14. Levator

198K 23.8K 261
                                    

-H A P P Y R E A D I N G-

***

"Yah ... gerbangnya ditutup."

Araya menatap nanar gerbang sekolah yang sudah tertutup sempurna. Dia memajukan bibir bawahnya karena sedih tidak bisa masuk ke dalam. Kalaupun bisa, pasti ia akan mendapatkan hukuman.

"Lo bisa lewat jalan yang biasa anak-anak lewati buat kabur," saran Nathan yang belum beranjak pergi.

"Belakang sekolah? Yakali gue harus manjat."

"Lewat gerbang juga bisa. Tapi resikonya lo bakal dapet hukuman."

Araya terlalu malas untuk menjalani hukuman. Walaupun paling hukumannya hormat kepada bendera merah putih, atau juga membersihkan toilet belakang sekolah.

"Mau bolos bareng gue?"

Araya menoleh ke arah Nathan yang masih setia duduk di atas kuda besinya.

"Lo gak bakalan ke sekolah?"

Nathan mengedikkan bahunya. "Kalo lo mau bolos, nanti gue temenin."

"Gak usah, gue masuk lewat gerbang aja. Masalah hukuman belakangan."

"Yakin?"

"Enggak, sih," jawab Araya dengan nada memelas membuat laki-laki itu terkekeh.

"Kalo mau bolos, ayo bareng gue. Sekalian gue juga mau bolos," ajak Nathan sekali lagi.

"Lo niat bolos demi gue?" ucap Araya dengan percaya dirinya.

"Kepedean lo. Gue bolos karena temen-temen gue juga bolos, bukan karena lo."

"Kirain demi gue," ucap Araya sembari menatap Nathan datar.

"Kalo mau ikut bolos, buruan naik. Kelamaan di sini bisa ketauan penjaga sekolah."

Araya melirik ke arah gerbang sekali lagi, lalu menghembuskan napasnya berat. Tidak ada salahnya membolos untuk kali ini saja, dia terlalu malas untuk menjalani hukuman.

Walaupun Araya merasa tidak aman bersama Nathan. Laki-laki tersebut memang terlihat baik diluar, namun di novel yang Araya baca bahwa Nathan adalah seseorang yang pandai bermuka dua.

Akan tetapi untuk saat ini, Araya ingin tau bagaimana seorang Nathan yang sebenarnya. Apakah yang semua diceritakan di dalam novel itu benar atau tidak. Nathan sendiri tidak satu sekolah dengan para tokoh utama, dia bersekolah di tempat sebelum Kiran pindah ke SMA STARLING.

Sepanjang perjalanan keduanya tidak ada yang berbicara. Araya sibuk mengingat setiap bagian cerita yang mungkin dia lupakan. Sesekali Nathan melirik ke kaca spion, bibirnya melengkung tipis tanpa sadar saat melihat wajah Araya yang tertutup masker.

***

Indra penglihatan Elita sesekali melirik ke pintu. Dia menunggu dengan cemas karena sahabatnya yang tak kunjung datang, padahal jam pelajaran pertama sudah dimulai sejak tiga puluh menit yang lalu.

Dia sudah beberapa kali mencoba menghubungi Araya, namun ponselnya tidak aktif sama sekali.

"Nih anak kemana, sih? Bikin gue khawatir aja."

Bagi Elita, Araya adalah teman yang baik. Mungkin orang-orang yang tidak mengenal Araya akan mengatakan kalau gadis itu seorang antagonis. Padahal Araya bukanlah antagonis, dia hanya bersikap seenaknya kepada Kiran saja, karena sudah merebut Alaskar dan juga posisinya di Ravloska. Selebihnya Araya tidak peduli kepada siapapun, kecuali ada orang yang berani mengusiknya seperti Yolla.

TRANSMIGRASI ARAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang