HM || 12

257 26 0
                                    

******

“Bunda kenapa sih? Kok tiba-tiba jadi aneh gini? Bunda sakit?” tanya Alda, ia bingung dengan sikap bundanya yang tiba-tiba berubah belakangan ini. Jarang ngomong, lebih suka menyendiri, lebih sering melamun.

“Bunda nggak papa, Al. Kamu bisa nggak biarin Bunda sendiri dulu, Bunda lagi nggak mau ngomong sama siapapun dulu,” jawab Hesti lesu.

“Kalau ada apa-apa Bunda cerita aja sama aku jangan diam gini? Aku ikut bingung jadinya Bunda?”

“Bunda nggak papa, sayang. Biarin Bunda sendiri dulu ya,” pintanya.

“Yaudah deh kalau gitu, aku keluar dulu ya. Kalau Bunda mau sesuatu panggil aku aja,” kata Alda. Hesti hanya mengangguk, ia kembali menatap keluar jendela.

“Bunda kenapa sih sebenarnya?” gumam Alda sebelum benar-benar keluar dari kamar bundanya.

Dipertengahan tangga, Alda tak sengaja berpapasan dengan Hazim. Ia hanya menatap intens kakaknya itu tanpa berniat menyapanya, entah kenapa ia jadi malas bicara ketika melihat Hazim.

“Bunda lagi pengen sendiri,” ucapnya lalu melanjutkan langkahnya untuk menuruni anak tangga.

Hazim hanya bisa menatap penuh dengan rasa bingung setelah adiknya itu turun tangga, mengapa semuanya seolah tidak ingin berbicara dengan dirinya. Apakah dia melakukan kesalahan besar?

Hazim tidak jadi menemui bundanya, ia kembali ke kamarnya.

Sampainya di dalam kamar, Hazim berjalan menuju balkon kamarnya. Sudah menjadi kebiasaannya di kamar berdiri di sana, ia bisa melihat sekitarnya terlebih lagi kamarnya dan Jasmine berhadapan.

“Abang jangan ngejar aku mulu!!”

Hazim menatap kebawah sana, ada Jasmine, jeno dan juga Jevan. Ketiganya sedang bermain kejar-kejaran dihalaman rumahnya.

“Kamu terlalu baik untuk bersama saya, Jasmine.”

“Nah kentangkap juga penjahatnya!” Jevan memeluk erat Jasmine agar tidak bisa lari lagi. Jasmine dan Jeno jadi penjahatnya sedangkan Jevan jadi polisi yang akan menangkap mereka berdua.

“Abang tolong,” teriak Jasmine meminta tolong pada Jeno.

“Tunggu Adikku, Abang datang!” teriak Jeno bersiap untuk menyelamatkan Jasmine dari Jevan.

“Lepaskan Adikku,” ucap Jeno lalu menodongkan senjatanya ke arah Jevan. Itu hanya pistol mainan.

“Tidak akan, kalian berdua bersalah karena telah mencuri jadi kalian berdua harus dihukum,” balas Jevan sudah seperti polisi beneran.

“Kami hanya mencuri bukan membunuh,” bantah Jeno.

“Lalu, kalian pikir mencuri bukanlah kejahatan? Kalian pikir itu tindakan yang mulia?”

“Kami tidak merugikan siapapun, lalu apa salahnya?”

“Tidak merugikan siapapun kamu bilang? Kalau mereka tidak rugi kenapa mereka mau lapor polisi?”

“Ya nanya sama mereka lah kok nanya saya, emang saya bapaknya,” kesal Jeno.

“Tapi kamu yang mencuri,” ucap Jevan.

“Ya tapi yang tahu mereka rugi atau tidaknya ya mereka sendiri, ngapain kamu nanya saya.” Jeno tak mau mengalah dengan Jevan.

“Ya ta---”

Bruuuuk!!

“Jasmine!” teriak Hazim yang berada diatas balkon kamarnya.

Jevan dan Jeno sudah tidak fokus pada Jasmine yang jatuh pingsan, mereka berdua malah fokus sama Hazim yang berteriak diatas sana.

H A Z M I N E  [END]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें