PART 13

7K 725 107
                                    

Di pagi hari Gama pulang, untuk mandi dan berganti pakaian, lalu kembali ke rumah sakit dengan sekantong belanjaan. Garin sudah terbangun, sedang berbaring menyamping dengan kepala ranjang naik.

"Mau minum susu atau jus?" tanya Gama, meletakkan belanjaannya itu di atas nakas. Garin menoleh.

"Jawab," sahut Gama memaksa dengan tatapan datar.

"Susu," Garin menyahut pelan. Di dalam kantong belanjaannya, Gama mengambil sekotak susu UHT, menarik kursi lalu duduk di sana, mengocok sebentar susu itu, memasukkan sedotan, kemudian menyodorkannya ke dekat mulut Garin. Garin melirik Gama sekilas sebelum mulai meyedot susu, keningnya kemudian mengkerut.

"Kenapa?" tanya Gama. Garin tampak sedang merasa sakit.

"Tenggorokan gue sakit," ucap Garin.

Gama tidak tahu harus berbuat apa, masih sedikit canggung jika harus tiba-tiba berubah sikap. "Nanti juga baikkan, lo harus banyak minum," katanya.

Dengan kening terus mengkerut, Garin memaksakan menyedot susu yang dipegang Gama, sembari meyakinkan diri kalau telinganya tak salah mendengar, Gama baru saja berbicara dengan nada lembut padanya.

-

"Lo udah maafin gue?" Garin akhirnya bertanya saat Gama akan menyuapinya sarapan. Merasa Gama sekarang memperlakukannya lebih baik walaupun itu membuatnya jadi sedikit bertanya-tanya karena ini terlalu tiba-tiba, waktu itu Gama masih berbicara dengan nada tinggi padanya saat kejadian Putra, tapi apa artinya sekarang abangnya sudah mulai memaafkan? Terlepas dari waktu yang tiba-tiba itu, hati manusia kan memang bisa berubah dengan cepat. Ah, tapi Garin tidak mau terlalu berharap.

"Lagi gue coba," sahut Gama, tanpa menatap.

Mendengarnya Garin tersenyum tipis. "Makasih," ucapnya.

Gama tak menyahut, dia menyendok nasi tim dengan suwiran ayam dan potongan sayur kecil, menyuapkannya ke mulut Garin.

"Udah, Bang, mual, nyesek ke dada."

Padahal baru suapan kedua. Tapi Gama tidak memaksakan, kata dokter dijeda saja, nanti suapi lagi selang satu jam. Gama memberikan minum. "Kencing lo masih sakit?"

Alis Garin terangkat.

"Hagi nanyain, hari ini dia gak bisa ke sini," sahut Gama.

"Udah gak terlalu," kata Garin.

Gama mengangguk. Suasana pun jadi hening canggung.

"Kayaknya rambut lo mending diabisin aja deh."

Garin memegang rambut, mencabut sejumput dengan mudah.

"Rin--" Gama melotot. Garin malah tersenyum memperlihatkan hasil cabutannya. Rambutnya makin terlihat aneh, botak mulai menyebar tidak rapi.

"Nanti gue ke barbershop kalo udah kuat jalan."

"Gak usah jauh-jauh, nanti siang gue bawa hair clippers, biar gue yang abisin."

"Emang lo bisa?" Garin ragu, takut kulit kepalanya ikut dihabisin sama Gama, dia kan belum sepenuhnya memaafkan.

"Apa sih yang gak gue bisa, botakin lo doang," ucap Gama, meremehkan. Membuat Garin menelan ludah, dia malah makin jadi takut.

--

Siangnya Gama pulang untuk membawa hair clipper seperti yang sudah dia janjikan untuk membotakki Garin siang ini, tapi Garin lebih berharap Gama tidak menepati janjinya. Dan ya, Gama belum juga kembali saat siang sudah terlewat sampai sore menjelang.

Sejak siang, kepala Garin tiba-tiba sakit. Bukan pusing yang biasa mendera, tapi ini sakit, bermula dari bagian atas, menyebar ke sisi kanan, kiri, dan sekarang belakang. Membuatnya harus tidur bertumpu pada papan untuk makan. Menumpukan jidatnya. Dokter sudah berkunjung dan menyuntikkan obat, tinggal menunggu reaksinya. Pintu kamar terbuka, pasti Gama. Garin tidak sanggup mengangkat kepala walaupun punggungnya sudah pegal, dari tadi dalam posisi seperti itu.

EGO (Selesai) Место, где живут истории. Откройте их для себя