1. Beda Raga

263K 26.7K 1K
                                    

-H A P P Y R E A D I N G-

"Shh ...."

Ringisan kecil terdengar dari mulut gadis yang kini terbaring di atas brankar. Ia mencoba membuka matanya perlahan. Pandangan yang pertama kali ia lihat adalah ruangan yang tidak terlalu besar, ada sebuah lemari kaca yang berisi obat-obatan beserta peralatan kesehatan lainnya, dan sebuah sofa panjang.

Dia berusaha untuk duduk. Kepalanya terasa sangat pening sekali. Ia mencoba mengingat-ngingat kenapa dirinya bisa berada di UKS.

"Aiss, gara-gara si Mitta nih gue jadi pingsan."

Ya, dia adalah Araya Chalista. Ia ingat mengapa dirinya bisa berada di sini. Saat akan tengah turun dari tangga ia terjatuh karena kurangnya keseimbangan.

"Bentar, keknya ada yang aneh," ujarnya entah kepada siapa.

"Perasaan UKS sekolah gue gak kaya gini, deh."

"UKS sekolah gue kan kotor, dan gak ada lemari kaca begini, adanya lemari kayu yang udah mau roboh."

Saat di tengah-tengah kebingungannya. Tiba-tiba pintu UKS terbuka lebar, menampilkan seorang gadis dengan bando merah yang terpajang di kepalanya.

"Ray, lo gak papa, kan? Kepala lo gak ada yang luka sama sekali, kan?"

Araya hanya terdiam. Dia bingung siapa orang tersebut. Mengapa orang itu seperti mengenal dirinya, padahal ia sama sekali tidak kenal.

Ah, pasti anggota PMR, batinnya.

"Gue gak papa. Mitta mana?"

"Mitta? Mitta siapa?" tanyanya dengan raut wajah bingung.

"Mitta sahabat gue."

"Sahabat lo cuma gue, Ray."

"Ha?" Araya cengo. Sejak kapan orang ini menjadi sahabatnya? Jelas-jelas dia tidak mengenalnya sama sekali.

"Nama lo siapa?"

"Aneh lo, Ray. Gue Elita, Elita Restantya." Ada nada sedikit kesal di setiap perkataannya.

"Lo kenapa sih, Ray? Amnesia gara-gara kena pukul bola basket?" lanjutnya.

"Bola basket? Jelas-jelas gue pingsan gara-gara jatuh dari pohon mangga."

"Pohon mangga apanya, sih? Lo pingsan gara-gara kena pukul bola basket sama si Alaskar!" ucap Elita sedikit ngegas.

Araya terdiam. Nama yang barusan disebutkan sangat asing di telinganya. Tetapi, sepertinya ia pernah mendengar nama itu.

"Elita ... Alas-ALASKAR?!"

"Iya, Alaskar. Alaskar Galendra."

Kedua bola matanya membulat sempurna. Alaskar Galendra? Itu adalah nama sang tokoh utama dalam novel milik kakaknya Mitta. Tidak mungkin jika ia masuk ke dalam novel.

"Nama gue siapa?" tanya Araya untuk memastikan.

"Lo Araya. Araya Loovany."

Seketika bahunya melemas. Tidak mungkin dia mengalami transmigrasi. Lalu bagaimana nasib tubuhnya di dunia nyata?

"Ray, lo beneran amnesia?" tanya Elita mulai panik.

Araya tersadar dari lamunannya dan langsung tertawa hambar.

"Hahaha ... Gue cuma kena pukul bola basket, bukan jatuh dari lantai dua. Yakali, amnesia," ucapnya seraya masih tertawa.

Elita menatapnya ngeri saat mendengar tawa Araya. Saat itu bel tanda istirahat selesai berbunyi.

"Gue kira lo beneran amnesia. Syukurlah kalo engga."

"Lo mau balik ke kelas, atau istirahat di sini?"

