras, Tir!!" Bang Jehan meneriaki dari lantai atas, dikawani kikikan kecilnya.

"Sini turun, Bang! Gue nyerah!" Kata Tirta sebelum kembali melanjutkan tugasnya.

Masih dengan tawanya, Bang Jehan menuruni tiap anak tangga di rumah itu dengan sapu ijuk yang diseret kasar olehnya. Ia melangkah menuju Bang Ran, lantas melihat isi ponselnya.

"Lah, dengerin radio anj--"

Belum sempat Jehan melanjutkan kalimatnya, dengan cepat Bang Ran raih ponselnya kembali.

"Sejak kapan lu suka dengerin radio, Bang????" Jehan tertawa.

Bang Ran melepas earphone-nya yang terpasang pada telinga kanannya lantas berkata, "Udah dari dulu, kali," sahut Bang Ran dengan judes, yang buat Jehan makin heran.

"Sensi banget, kaya anak baru puber," celetuk Jehan.

Bang Ran sih tak banyak menanggapi, ia hanya melirik Jehan tajam lalu pergi.

"WOI, BANG!!! NYAPU, BANG, NYAPUUUU!!!!" Protes Tirta.

"Iya-iya! Nanti!"

•✧ ──── ♪ ♬ ♪ ──── ✧•

"Bang Ran belum berangkat, Bang? Udah jam berapa ini?" Tanya Papa pada Bang Ran yang tengah mempersiapkan segala keperluannya.

"Sebentar, Pa. Ran masih siap-siap." Bang Ran menyahut dengan sangat lesu, sesekali ia mengerjap seraya memijat pelan pelipisnya.

Tak lama, Bunda yang menyadari keanehan dari gerak-gerik Bang Ran, lantas mendekat dengan khawatir. "Kamu masih nggak enak badan, Bang?" Bunda mengelus kepala Bang Ran, sedikit membantunya untuk memijat kepalanya.

"Pusing aja dikit, Bun. Nanti juga hilang."

Bunda beranjak bangun, pergi mengambil obat untuk Bang Ran minum. Dalam perjalanannya, Bunda berkata, "Kamu nggak boleh izin, Bang? Nggak tega Bunda lihatnya ..."

"Boleh aja, Bun. Tapi nggak gampang urusannya, itu. Ran nggak pa-pa, kok. Kemarin juga pusing, tapi lama-lama hilang," jelas Bang Ran.

Setelah Bunda sampai dengan paracetamol dan air putih, Bang Ran langsung meminum obat itu tanpa banyak basa-basi, lantaran ini sudah lewat dari jam biasanya ia berangkat ke rumah sakit. Segera Bang Ran mencium tangan Papa dan Bunda dan pamit pada adik-adiknya setelah ia meminum obat.

Papa sedikit mengusak rambut Bang Ran, saat ada kesempatan kala Bang Ran sedang salim. "Kamu inget jaga kesehatan juga, Bang. Yang butuh perhatian dari kamu bukan hanya pasien kamu, tapi diri kamu sendiri juga butuh." Bang Ran pun, hanya membalas titah Papa dengan anggukan singkat.

RANTAI • 00L NCT DREAMWhere stories live. Discover now