34. Darren dan Kiran?

142K 20.1K 1.9K
                                    

- H A P P Y R E A D I N G -

***

12 tahun yang lalu ....

"Di hari ulang tahun kamu yang kelima tahun, kamu mau hadiah apa dari Mama sama Papa?"

Gadis kecil yang rambutnya dikepang dua terlihat berpikir dengan raut wajah serius namun terlihat menggemaskan.

"Aya mau punya abang!" ucap Araya kecil dengan semangat.

Irawan dan Arumi mengernyitkan keningnya bingung. Irawan terkekeh mendengar keinginan putri semata wayangnya.

"Gak bisa Aya. Kamu kan anak pertama Papa sama Mama."

Araya mencebikkan bibir, raut wajahnya berubah sendu.

"Tapi Aya mau abang, Pa. Aya bosen main sendirian."

Arumi melirik suaminya dengan tatapan bingung. Irawan tersenyum ke Araya sembari tangannya mengelus surai lembut milik putrinya.

"Besok kita cari abang buat kamu."

Kedua bola mata bocah itu membulat sempurna. "Beneran? Papa gak bohong, kan?"

"Enggak, sayang."

"Jangan bohong ya. Kalo bohong nanti hidung Papa panjang kayak pinokio," ancam Araya kecil.

Irawan dan Arumi tertawa pelan mendengar ancaman putrinya.

"Iya putri kecilnya Papa."

Araya tersenyum dengan lebar. Dan benar saja, keesokan harinya kedua orang tua Araya membawa gadis kecil itu ke sebuah tempat.

"Panti asuhan Kasih Bunda."

Araya membaca papan yang terpajang di depan sebuah bangunan yang di halamannya terdapat banyak anak kecil yang seumuran dengan dirinya.

"Ayo masuk," ajak Arumi.

"Kita ngapain ke sini, Ma? Papa sama Mama mau titipin Aya ke panti asuhan?"

"Enggak, Sayang. Katanya kamu mau abang, Mama sama Papa akan kasih abang buat kamu," jelas Arumi.

Araya kecil tidak mengerti dengan ucapan Mamanya. Namun mendengar kata abang seketika dia tersenyum lebar.

Keluarga Araya bertemu dengan pemilik panti asuhan ini, yaitu Bu Nirma. Kedua orang tuanya terlihat mengobrol dengan Bu Nirma. Araya kecil hanya menyimak saja karena tidak tau apa yang mereka bicarakan. Matanya terus melihat ke sekeliling, mengamati anak-anak panti asuhan itu.

"Anak manis ini namanya siapa?" tanya Bu Nirma dengan lembut.

"Araya Loovany, biasanya Papa sama Mama manggilnya Aya," jawab Araya polos.

Bu Nirma mengangguk seraya tersenyum. "Aya mau punya abang?"

Araya mengangguk dengan bersemangat.

"Aya boleh pilih di antara semua anak-anak di sini untuk jadi abang Aya."

Araya mengerjapkan matanya beberapa kali mendengar perkataan Bu Nirma. Ia melirik ke arah orang tuanya.

TRANSMIGRASI ARAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang