Sungai yang Membeku

149 26 6
                                    

---//---

Coba tebak siapa yang menghabiskan hampir satu musim penuh dengan tidur panjang. Benar sekali. Nanase Riku alias dirinya sendiri.

Riku menyisir poninya sambil mengembuskan napas panjang. Matanya menerawang jauh ke langit pagi yang sekarang sangat tidak bersahabat. Mendung dengan awan-awan abu yang cukup memberikan kesan suram.

Angin yang berembus selalu meninggalkan kesan dingin menusuk membuat Riku berulang kali merinding. Sangat mendukung keadaan keempat kerajaan yang tertimpa kemalangan terutama Republik Aita yang penuh keceriaan dan keindahan dalam ingatan Riku kemarin berubah banyak.

Momo dan Yuki menjelaskan singkat situasi sekarang-- ah tepatnya selama Riku tertidur. Dia sendiri masih sulit menerima sejak dirinya jatuh pingsan atau mungkin tidur banyak hal-hal yang terjadi.

Rasanya sangat menyesakkan begitu tahu bahwa teman-temannya mengalami pengalaman mneyakitkan dan dirinya tidak ada di sana untuk sekedar memeluk mereka.

Riku sangat membenci pertempuran karena hanya akan membawa luka dan sekarang orang-orang yang berharga baginya sedang berjuang mati-matian menerima semua rasa sakit.

Ah, tetap saja yang terluka di sini tidak hanya teman-temannya. Semua orang dari keempat kerajaan kini harus menanggung rasa takut.

Mirk, satu-satunya siluman yang selalu muncul dalam perjalanan Riku telah menghapus ingatan orang-orang. Meski mengurangi kesedihan karena mereka tidak ingat pada orang-orang terdekat yang menghilang, tapi tetap saja melupakan hal penting adalah sebuah luka yang amat pedih.

Rasa kehilangan dan kesepian akan datang sepanjang waktu.

Tidak mau pergi dari sisimu.

Riku amat sangat paham perasaan menekan itu. Ketika kau mencari sesuatu, tapi kau tidak mengingat apa itu sekeras apapun kau mencoba.

Pada akhirnya kau hanya bisa menderita kesepian dan kehilangan sendiri tanpa tahu bagaimana menyembuhkannya.

Riku menyatukan kedua tangannya. Matanya mengedar ke dedaunan yang bergerak diterpa angin. Makin lama Riku bisa merasakan bahwa embusannya terus bertambah kencang.

Riku memejamkan matanya sambil berdua. Dia tidak tahu berdoa pada siapa. Tidak ada dewa yang dia percayai, tapi Riku tetap berdoa.

Seharusnya dia berfokus untuk menyampaikan harapan-harapannya, tapi ingatannya malah memutar satu kenangan di mana dia mengatupkan kedua tangan berdua pada rembulan.

Dia bisa melihat dan mendengar Rei dengan ekspresi dinginnya meledek Riku karena berdoa meski tidak tahu pada siapa harapan itu berlabuh.

Rei. Riku memang selalu berkata bahwa Rei adalah dewa, tapi dia tidak pernah menerima harapan dan keinginan siapapun. Entah dewa macam apa Rei itu, tapi bagi Riku Rei dewa paling keren yang pernah dia lihat-- yah hanya Rei dewa yang pernah Riku tahu, bahkan mereka tinggal bersama.

Rei tidak pernah membantu siapapun--kecuali Riku-- dia bahkan tidak pernah pergi ke mana-mana. Ah, jangan berpikir kalau Riku meragukan Rei. Tidak mungkin.

Yah, meskipun Rei punya kuil, tapi tidak pernah ada yang datang. Saat Riku bertanya kenapa, Rei hanya mendengus dan berkata dengan nada lebih ketus seperti biasa-- dia tersinggung-- kalau dirinya tetap kuat walau tidak ada pengikut atau untuk apa pengunjung, kuil bukan pasar malah lebih bagus begini agar tempat tinggal tidak terkotori oleh manusia hina.

Hmm, bagian terakhir memang sangat kasar. Tentu saja dirinya sering menangis karena mulut tanpa saringan Rei. Salah satunya saat Rei bilang manusia hina, Riku yang merasa dirinya manusia langsung cemberut dan menangis.

Another Story [VALIANT] (END)Where stories live. Discover now