"Gue di sini aja, kepala gue masih sedikit pusing," jawab Araya.

"Okay. Nanti gue izinan ke Bu Hena, gue balik ke kelas dulu."

Sepeninggalnya Elita, Araya termenung. Dia memikirkan kenapa bisa dirinya bertransmigrasi ke dunia novel? Sangat tidak masuk akal. Yang lebih parahnya, ia menempati tubuh sang antagonis.

Araya Loovany. Ia merupakan antagonis cantik dalam novel yang kini ditempati oleh Araya Chalista. Awalnya Araya adalah sang protagonis, namun setelah kedatangan murid baru di kelasnya yang bernama Kirania Adeline. Dia berubah menjadi sang antagonis.

Kenapa? Itu dikarenakan sang tokoh utama laki-laki menyukai gadis bernama Kiran. Dia adalah Alaskar Galendra, sang ketua Ravloska. Anggota Ravloska terdiri lebih dari tiga puluh anggota, dan yang pertama kali yang membentuk Ravloska adalah abang Araya, Aldarren Levarendo.

Araya merupakan anak terakhir dari dua bersaudara. Dia dan Darren hanya berbeda setahun.

Awalnya Araya selalu diperlakukan layaknya seorang queen oleh semua orang disekitarnya, termasuk anggota Ravloska. Namun semuanya berubah saat Alaskar menyukai Kiran.

Araya marah besar saat mengetahui bahwa mereka berdua diam-diam menjalin hubungan dibelakangnya. Dari awal bertemu dengan Alaskar, Araya sudah menaruh perasaan lebih. Namun Alaskar selalu mengabaikannya dan berasumsi kalau Araya hanya bercanda.

Sejak saat itu juga, Araya selalu membully Kiran secara terang-terangan. Sehingga semua orang memberi cap sebagai antagonis kepada dirinya. Darren yang merupakan abangnya pun ikut membencinya, karena dia tidak suka melihat Araya yang membully orang lain, apalagi Kiran yang menurutnya tidak salah sama sekali.

Karena kebenciannya terhadap Kiran yang semakin menjadi. Araya selalu menghalalkan segala cara untuk membuat gadis itu lenyap. Namun di ending cerita, Araya meninggal secara mengenaskan karena ketauan mencelakai gadis milik ketua Ravloska. Dan pelaku pembunuhnya adalah Alaskar sendiri.

Alur cerita yang sangat klise, seperti kebanyakan cerita lainnya.

"Gak! Gue gak boleh mati konyol gara-gara cinta!" ujar Araya tersadar dari lamunannya. Dia menggelengkan kepalanya beberapa kali.

"Gue rasa ini cuma mimpi."

Araya mencubit lengannya untuk memastikan ini mimpi atau tidak.

"Aw! Kok sakit anjir. Berarti gue gak lagi mimpi dong?" tanyanya entah kepada siapa.

"Gak elit banget, sih. Masa cuma gara-gara gue jatuh dari pohon mangga nyampe transmigrasi kek gini."

Mata Araya menangkap sebuah benda pipih di atas meja samping brankar. Sudah bisa dipastikan itu ponsel miliknya sekarang. Ia segera mengambil ponsel tersebut dan membuka aplikasi kamera.

Araya terbengong melihat wajahnya di layar kamera. Kedua matanya mengerjap beberapa kali.

"Kok muka gue masih sama? Perasaan kalo gue baca cerita yang transmigrasi gitu, wajahnya berubah jadi cantik. Lah, napa wajah gue gak berubah?"

Araya jadi bingung sendiri. Dia menghela napas panjang seraya kembali merebahkan tubuhnya.

"Kalo gue di sini, berarti di dunia nyata gue metong, dong?"

Kedua matanya membola saat sadar akan ucapannya sendiri.

"HUAAA ... EMAK, ARAYA GAK MAU MATI!!!"

-batas suci-

TRANSMIGRASI ARAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang