HM || 18

241 26 0
                                    

******

“Wih, banyak bener undangannya, Dek,” celetuk Jeno yang baru datang menghampiri Jasmine yang sibuk dengan undangan pernikahannya.

“Nggak tahu nih sih Haidar, nyetak undangan banyak bener. Ini satu negara pun bisa ke undang semuanya kalau sebanyak ini,” tutur Jasmine.

“Bagus dong, sekalian undang Pak presiden sama ibu negara. Suatu kehormatan kalau pernikahan kamu bisa dihadiri oleh mereka,” timpal Jeno.

“Mereka sibuk sama urusan negara ngapain datang ke acara nikahin orang nggak penting kayak kita ini,” ceplos Jasmine membuat Jeno terkekeh.

“Iya sih, apalagi kamu cuman beban negara,” ledek Jeno.

“Abang, ini suasana hati aku lagi baik nih ya jangan sampai Abang rusakin.” Jasmine menatap sinis kakak laki-lakinya itu.

“Iya sayang, cantiknya Bang Jeno.”

“Aku cantik emang cantik dari lahir, nggak usah muji gitu, aku tahu kok kalau Abang nge-fans sama aku, iya ‘kan?”

“Iya sayang, iya. Adiknya Bang Jeno yang paling cantik,” pujinya.

“Makasih, ini buat Abang.” Jasmine memberikan undangan pernikahannya pada Jeno.

“Nggak usah, tanpa undangan pun Abang akan tetap datang.”

“Yaudah kalau gitu,” balas Jasmine.

“Abang nggak bisa bayangin gimana reaksi tetangga kita itu kalau tahu kamu mau nikah,” celetuk Jeno.

“Kak Haz maksudnya?”

“Iya sama keluarganya. Apalagi Tante Hesti, dia itu berharap banget kamu nikahnya sama Hazim,” kata Jeno.

“Harapan tidak sesuai dengan kenyataan ya percuma bang. Mungkin Ibunya berharap gitu tapi anaknya nggak ‘kan? Masa iya aku harus terus berjuang buat dia, sampai kapan coba? Iya kalau diperjuangkan balik kalau nggak, percuma. Buang-buang waktu aja,” tukas Jasmine.

“Isi hati kamu hanya kamu sendiri yang tahu. Abang, Bang Jevan, Mami sama Papi, kita semua cuman bisa berdoa yang terbaik buat kamu. Kita akan selalu mendukung apapun keputusan yang kamu ambil,” jelas Jeno.

“Makasih Bang,” ucap Jasmine.

“Sama-sama sayang. Jangan nangis dong, masa udah mau jadi istri orang masih cengeng sih.” Jeno mengusap air mata Jasmine yang mengalir.

“Nanti kalau aku pergi kalian jangan sedih ya,” kata Jasmine.

“Kenapa harus sedih, kamu kan ikut suami kamu masa iya harus sedih. Lagian juga, kamu masih bisa main ke sini atau kita yang ke sana ketemu kamu,” balas Jeno.

“Tapi aku nanti perginya jauh banget loh, Bang.”

“Sejauh apapun kamu pergi, Abang akan tetap nyamperin. Kalau masih nggak bisa, Abang akan tidur dikamar kamu supaya rindunya terobati,” tutur Jeno.

“Kalau Abang tidur dikamar aku, jangan ada satupun barang-barang aku yang Abang sentuh. Itu semua barang kesayangan aku, kalau sampai ada yang rusak itu sama aja Abang nyakitin hati aku,” katanya.

“Siap cantik.”

“Kalau rusak Abang aku samperin terus aku pukul biar tahu rasa.”

“Berarti kalau Abang kangen sama kamu tinggal rusakin barang yang ada dikamar kamu biar kamu samperin ke sini,” celetuk Jeno.

“Jangan dong,” kesal Jasmine.

“Iya nggak, kalau Abang kangen nanti Abang telepon. Kalau telepon Abang nggak kamu angkat nanti Abang samperin terus toyor kepala kamu sama suami kamu.”

H A Z M I N E  [END]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें