Kilas Balik

6.2K 570 73
                                    

5 atau 6 tahun yang lalu, mungkin.

"Garindra! Lo di mana? Kita sewa studio dua jam abis dipake nungguin lo, anjir!"

"Bentar, nyokap gue belom pergi." Dengan handphone di telinga. Garin mengintip ke lantai bawah. Berdiri dekat pagar pembatas lantai dua dengan gelisah. Jam segini harusnya Mama sudah pergi.

"Lagi ngapain, Rin?"

Garin melirik. "Mama kok gak pergi-pergi sih, Bang?" Bukannya menyahut pertanyaan si abang, dia malah balik bertanya. Ekspresi wajahnya sekarang, antara gelisah dan kesal.

"Mau ke mana?" tanya abangnya lagi.

Garin menunjukkan tas gitar di punggungnya. Membuat abangnya menghela napas.

"Cari masalah aja lo. Seminggu lagi ujian, belajar kek. Mama gak akan ngebiarin lo main," celoteh si abang, Gamaliel. Si papan datar yang sayangnya tampan.

Garin memutar bola mata, tak merespon dengan sahutan. Abangnya lalu melanjutkan langkah dengan helaan napas lelah, sudah bodo amat dengan tingkah adiknya. Garin lanjut memantau Mama yang biasanya setiap weekend pasti pergi dengan adik kecilnya, untuk melatih bayi 1 tahun lebih itu segala hal.

Terdengar suara pukulan drum yang kencang dari handphone, membuat Garin tersadar bahwa telepon masih tersambung.

Tampak di bawah. Mama memberikan sang adik kepada Gama. Garin segera berlari ke kamar saat mamanya terlihat berjalan ke arah tangga.

Putar otak ... Putar otak.

Garin mondar-mandir di dalam kamar. Kalau dia pergi lewat balkon kamar, menjatuhkan tubuh ke halaman lantai bawah ... Bisa sih, paling sakit dikit, tapi resikonya si gitar kesayangan nanti rusak.

Pikir lagi ... Pikir lagi.

Garin berhenti melangkah. Matanya melebar dengan bibir perlahan mengembangkan senyum. Kebetulan dia pernah ikut ekskul pramuka, ada tali yang akan menjadi penolongnya. Jadi, Garin akan ikat gitarnya dengan tali kur untuk menurunkannya ke bawah. Kemudian nanti, Garin akan ke luar lewat pintu depan. Bisa pamitan dulu ke mamanya, pura-pura mau belajar bersama teman-teman. Klise. Tapi, cukup oke. Garin tersenyum nakal. Melangkah mengambil tali yang dia butuhkan.

Seperti yang telah dibayangkan. Rencananya sempurna. Bahkan mamanya memberikan uang jajan untuk Garin beli makanan, jika nanti lanjut belajar sambil santai-santai di Cafe.

Saat Garin mengambil gitar. Tampak ada Gama di dalam rumah, melirik ke dinding kaca yang dilapis korden transparan. Garin melambaikan tangan pada abangnya itu lalu pergi dengan senyuman lebar. Gama pasti sedang menghela napas panjang di dalam.

-

"Sorry ... sorry ... sorry. Kita nambah deh sejam, gue yang bayarin," ucap Garin. Begitu sampai di Studio, langsung dihadiahi pelototan dari teman-temannya. Ada Kiki--si pemegang drum, Anka--bassis, Nobi--keyboard, dan Avo--gitar yang nyambi jadi vokal ke dua. Garin sendiri, dia pegang gitar dan menjadi vokalis utama. Nama band mereka adalah "Rebels". Ya, orang-orang rebel semua memang. Para pemberontak. Seminggu lagi mau ujian akhir sekolah, malah fokus ngeband.

-

"Try out aja ada remidinya, anjir! Gak berguna banget." Garin baru bisa bergabung dengan keempat temannya, duduk di tempat tongkrongan mereka. Warung bilik yang jaraknya lumayan jauh dari sekolah, soalnya mereka ngerokok, kalau yang jarak dekat nanti kegep. Semua juga pake jaket supaya tidak ketahuan anak mana.

"Nyokap lo mantan dosen, punya anak kok goblok, bahasa Indonesia aja pake remidi."

Garin terkekeh, mendengar ledekkan Avo. Mau marah juga ... yaa ... emang iya.
Telat nongkrong gara-gara cuma dia doang yang remedial dari kelima anak tongkrongannya yang padahal pada dasarnya otak mereka sama, gak ada yang pinter.

EGO (Selesai) Where stories live. Discover now