07. Syukur, Kamu di Mana?

692 80 3
                                    

"Tumben."

Celetukan Rian di tengah kesunyian ruang kelas ini, membuat Suta yang dari tadi hanya membenam penuh mukanya dibalik kedua telapak tangan lebarnya, kini mengintip dari sela-sela jarinya.

"Tumben apa?" Tanya Suta.

Bukannya jawab, Rian malah fokus main candy crush saga di ponselnya. Dan itu buat Suta jadi jengkel. Disingkirkannya handphone Rian langsung dari hadapan Rian, agar Suta bisa melihat wajahnya. "Tumben apa!?"

"Hape gue!" Rian merebut ponselnya, "Tumben gak chattingan sama pacar lo. Putus?"

Mendengar itu, Suta langsung mengalihkan pandangannya, seolah langsung tak minat untuk menjawabnya. "Maunya."

"Maunya?"

"Iya," tegasnya. "Males cerita gua. Pokoknya makin ke sini si Kiran itu makin ngeselin. Padahal dia tau gua paling benci orang ngeselin."

Rian langsung tertawa.

"Siapa yang suka orang ngeselin?"

Suta yang tadinya hendak kembali buka suara, sekarang jadi senyap. Namun, tak lama, ia bersuara lagi, "Ya-- tapi Kiran tuh menurut gua over. Lebay."

"Jadi, apa yang buat lo mutusin buat suka sama dia? Semuanya langsung hilang setelah lo sadar kalo di mata lo Kiran itu orangnya lebay?" Tanya Rian. "Di samping itu, mungkin Kiran juga lagi berusaha bertahan sama beberapa sikap lo yang sebenernya gak dia suka."

Suta tertegun. Pikirannya masih terus memaksa untuk membuktikan bahwa yang salah adalah Kiran, bahkan saat Suta merasa jenuh dengan hubungan ini. Bagi Suta, Kiran yang salah di sini.

"Dia aja nggak pernah bahas sesuatu yang dia nggak suka dari gua." Suta berusaha mengelak dari kenyataan yang tersirat jelas dalam kata-kata Rian, dengan menyebutkan berbagai alasan, agar gelar 'Yang Bersalah' tak jatuh padanya.

Semua alasan-alasan itu, membuat Rian muak. Namun, beginilah orang-orang kebanyakan dan Rian pun salah satunya.

Selepasnya, Rian berkata, "Terserah. Lo yang jalanin." yang kemudian menjadi akhir dari percakapan ini.

Hening kembali mengambil alih. Suta kembali membenam wajahnya di balik kedua telapak tangannya yang dingin dan Rian masih sibuk dengan game di ponselnya.

•✧ ──── ♪ ♬ ♪ ──── ✧•

"Spidermaaannnnn!!!!!"

"Terbaaaaangggg!!"

"Tuingg!!"

"Terererereeeeet!!!"

Tirta menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya dengan pelan. Benar-benar tak habis pikir dengan kelakuan abangnya yang satu ini. Bukan-- bukan Bang Ran, karena yang satu itu masih waras. Bang Jehan. Sampai kadang, sebelum tidur Tirta bertanya-tanya, "seberat itu kah kuliah kedokteran?"

"Syukur sayaaanggg!!! Siniiiii!!"

"Aku bawa whiskas lhooooooooooo!!!!!!" Seru Jehan, memamerkan sebungkus makanan kucing kesukaan--mungkin--sebagian dari seluruh populasi kucing di dunia ini. "Kalo kamu ga ke sini nanti diabisin Jeyek!" Lanjutnya, agar Syukur segera menghampiri.

"LU KENAPA SIH, BANG?!?!?!?!" Tirta muak. Dirinya yang jelas-jelas lagi anteng begini masa dituduh bakal menghabiskan makanan Syukur, sih? Se suka-sukanya Tirta sama makanan mewah, gak akan sampai nyolong makanannya Syukur, kali!

"Lu, 'kan penyuka segala, Tir! Wajar kalo gua khawatir makanan Syukur dihabisin sama lu!"

Ya, deh.

Tirta capek.

RANTAI • 00L NCT DREAMWhere stories live. Discover now