19. Maaf yang Tak Cukup

223 9 0
                                    

Suasana halaman Grand Plaza telah dipadati oleh gerombolan orang yang berdesak-desakan mengambil foto peresmian pusat mode terbesar di Asia. Gedung berarsitektur modern dengan sentuhan khas italian mengagung tinggi di tengah kota Metropolitan. Puluhan pers dari beragam agensi bersiap mengabadikan momen pengguntingan pita yang akan dilakukan beberapa menit lagi. Tak hanya itu, disekeliling gedung turut pula dipenuhi oleh puluhan orang berseragam yang ditugasi untuk menjaga keamanan.

Dari jauh, seorang perempuan memantau kerumunan itu dengan sorot dingin yang memancar di balik kaca mata hitam. Tak ada yang tahu wanita cantik yang rambutnya dikuncir kuda itu menyimpan senjata api di balik jaket bewarna beige yang dipakainya. Sekilas, ia seperti singa betina yang mengincar seseorang di tengah kerumunan manusia itu.

"Tertawalah sepuasmu karena setelah ini akan kupastikan kau akan mati di tanganku." Siapapun yang mendengar gumamannya akan merinding ketakutan. Wanita itu diliputi hawa mematikan disekelilingnya.

"Tes... Tes..."

seseorang di tengah kerumunan mengecek mic sebelum acara peresmian dimulai.

"Baiklah saudara-saudari sekalian... Hari ini, kita akan bersama-sama meresmikan pusat fashion terbesar di Asia yang dipimpin oleh Mr. Thom- "

DOR!

Gelagar bunyi tembakan membuat seluruh orang yang ada disana memekik dan refleks merunduk.

"DADDY!"

Melissa menjerit kuat saat melihat Thomas tersungkur dengan darah yang mengucur deras dari kepalanya. Tak lama seletahnya, gerombolan orang berseragam kalang kabut melesat ke tempat kejadian.

Berbeda degan kebanyakan orang yang langsung menghambur kesana kemari kepanikan, Raline justru mengedarkan pandangannya ke atas. Bukan dia yang melepaskan pelatuk, tapi orang lain yang Raline duga sebagai penembak runduk yang melepaskan tembakan dari atap salah satu gedung tinggi disana. Tatapan Raline terus berpendar mengitari sekitar.

Matanya baru berhenti setelah menemukan sosok berpakaian hitam dengan wajah yang tertutup kain terlihat mencurigakan. Sosok tersebut menenteng box berbentuk balok panjang yang Raline curigai sebagai wadah senapan api. Raline terbelalak ketika sadar bahwa sosok itu mirip dengan sosok penyelamatnya kemarin.

Raline berlari kecil mengikuti langkah sosok tersebut yang memasuki gang kecil. Menyelinap diantara kerumunan adalah keahliannya. Ia terus menjaga matanya agar tidak sampai kehilangan jejak sosok itu.

Langkahnya terhenti saat aroma yang tak pernah gagal kenali masuk ke indra penciumannya. Bau citrus berpadu segar lemon dan sensasi woody menyerbak di setiap sisa langkah sosok itu. Mungkin terdengar tidak mungkin, tapi Raline berpikir sosok tersebut adalah Ranu. Dan hanya ada satu cara untuk membuktikannya.

"Halo?" Raline menempelkan benda pipih ke telinganya. Langkahnya masih bergerak membuntuti seseorang.

"Tidak bisa. Hari ini aku akan ke makam seseorang."

Ponsel itu menjauh dari telinga. Bayangan Raline merayapi dinding tembok pembatas usang. Sosok itu menuntunnya ke dalam bekas stadion futsal. Melihat punggung sosok lelaki itu semakin menjauh membuat Raline merogoh benda berisi peluru yang tersemat di jaketnya.

Dor!

Bunyi tembakan yang dilepaskan ke atap membuat sosok itu berhenti.

"Angkat tangan atau kutembak" seru Raline. Pistolnya mengarah ke punggung lelaki itu.

Lelaki itu meneguk ludahnya. Ia meletakkan box bawaannya dan menuruti perintah suara wanita itu.

Raline menyeringai, "Aku tahu kau yang menembak tadi. Aku juga tahu kau adalah bajingan yang lancang menggangguku kemarin. Katakan siapa kau?"

If Something Happens I Love You: THE UNFORGIVABLE MISTAKEWhere stories live. Discover now