06. Jangan Begadang

824 98 9
                                    

play ; Hindia - Secukupnya

.

.

.

Tiada pagi yang lebih cerah dari pada Minggu pagi. Barusan itu adalah kata-kata yang Bang Ran ucapkan hampir tiap Minggu pagi. Biasanya sambil ngulet dan nguap lega. Sedangkan Jehan yang ada di sisinya, biasanya membantah dengan segudang jawaban garingnya. Tapi kali ini, jawabannya bukan garing, tapi bikin geli.

"Bukan, Bang. Pagi yang cerah itu saat baru bangun, lihat Naya lagi masak di dapur." Jehan nyengir.

"Reflek mual," kata Bang Ran.

"Naya siapa?" Tanya Tirta yang sepertinya sudah sedia menerima apapun bentuk pembalasan dari Bang Jehan atas kata-katanya selanjutnya.

"Cem-ceman dia, lah. Siapa lagi?" Bang Ran membalas langsung.

Tirta membelalak kaget, "Baru lagi, Bang!?"

Kata-kata Tirta barusan, langsung membuahkan sebuah lemparan bantal sofa dari Jehan. "Ngaco lu! Mau gua gorok lu!" Serunya tak terima. Karena Jehan belum pernah sama yang lain kecuali Naya. Jehan memang suka ramah sama cewek, tapi ceweknya tetap satu. One and only, Nayaka Ayyara.

Sementara Tirta kini tertawa santai, padahal tahu kalau Bang Jehan lagi marah.

"Iyan mana?" Tanya Tirta.

"Nganter Bunda ke pasar. Kayak nggak tau dia aja," sahut Bang Ran.

Tak sampai semenit, yang dibicarakan datang. Panjang umur, katanya. Disemogakan saja, ya.

Bunda menaruh sebuah kantung plastik di atas meja di ruang tamu, tepatnya lagi di hadapan putra-putra kesayangannya ini, lalu pergi buru-buru ke dapur, karena Bunda belum masak apa-apa kecuali nasi putih.

"Apaan, ya?" Jehan bertanya bingung, lalu meraih plastik itu.

"Sate telur puyuh." Rian menjawab.

Segera Bang Ran meraihnya dari tangan Jehan, "Ini doang? Nggak ada yang lain?"

Rian mengangguk, sembari menaruh kunci motornya apik.

Bang Ran belum puas, dihampirinya Bunda langsung untuk menanyakan hal yang sama. "Untuk Ran nggak ada ya, Bun?" Tanyanya.

"Lah, itu 'kan ada empat tusuk. Papa nggak minta, Papa alergi--" Bunda berdecak, "Bunda lupa! maaf ya, Bang."

Bang Ran menghela napas kecewa. Bisa-bisanya Bunda lupa kalau anak sulungnya ini juga alergi telur. Bang Ran kembali menuju sofa di ruang tamu. Di sana, kehadirannya disambut tawa kecil Rian. "Aku juga lupa, Bang. Ehe, ehe, ehe."

Di saat Bang Ran sedang murung karena tidak jadi makan jajanan pasar pagi ini, yang notabenenya sudah jadi kebiasaan Bang Ran tiap Minggu pagi, di ujung sofa sana, Tirta malah bersorak gembira.

"Horeee!!! Dapet dua!!"

Jehan menoyor kepala Tirta, "Ya, nggak bisa, dong."

Saat mereka berdua sedang berkelahi, tiba-tiba, Syukur datang, sambil mengeong kelaparan.

"Dari pada berantem, mending kasih Syukur makan, noh," titah Bang Ran.

"Whiskas habis," sahut Jehan.

Tirta berdecak sembari merapikan bajunya yang lecek karena habis diamuk Jehan, "Mangkanya, Syukur tuh mestinya dibiasain makan apa adanya dari kecil. Biar pas whiskas habis, nggak malah keluyuran nggak pulang-pulang."

RANTAI • 00L NCT DREAMOnde histórias criam vida. Descubra agora