[ xavier x aamon ] • like you

3.2K 218 12
                                    

Xavier menatap tajam kearah Aamon yang tampak sibuk berbicara dengan seorang adik kelas bernama Natan, tapi bagaimana lagi? Demi menjaga statusnya sebagai seorang ketua OSIS, Xavier hanya bisa menatap Aamon dari kejauhan.

"Oi, sampai kapan kau menatapnya?" Benedetta yang merupakan wakil ketua, menatap heran kearah Xavier lalu berganti kearah Aamon dan Natan. Xavier mengabaikan Benedetta begitu saja, lalu langsung berjalan masuk ke dalam ruangan OSIS.

Cklek.

"Kau menyukai Natan kah?" Tanya Benedetta lagi, Xavier duduk di sofa ruangan lalu menghela nafas panjang. Ia melirik kearah Benedetta yang tampak masih penasaran, "apa urusannya denganmu?" Tanya Xavier balik.

Benedetta duduk di samping Xavier, lalu menyilang kedua kakinya. "Tidak ada, kecuali kau membutuhkan bantuanku." Balasnya enteng, Xavier menengok kearahnya dengan ekspresi jengkel.

"Lebih baik kau pikirkan cara membeli rok baru yang lebih panjang." Saut Xavier, lalu berdiri dari sofa. Benedetta mengerutkan keningnya, "hei, rok ku tidak sependek itu." Ucapnya tidak terima lalu berdiri, menyusul Xavier.

***

"Aamon."

Pria yang dipanggil namanya menengok, mendapati Xavier sembari membawa beberapa buku. "Apa?" Balasnya dingin, Xavier berjalan menghampiri Aamon lalu menepuk pundaknya.

"Ada waktu sebentar? Ada yang ingin ku bicarakan-"

"Ah, kak Aamon. Apakah kau menunggu lama?"

Aamon dan Xavier bersamaan menengok kearah Natan yang baru keluar dari kelasnya, seketika lorong sekolah langsung dipenuhi keramaian. Xavier menyipitkan matanya, lalu langsung berjalan meninggalkan Aamon.

"Xavier? Hei!" Seru Aamon bingung menatap kepergian Xavier secara tiba-tiba, ia beralih ke Natan.

Natan langsung paham situasi, "ah, maaf. Ganggu ya?" Balasnya tidak enak. Aamon menggeleng, "tidak, ayo jalan." Ajaknya santai. Mereka berdua berjalan bersama kearah perpustakaan.

..

Xavier berhenti di depan ruang kelas yang kosong, ia menghela nafas panjang. "Jadi, bagaimana?" Tiba-tiba Benedetta dari belakang, berhasil mengagetkan Xavier. "Sialan Bened! Kau membuatku kaget!" Balasnya.

Benedetta memiringkan kepalanya, "kenapa? Kau seperti orang yang panik karena kepergok sesuatu. Hayo." Ucapnya. Xavier menutup sekilas wajahnya dengan buku, lalu kembali memberikan ekspresi datar.

"Tidak ada, berhenti kepo kepadaku." Balasnya lalu berjalan.

"Hee, apakah kau berhasil mengajak Natan itu pergi?? Atau yang lain?" Benedetta mengekori Xavier kearah ruang Perpustakaan.

Tiba-tiba Xavier berhenti secara mendadak, membuat Benedetta tertabrak. "Ouch." Keluhnya, lalu mengusap hidungnya. Xavier memberikan ekspresi tidak suka kearah ruangan perpustakaan, hal itu berhasil memancing Benedetta ikutan mengintip.

Aamon dan Natan tampak asik belajar bersama, Benedetta menyenderkan kepalanya di pundak Xavier dari belakang.

"Ternyata kau memang menyukai Natan ya?"

Xavier langsung kembali berjalan begitu saja, meninggalkan Benedetta di depan pintu perpustakaan. "Dasar, tidak mau mengaku." Gumam Benedetta, Aamon yang menyadari bahwa ada Benedetta sontak berdiri.

"Bened."

Panggil Aamon menghampirinya, "ah Aamon, ada apa?" Tanya Benedetta. Aamon tampak berpikir sejenak, lalu menatap kearah Benedetta dengan lurus. "Apakah kau melihat Xavier? Tadi, ia sempat mengajak ku berbicara.. tapi saat kelas 11 bubaran, ia langsung pergi begitu saja." Balasnya jelas.

