HM || 09

261 26 0
                                    

******

“Kalau suka itu bilang jangan cuman lihatin doang, jadi cowok itu harus berpendirian. Gimana mau jadi calon imam yang baik kalau tidak punya pendirian,” celetuk Alda yang tiba-tiba muncul disamping Hazim.

Laki-laki 28 tahun itu menatap jauh ke bawah sana, dimana terdapat Jasmine yang tengah sibuk menyiram bunga-bunga dihalaman rumahnya.

Seminggu lebih berlalu, kaki Jasmine perlahan sembuh walaupun belum sepenuhnya. Ia belum bisa berjalan terlalu jauh, hanya sekitaran rumahnya saja.

“Jasmine itu cantik banget tahu, kak. Aku yang cewek aja suka sama dia apalagi cowok diluar sana. Sungguh beruntung cowok yang jadi suami dia kelak, dia itu nyaris sempurna. Hanya satu yang aku sesalkan sama Jasmine, kenapa dia harus berjuang untuk orang yang sama sekali tidak tahu caranya menghargai orang lain. Padahal banyak diluar sana yang ingin menjadi pasangannya tapi kenapa dia harus suka sama orang yang nggak tahu diri kayak gitu,” sindir Alda.

“Kamu nyindir Abang?”

“Sebenarnya sih nggak tapi kalau abang ke sindir yaudah sekalian aja,” ceplos Alda.

“Kamu itu masih kecil nggak tahu apa-apa,” sewot Hazim.

“Kecil apaan? Kak Hazim aja yang batu, diperjuangin nggak luluh. Giliran Jasmine nyerah malah ketar-ketir sendiri, makan tuh gengsi,” kata Alda.

“Nggak sopan kamu,” tukas Hazim.

“Biarin, aku mau ke bawah dulu. Mau nyamperin Jasmine, aku mau nawarin temen-temen aku yang masih single siapa tahu dia suka,” terang Alda lalu keluar dari kamar Hazim.

“Dasar bocah labil, dikira barang kali tawar-tawaran kayak gitu, Jasmine juga nggak bakal mau sama bocah kayak mereka,” cibir Hazim setelah Alda keluar dari kamarnya.

Hazim kembali fokus ke bawah sana, sudah ada Alda yang baru datang menghampiri Jasmine. Mereka tanpak sedang mengobrol sesuatu, entah apa itu hanya mereka yang tahu.

“Mereka berdua kalau ketemu udah kayak bocah tingkahnya,” gumam Hazim terkekeh melihat kelakuan adiknya dan juga adik sahabatnya itu.

***

“Bisa nggak, Jasmine?”

“Bisa-bisa, amanlah.”

Jasmine menaiki satu persatu anak tangga agar sampai di atas pohon, untungnya rumahnya sekarang sepi. Maminya sedang keluar bersama temannya sedangkan Jevan dan yang lainnya masih berada dikantor. Jadinya dia masih memiliki kesempatan untuk memanjat pohon mangga yang beberapa hari ini buahnya begitu menggoda.

“Gue metik dulu baru lo kumpulin, oke.” Alda mengacungkan jempolnya sebagai jawaban.

Satu.

Dua.

Tiga.

Empat.

Terhitung sudah lebih dari sepuluh buah mangga yang jatuh, Jasmine juga sepertinya kelelahan untuk kesana-kemari memetik buah mangganya. Untungnya pohon mangga tersebut tidak terlalu tinggi, walaupun jatuh tidak terlalu sakit.

“Aduh non! Kenapa dipanjat sendiri pohon mangganya, kenapa nggak minta tolong sama Dodit aja, non. Turun sekarang non, kalau non jatuh bibi yang akan kena omelan nyonya, non,” ucap Erna yang baru muncul, ia mengomel ketika melihat Jasmine yang berada di atas pohon mangga.

H A Z M I N E  [END]Where stories live. Discover now