Kesalahan

130 17 4
                                    

---//---

Kira-kira sudah berapa lama Riku hidup bergantung pada Rei. Mungkin sejak mereka bertemu sampai detik ini juga? Perkataan Iori menyadarkan Riku bahwa selama ini dia hidup sesuai apa yang Rei inginkan. Dia menciptakan dunia di mana apa yang Riku harapkan bisa terkabul. Saat Rei bilang dia tidak akan meninggalkannya, Rei benar-benar melakukannya. Dia selalu melindungi Riku di mana pun dan kapan pun.

Rei memberikan kehidupan di mana Riku tidak merasakan lagi ketakutan, kesedihan, dan kesepian. Dia menghilangkan rasa sakit dalam kehidupan Riku. Tentu saja Riku bersyukur karena itu, tapi sekarang dia merasa tidak berguna. Riku sempat besar kepala dengan turun dari gunung mencari Rei. Sebenarnya untuk apa dia mencari Rei? Rei tidak membutuhkan bantuan siapa pun. Dia kuat. Amat sangat kuat. Memangnya siapa Riku sampai mencarinya?

Perut Riku tergelitik setelah dirinya sadar betapa menggelikan pemikirannya. Riku semakin membenamkan wajahnya di antara kedua lutut miliknya. Tangannya meremas kuat-kuat lengan baju yang makin kusut. Padahal dari awal Riku tahu alasan kenapa dia mencari Rei adalah bukan karena khawatir melainkan untuk dirinya sendiri. Riku tidak mau sendiri lagi. Mungkin pada saat itu dia menepis bahwa perasaan yang muncul di dalam hatinya adalah rasa takut. Dia takut Rei pergi meninggalkannya dan Riku kembali sendirian.

Riku tertawa sumbang. Mungkin saja Rei pergi karena Riku begitu menyedihkan.

Sebelum Riku menyakiti dirinya sendiri dengan segala pemikiran buruk, suara ketukan pintu membuyarkan konsentrasinya. Riku tidak langsung bereaksi. Dia hanya mengangkat kepalanya dan kembali duduk diam di salah satu kursi sudut ruangan sambil memeluk lututnya. Kepala Riku yang sedang dipenuhi berbagai hal-- Riku sendiri tidak tahu dan tidak yakin apa-- membuat dirinya lamban. Bahkan dia berbisik bertanya pada dirinya sendiri apa yang harus dilakukan saat seseorang mengetuk pintu. Apa si pengetuk meminta izin pada Riku untuk masuk ke dalam?

Riku menggelengkan kepalanya cepat. Sebenarnya apa yang dia pikirkan dari tadi? Riku merasa kepalanya terus bekerja, tapi dia tidak yakin tentang itu.

Ketukan lagi terdengar mengembalikan Riku ke dunia nyata. Hampir saja Riku melamun untuk merenungkan lagi apa yang dia pikirkan tadi. Meski begitu kedua bibir Riku tertutup rapat. Dia hanya memandang lurus ke arah pintu. Mungkin tanpa sadar Riki berharap orang yang ada dibalik pintu tahu kalau Riku tidak keberatan kalau dia langsung masuk-- atau mungkin sebaliknya.

Yah, terlepas dari yang Riku inginkan sebenarnya, pintu tetap terbuka dan dari baliknya muncul Touma. Riku memandanginya dalam diam menunggu Touma yang tadi tampaknya ragu-ragu mendekat ke arahnya. Touma datang sendiri.

Beberapa saat sudah berlalu entah sudah berapa kali Riku berkedip, tapi Touma tak kunjung mengatakan sepatah kata pun. Dia sejujurnya tidak terusik dengan kehadiran Touma jadi Riku memilih menunggu. Touma mengembuskan napas panjang sebelum menoleh ke arah Riku dengan ekspresi yang lebih santai dari pada saat dia muncul. "Kau tidak keluar bahkan saat mereka pergi... Apa kau baik-baik saja?"

Riku tidak berniat mengabaikan Touma, tapi dia tidak tahu harus menjawab apa. Touma mungkin salah mengartikan diamnya Riku dan membuat dia panik. Ekspresi Touma langsung berubah. Dia menggaruk kepalanya sedikit frustasi. "Maaf kalau aku memperkeruh suasana hatimu. Ah... sial... Haru, Mina dan Tora benar kalau aku payah dengan urusan seperti ini. Seharusnya aku tidak datang kemari, tapi... aku mencemaskanmu...,"

Lagi-lagi dia merepotkan orang baik seperti Touma. Riku berusaha tersenyum seperti biasa. Wajahnya mungkin menjadi aneh sekarang. "Tidak apa, Touma-san. Maaf karena terus merepotkanmu. Baik sekarang atau saat malam itu...," Riku sendiri terkejut dengan suaranya yang serak meski dirinya sadar dan ingat kalau dia habis menangis.

Touma menatap Riku sendu. "Kau tidak merepotkanku, Riku. Kenapa kau terus berbicara hal-hal seperti itu?"

"Sudah jelas, bukan? Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku hanya membuat orang repot karena keberadaanku. Jangan melihatku seperti itu, Touma-san," Riku tertawa paksa yang lama kelamaan menghilang dan digantikan isak tangis yang tidak ingin dia tunjukkan pada siapa-siapa. Riku mengusap air matanya kasar. "Ah, kenapa aku menangis? Padahal aku tahu kalau aku menyedihkan,"

Another Story [VALIANT] (END)Where stories live. Discover now