08. Petaka Hari Ini

659 85 1
                                    

play; Sheila on 7 - Film Favorit

.

.

.

Benar-benar tak terduga, kalau pagi ini langit akan mendung, maksudnya, semendung ini. Kemarin-kemarin, cuaca masih cerah, kemunculan matahari bahkan tak terhalang satu awan pun, meski musim penghujan belum berlalu. Namun, saat ini tak hanya langit yang sedang mendung, sebab rupanya, suasana hati si bungsu juga.

Bukan perihal segenting patah hati, ditinggal pergi tanpa alasan yang pasti, atau persoalan anak remaja masa kini lainnya. Hanya tentang bangun kepagian yang cukup buat Rian sebal sampai detik ini, walau kejadian itu sudah berlalu tiga jam.

Ekspresi frustasi Bang Ran, adalah bukti betapa susahnya membujuk Rian untuk berhenti ngambek. Apalagi perkara sekecil ini.

"Ya, Bang Ran minta maaf." Bang Ran mengusak rambut Rian yang sudah susah payah Rian rapikan, hingga kembali berantakan. "Bang Ran tadi butuh banget penggarismu. Bang Ran kira pintumu dikunci, mangkanya tak gedor-gedor."

Rian mengelak sentuhan Bang Ran pada rambutnya dengan sedikit kasar, lalu kembali merapikan rambutnya yang kini malah berantakan itu. "Memangnya Bang Ran nggak coba buat buka dulu? Main gedor aja. Pusing tau bangun tiba-tiba kayak gitu," keluh Rian.

"Iya ... Bang Ran minta maaf."

"Bang Ran udah minta maaf itu, Yan. Dimaafin aja. Cuma perihal bangun kepagian, lho, kamu jadi marah-marah pagi-pagi gini. Hari itu harusnya disambut dengan senyuman, biar rejeki pada nggak sungkan buat dateng," tutur Papa. Memberikan Rian pengertian, agar tidak kebiasaan memperbesar masalah kecil apalagi pagi-pagi.

"Tapi aku jadi kurang tidur, Pa." Rian membantah.

Bang Ran sedikit memiringkan kepalanya. Bahasa tubuh yang ditunjukkan Bang Ran itu, sudah cukup untuk merepresentasikan betapa bingung dan penasarannya Bang Ran dengan jawaban Rian itu. "Kurang tidur?"

"Iya."

"Memang, tidur jam berapa kamu semalem?"

Rian mengerjap. Mematung setelah pertanyaan Bang Ran itu terlontarkan. Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang sangat amat simpel, tapi Rian tak punya nyali untuk menjawabnya.

Bagaimana kalau ia bilang ia tidur jam 1 pagi? Maka Bang Ran dan Papa akan tahu kalau ia begadang lagi. Papa mungkin hanya akan menasehatinya. Tapi Bang Ran? Oh-- semua yang akan jadi reaksinya, hanya tergantung pada suasana hatinya. Semua kemungkinan bisa terjadi. Kemungkinan terburuknya sekalipun.

"Jam berapa?" Bang Ran kembali menanyakan, dengan nada yang lebih tegas.

Alih-alih menjawab, Rian justru buru-buru meraih tasnya dan segera berlalu ke luar rumah. Dengan tanpa mengucap sepatah katapun untuk menuntas pertanyaan Bang Ran. Namun, tak lama setelahnya, balik lagi karena belum salim dengan Papa dan Bang Ran.

"Aku berangkat dulu. Udah siang."

Dari ruang tamu, Bang Ran hanya terkekeh kecil. Salah tingkah saat ditanyai sesuatu, adalah cara sebagian orang menunjukkan bahwa ada sesuatu yang mereka sembunyikan. Dari caranya menghindari pertanyaan itu saja, Bang Ran sudah tahu kalau, "Iyan pasti begadang lagi."

"Begadang?" Papa menoleh.

"Iya. Dia sering tidur larut. Pernah juga, ke gep belum tidur jam 2 pagi sama Ran."

Papa mengerutkan alisnya, tampak raut cemas di wajahnya, setelah mendengar pernyataan Bang Ran.

"Susah sekali, Pa, nasehatin Iyan. Sebelum Papa yang turun tangan kayanya dia nggak bakal berhenti begadang," keluh Bang Ran.

RANTAI • 00L NCT DREAMWhere stories live. Discover now