6. Dependency 🌷

126K 14.4K 367
                                    

Tandai kalo ada typo ya.

___

Happy Reading 💜

~•~

"To-long ... tolong jangan sakiti anak saya ...."

Rintihan permohonan seorang wanita, di tanggapi seringai mesum oleh beberapa pria di sana. Mereka tengah membawa beberapa barang tajam, dan tentu saja kondisi wanita itu tidak di katakan baik-baik saja.

"Ib-u ...," panggil gemetar seorang anak lelaki kecil yang kini menyusut di sudut ruangan redup itu. Dia menatap cemas ibunya yang penuh darah berantakan, dan menatap takut para pria kekar itu.

"Baiklah ... kami tidak akan menyakiti anak itu. Sebagai gantinya, bagaimana jika kau memberikan tubuhmu? Hahaha ....."

Wanita itu menggertakkan gigi dengan air mata mengalir. Memandang suaminya yang tergeletak tidak jauh tanpa nyawa dan berlumuran darah, lalu putranya yang menyusut penuh ketakutan, dia menutup mata putus asa.

"Baik, tapi kalian harus berjanji untuk tidak menyakiti putraku dan membebaskannya. Jangan melakukan di hadapannya."

Para pria itu saling pandang, lalu berbagai tawa keras yang jahat bergema di sana.

"Sepertinya kau sangat putus asa ...." Salah satu dari mereka menyeringai. "Kemarilah ...."

Wanita itu merangkak kesakitan menuju para pria itu.

"Ti-dak! Jangan pergi, Ibu! Hiks ...." 

Anak lelaki itu mulai beranjak untuk mencegah ibunya pergi, namun sebuah senjata tajam yang tiba-tiba menodong membuatnya mundur dan menyusut kembali.

"KU BILANG JANGAN SAKITI DIA!" jerit wanita itu. Penampilan putus asa sebelumnya menghilang di gantikan wajah penuh amarah.

"Owh ... baiklah, baiklah." Orang yang menodongkan pisau langsung mundur dengan ekspresi main-main. "Tegur bocah ini untuk tidak bergerak dari tempatnya. Kami tidak akan segan untuk melukai dia."

Ekspresi wanita itu langsung melembut saat menatap putranya. Dia berkata menenangkan. "Jangan takut, oke? Ibu tidak akan membiarkan menyakitimu sedikit pun. Diam di sana, Nak. Ibu akan kembali."

Bocah yang tengah ketakutan itu langsung mengendurkan ketegangannya. Dia mengangguk patuh. Ibunya tidak pernah berbohong, dan dia percaya bahwa ibunya akan kembali.

Namun, melihat ibunya pergi bersama para pria menakutkan itu, hatinya tetap enggan. Sebelum pintu tertutup, dia melihat ibunya sempat tersenyum menenangkan, dia mengulurkan tangan berharap bisa menjangkau ibunya itu, tapi pintu langsung tertutup sehingga ibunya menghilang dari pandangannya.

"Hiks ... Ayah ... mereka jahat ... mereka membawa ibu ...."

Dia langsung menangis hanya dalam beberapa detik setelah pintu tertutup. Melihat ayahnya yang 'tidur' dengan cairan merah terus mengalir di mulut dan perutnya, dia sudah sangat tahu bahwa ayahnya tidak hidup lagi. Karena itu, satu-satunya harapan adalah ibunya.

"Ibu ... Ibu ... jangan tinggalkan aku ...."

Kecemasan tak tertahankan, ketakutan tak kunjung mereda. Setelah sekian lama menunggu dan tak mendapati ibunya kembali, akhirnya bocah lima tahun itu berdiri dengan gemetar menuju pintu keluar.

Ceklek.

Pintu tidak terkunci. Dia lantas keluar untuk mencari ibunya.

"Ibu ... Ibu." Matanya sudah bengkak karena menangis, namun dia menahan rasa takut dan terus mencari ke keberadaan ibunya.

Dependency ✓ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now