BAB 19 . Ungkapan

8 4 0
                                    

Sesampainya di rumah bekas nenek mereka segera turun dan membantu Gabriel untuk memasukkan mobil nya ke dalam garasi rumah. Untungnya rumah nenek nya tidak di jual oleh om Tirta hanya di rawat setiap satu tahun sekali om Tirta pasti pulang untuk mengecek rumah tersebut.

Gabriel membantu Zia dan kakak nya menurunkan barang-barang mereka bertiga. Setelah menurunkan semua barang-barang mereka, Zia merebahkan tubuhnya di atas sofa yang dulu pernah ia tiduri bersama nenek nya. Setiap tidur nenek nya pasti selalu mengelus-elus nya mengipasi jika panas agar diri nya tak rewel.

"Rumah nya berasa banget ya nyaman nya" ujar Gabriel yang ikut merebahkan tubuhnya di kasur yang di tiduri Zia.

"Iya, karena banyak banget kenangan nya. Makanya berasa nyaman. Hehe"

"Nenek kamu kalau lihat kamu pasti bangga bisa ngelihat cucu-cucu nya yang masih bertahan hidup tanpa dirinya"

"Bahkan mama kamu pasti juga bangga sama kalian berdua. Aku yang cuma temen kamu, kadang terharu denger perjalanan hidup kalian yang ternyata lebih menyakitkan dari pada aku"

"Kalian selalu terlihat semangat dan seakan-akan engga terjadi apa-apa sama kalian. Padahal banyak hal yang sedang kalian lewati bersama"

"Aku salut banget sama kalian berdua yang bisa kerjasama. Kalian hebat"

"Hehe. Dulu nenek aku pernah bilang ke aku, kalau di saat nenek engga ada yang ada di sisi aku pastinya cuma kak Kenzo, cuma dia yang akan bisa ngedukung aku, dan cuma dia yang akan aku dukung. Dari situ lah kalau kita ada masalah pasti selalu di selesaikan baik-baik. Aku juga bersyukur punya kakak yang sesabar kak Kenzo"

"Kata aku, kalian sama-sama beruntung"

"Nenek kamu juga hebat, mama kamu juga om Tirta juga. Mereka keliatan berjasa banget buat kalian berdua"

"Tentunya mereka sangat berjasa buat aku sama kak Kenzo. Mama meninggal demi melahirkan aku ke dunia. Nenek yang menjaga aku dan kak Kenzo di saat masih kecil. Dan om Tirta yang selalu jadi penghibur kita, om Tirta yang selalu membiayai sekolah kita, sampai Kak Kenzo lulus SMA. Kak Kenzo engga milih lanjut kuliah, walaupun sebenarnya dulu sempet kuliah tapi engga lama dia keluar karena ya kayak yang aku ceritakan ke kamu. Karena kondisi ekonomi kita, karena kita engga mau bergantung sama om Tirta lagi"

Gabriel tersenyum. Lalu tak lama suasana kembali hening. Gabriel tiba-tiba saja mengeluarkan ucapan yang membuat Zia terbingung dengan ucapannya

"Zia, jujur sama aku. Kali ini aja. Karena aku udah ngerasa capek ngependem ini padahal baru sebentar aku ngependem nya tapi aku ngerasa aku bukan tipikal orang yang bisa ngependem rasa terlalu lama"

"Kamu suka aku?" Tanya Gabriel secara spontan. Ini terasa sedikit canggung tapi membuat Gabriel sedikit lega juga. Zia termenung.

"Aku rasa iya"

"Kita sama-sama punya rasa antara satu sama lain Zia"

"Aku mau ngajak kamu ke jenjang yang lebih dari seorang teman"

"Maksud kamu??"

"Aku mau ngajak kamu pacaran" Zia terbungkam dengan perkataan Gabriel.

"Aku engga mau maksa kamu buat ngajak kamu ke jenjang itu. Itu semua terserah kamu"

"Aku mau." Gabriel sontak terdiam dengan jawaban Zia. Apakah ini mimpi bagi Gabriel

"Sure?"

"Yea... Aku peka akan perasaan kamu ke aku sejujurnya, kelihatan banget dari effort kamu Gabi. Kamu selalu ada di samping aku, bahkan sekarang. Di saat aku menceritakan semuanya tentang keluh kesah aku itu ngebuat aku ngerasa kamu orang yang baik buat aku. Aku tipikal anak yang jarang cerita banyak hal ke orang, bahkan ke temen. Tapi kamu, selalu ngebuat aku mau ngeluarin unek-unek aku yang selalu menghambat ku" jawab Zia 

"Tapi aku takut Gab. Aku takut kalau anak-anak sekolah kita jadi benci sama aku"

"Itu gampang Zia. Kita bisa backstreet?"

"Backstreet?" Ucap Zia yang mengulangi ucapan Gabriel. Gabriel mengangguk.

"Kamu tau kan??"

"Iya aku tau, tapi kalau ada yang bocorin gimana??"

"Udah gausah pikirin itu. Mau kamu di jelek-jelekkan sama siapapun itu yang bagi mereka bisa ngebuat aku gak suka kamu lagi itu enggak akan mungkin. Karena kamu pilihan hati aku, dan  orang tua aku juga setuju akan pilihan aku naruh rasa ke kamu. Bahkan mereka selalu ngedukung aku buat ngedeketin kamu"

"Orang tua? Kamu ceritain aku ke orang tua kamu?"

"Iya. Mereka tau kamu, aku pernah kasih tunjuk foto kamu. Kata bunda kamu cantik. Bahkan papa aku aja sampai bilang kamu juga cantik"

"Ihhh!!"

"Hahahaha, kenapa?? Memang bener loh Zia"

"Maluuuu!!!" Rengek Zia yang menutup wajah nya dengan kedua tangan nya karena pipi nya yang sudah memerah akibat merasa malu, dan di campur salah tingkah. 

Gabriel hanya terkekeh gemas melihat Zia yang salah tingkah. "Orang tua aku mau banget ketemu kamu, sambil ngobrol-ngobrol sama kamu"

===

Kini matahari sudah tenggelam sepenuhnya, dan jarum jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Zia sekarang sedang berada di sebuah rumah makan bersama dengan Gabriel dan Kenzo. Mereka asyik mengobrol dan bercanda ringan sembari menikmati bakso yang mereka pesan sebelumnya.

"Ke makam mama kapan kak?" Tanya Zia sembari mengunyah bakso yang ia makan.

"Besok aja gimana? Bisa kan Gabriel?"

"Bisa-bisa aja"

"Yaudah besok aja ya"

"Iyaa"

Setelah obrolan singkat mereka soal kegiatan mereka besok, mereka bertiga pun melanjutkan makan nya kembali. Lalu setelah melakukan acara makan-makan mereka segera membayar setelah itu kembali pulang ke rumah untuk lanjut istirahat. Lagi pula ini juga sudah malam, tidak terlalu baik untuk Zia. Walaupun ia di jaga selalu oleh Gabriel ataupun Kakak nya Kenzo

Sesampainya mereka di rumah nya. Kenzo segera pergi ke kamar untuk istirahat sedangkan Zia dan Gabriel duduk berdua di ruang tengah untuk menonton acara Televisi bersama sembari mengobrol ringan. Mereka membahas hal random agar tak terjadi keheningan di antara kedua nya. Mereka mengobrol dengan nada yang sedikit lirih karena sudah malam juga, ia tak mau mengganggu kakak nya yang sudah beristirahat di kamar

"Zia"

"Iya?"

"Nanti kita usahain lebih Cepet ya pulang Jakarta ya"

"Iya, kita disini cuma buat nganterin kakak aku ke makam. Emm, ngomong-ngomong, makasih banyak ya, Gabi. makasih banyak udah ngeluangin waktu kamu buat aku, nganterin aku sama kakak aku ke Kediri" ucap Zia sedikit menundukkan kepala nya 

Gabriel tersenyum. "Sama-sama" balas Gabriel dengan nada suara nya yang lembut.

"Yaudah, ayo tidur udah malam. Besok kalau gak bisa bangun gak bisa sholat subuh juga kan?"

"Aku ke kamar duluan ya. Night Gabi, dadahh "

"Have a nice dream, pretty" ucap Gabriel lirih membuat Zia tak bisa mendengar nya. 

Gabriel masih duduk diam di sofa tua yang ia duduki sebelumnya bersama Zia. Sofa tersebut terlihat masih benar-benar bagus walaupun sudah tua. Gabriel menidurkan tubuh nya di sofa tersebut. Ia tak ingin tidur di kasur. Ia lebih suka tidur di Sofa. Bahkan di rumah aja ia tetap memilih sofa untuk ia tiduri saat malam. Entah rasanya sofa lebih nyaman dari pada Kasur. Ia menatap plafon putih di atas nya sembari tersenyum tipis lalu mulai terlelap dalam mimpi

Kebahagiaan Arzia // Jake Enhypen [ Complete ]Where stories live. Discover now