Benedetta seketika terdiam, lalu perlahan sadar. "Oh! Jadi selama ini kau yang Xavier incar!" Seru Benedetta, Aamon terkejut kaget karena sikap kawannya yang mendadak berubah.

Tangan Benedetta menepuk pundak Aamon dengan kuat, "jujur sekarang Aamon, apakah kau memiliki perasaan dengan adik kelasmu itu hm??? Natan?" Tanyanya. Aamon mengerutkan keningnya,

"jelas tidak, kami memang sering belajar bersama.. karena Natan akan mengikuti ujian kenaikan kelas kan." Balasnya.

Perlahan Benedetta tersenyum miring, lalu langsung beranjak pergi menyusul Xavier. "Baiklah, semangat belajarnya." Ucapnya, Aamon menatap bingung kearah Benedetta. 'dia bahkan tidak menjawab pertanyaanku.' pikir Aamon.

***

"Xavier, hei, Xavier."

Xavier perlahan menengok kearah Benedetta dengan malas, "apa?" Balasnya. Benedetta mengeluarkan sebuah tangkai bunga dan coklat, "bagaimana jika kau coba berikan padanya saat jam istirahat OSIS?" Tawarnya.

"Ha? Siapa?" Tanya Xavier bingung.

"Kau, menyukai Aamon kan?" Tebak Benedetta dengan ekspresi serius, wajah Xavier yang awalannya datar perlahan berubah merah padam. Ia melebarkan matanya, "darimana.. darimana kau tau?!" Balasnya.

"Pftt- hanya keberuntungan saja, jangan khawatir.." ucap Benedetta santai.

"Kau.." Xavier mendadak berdiri dan menatap serius kearah Benedetta, bertepatan dengan pintu club OSIS yang terbuka. Aamon yang baru saja selesai dari toilet, ia menatap polos kearah kedua temannya.

"Ah, Xavier. Rupanya kau disini." Ucap Aamon menatap Xavier.

"Aamon, aku juga ingin berbicara padamu." Balas Xavier menatap Aamon.

Benedetta yang merasa jadi orang ketiga, sesegera mungkin mundur perlahan lalu keluar ruangan OSIS. Sekarang menyisakan mereka berdua.

"Kau duluan." Ucap Xavier mempersilahkan Aamon, "aku hanya ingin bertanya.. kenapa tadi kau pergi secara tiba-tiba? Padahal keliatannya kau belum sempat berbicara." Tanya Aamon penasaran.

Sial, Xavier menyipitkan matanya lalu perlahan memasukkan coklat serta bunga pemberian Benedetta tadi. "Tidak.. hanya saja, disitu cukup ramai dan aku takut kau tidak bisa mendengarku saat berbicara." Balasnya.

Aamon berjalan mendekat kearah Xavier, sekarang posisi mereka saling berhadapan cukup dekat. Xavier bersender di meja OSIS, "begitu ya, lalu hal apa yang ingin kau tanyakan?" Lanjut Aamon bertanya.

Xavier menyilang kedua tangannya, "sebenarnya.. aku tidak ingin kau dekat dengan Natan, Aamon." Ucapnya dengan nada serius.

Aamon mengerutkan keningnya, "kenapa? Kau menyukainya huh?" Balasnya.

Xavier berdecih lalu menggeleng, ia berdiri tegak lalu tampak memegang lengan Aamon. "Tidak." Balasnya singkat, hal itu membuat Aamon bingung.

Jarak wajah mereka cukup dekat.

"Tapi aku menyukaimu." Lanjut Xavier, ia mengecup sekilas bibir Aamon lalu langsung melepaskan genggamannya. Xavier beranjak pergi, dan meninggalkan coklat serta bunga di meja tersebut.

Cklek.

Aamon terdiam, lalu perlahan memegang bibirnya sendiri. Kupingnya memerah, lalu tampak mengerutkan keningnya. 'apa-apaan barusan..' pikir Aamon, lalu menatap kearah bunga dan coklat tersebut.

Melainkan Xavier berjongkok di depan pintu OSIS, menutup wajahnya dengan kedua tangan. Yang pasti sudah merah padam, Benedetta yang mengintip dari kejauhan hanya bisa terkekeh geli.

_______

END

𝗡𝗢𝗩𝗘𝗟𝗟𝗘 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang