HM || 15

262 25 0
                                    

******
“Menikahlah dengan laki-laki yang cintanya lebih besar dari kamu mencintainya maka hidupmu akan bahagia.”

.
.
.
—Audrey Michele—
***

“Jadi, Jasmine sama cowok yang kemarin itu cuman pura-pura, nggak beneran tunangan?” Pertanyaan itu Hesti ulang terhitung sudah empat kali saking senangnya ia mendengar itu. Bagaimana tidak, itu artinya ia masih punya kesempatan untuk menyatukan Hazim dengan Jasmine.

“Iya Bun, itu pertanyaan udah bunda ulang-ulang terus sampai aku gedek dengernya,” celoteh Hanin merasa gemas dengan Hesti.

“Ya jelas, Bunda seneng banget dengernya. Itu artinya Bunda masih bisa menyatukan Kakakmu sama Jasmine lagi,” ungkapnya bahagia.

“Aku ikut mana baiknya menurut Bunda aja deh,” timpal Hanin.

“Bunda harus mulai menyusun rencana nih dari sekarang,” gumam Hesti.

Hanin hanya bisa mengulas senyum melihat bundanya yang begitu antusias mengenai Hazim dan Jasmine. Dia begitu menyukai Jasmine dan sangat berharap jika anak itu yang menjadi menantunya.

***

“Tujuan saya datang ke sini untuk melamar putri Om untuk menjadi istri saya, menjadi bidadari dunia dan surga saya, menjadi penyempurna separuh agama saya dan menjadi partner saya dalam meraih ridho nya. Saya memang tidak punya banyak harta dan rupa saya juga tidak menawan tapi niat saya tulus dari hati untuk hidup bersama di dunia dan akhirat dengannya,” ucap Haidar tanpa basa basi.

Kini dia berhadapan dengan Renald, laki-laki yang kemarin sempat ia hubungan lewat telepon untuk memberitahukan kedatangan hari ini. Ia juga menanyakan alamat laki-laki itu karena kemarin ia lupa bertanya pada Jasmine.

“Begini Nak Haidar, Om tidak bisa memutuskan untuk menerima atau menolak kamu karena yang berhak membuat keputusan itu anak Om. Untuk mengetahui keputusan dia, kita perlu bertanya langsung padanya,” kata Renald yang mampu membuat Haidar ketar-ketir.

“Biar aku yang manggil Jasmine,” tawar Jevan sedangkan Jeno hanya diam saja sedari tadi. Begitu juga dengan Audrey, ia membiarkan suaminya yang mengurus ini.

Jevan berjalan menuju kamar Jasmine untuk memanggil anak itu agar dia mengatakan langsung apa yang menjadi keputusannya.

“Gue mau nanya sama lo bentar?” Jeno membuka suara untuk mengisi keheningan.

“Iya Bang,” sahut Haidar sopan.

“Kapan lo ketemu Jasmine? Terus kenapa lo dengan mudahnya buat melamar Jasmine padahal lo nggak terlalu kenal sama dia kan?”

Haidar menarik nafas sebelum menjawabnya. “Saya bertemu Jasmine baru dua hari yang lalu,” jawabnya. “Walaupun baru kenal tapi saya sudah yakin dengan Jasmine.”

“Tapi Adek gue nggak cantik,” celetuk Jeno.

“Cantik rupa bukanlah penilaian utama saya, asalkan dia baik dan bisa menghargai apapun dan juga siapapun,” jawab Haidar.

“Dia itu suka bikin kesal, suka sesat, susah diatur dan galak,” ungkap Jeno.

“Abang!!” kesal Jasmine yang baru turun tangga bersama Jevan.

“Tuhkan kebukti,” ceplos Jeno.

“Ke sini, Nak,” panggil Audrey pada Jasmine.

H A Z M I N E  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang