05. Rian Anak Pintar

742 93 3
                                    

"Makasih banyak ya, Yan."

Gantari tersenyum, sembari melepas pengaman helmnya. Rian pun turut membalas senyuman tersebut, tapi hanya sekilas. Tak sampai 5 detik sebelum senyum itu lenyap.

"Sama-sama. Perlu gue tunggu?" Tawarnya.

Gantari menggeleng pelan, dengan maksud menolak tawaran itu, "Nggak, nggak perlu."

"Memangnya lo inget jalannya?"

Gantari terkikik mendengar pertanyaan itu, yang seolah meremehkannya, tapi ia pun tak dapat menukasnya. "Ya ... semoga. Gue cuma perlu nginget jalan dari sini ke jalan by pass deket sekolah aja," jelas Gantari sembari membenahi jaketnya.

Rian mengangguk, "Yaudah. Hati-hati."

"Hah?"

"Eh--"

Gantari yang masih menampilkan ekspresi terheran-heran, lantas terkekeh ringan. Rian mungkin benar-benar lagi nggak fokus. "Lo yang hati-hati. Minum aqua dulu kali, biar fokus," ucapnya, lalu pergi menyusuri paving-paving di sana. Ia melambaikan tangannya sejenak sebelum pergi, sedangkan Rian di sini, malah malu karena salah ngomong. Rasanya, ingin menenggelamkan diri.

Sudah, masabodoh dengan malu itu, ia harus pulang sekarang, sebab waktu berjalan terus dan sore kian berganti jadi malam. Kembali ia nyalakan mesin motornya. Di saat yang bersamaan, matanya tak sengaja menangkap seseorang dari kejauhan, sedang berjalan dengan langkah cepat di beranda rumah sakit. Melihatnya, Rian tak berpikir dua kali untuk segera menyapa.

"Bang Ran!"

"Bang!"

Tak ada sahutan, balasan, maupun sedikit respon bahwa Bang Ran menyadari kehadirannya. Rian menghela napas, lalu memutuskan untuk berhenti memanggil-manggil Bang Ran seperti ini. Rian tak ingin diusir oleh satpam atau malah disangka orang gila karena teriak-teriak sendiri.

•✧ ──── ♪ ♬ ♪ ──── ✧•

"Anjing!"

"HEH!!! BUNDAAA! BANG JEHAN NGOMONG ANJING!"

"LU JUGA YA!"

"KAPAN!?"

"BARUSAN ITU!!"

Ribut! Banget! Bunda jadi ogah buat menanggapi. Lebih baik Bunda tak ikut campur, membiarkan kedua anak bujangnya itu sibuk dengan urusannya masing-masing; bermain tic tac toe online.

Iya, hanya tic tac toe, tapi Jehan sampai dibuat mengumpat berulang kali. Ini bukan sebab Jehan bodoh, ini hanya sebab lawan mainnya adalah Tirta. Tirta itu, lumayan encer otaknya. Apalagi kalau disuruh main beginian. Jujur saja, Jehan frustasi dibuatnya!

"Wah ... anjir! Lu tau dari mana, sih, beginian-beginian, Tir?" Tanya Jehan, sembari membenahi posisi kacamatanya.

"Otodidak." Tirta menyahut santai, sambil nyengir. Nyatanya, Tirta memang sering main beginian di sekolah. Apalagi sama Kania, temannya waktu SMA. Malah, lebih jago Kania dari pada Tirta.

Kini, mereka masih bermain, bahkan Jehan baru menjalankan tiga langkah. Ia menaruh lingkaran pada kotak paling ujung di pojok kanan bawah, dan menaruh satu lagi lingkaran di tengah-tengah, lalu setelah Tirta menaruh satu lagi tanda 'x' di pojok kanan atas, Jehan malah menaruh lingkaran di tempat yang sangat salah.

 Ia menaruh lingkaran pada kotak paling ujung di pojok kanan bawah, dan menaruh satu lagi lingkaran di tengah-tengah, lalu setelah Tirta menaruh satu lagi tanda 'x' di pojok kanan atas, Jehan malah menaruh lingkaran di tempat yang sangat salah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
RANTAI • 00L NCT DREAMWhere stories live. Discover now