19. Dependency 🌷

99K 11.7K 448
                                    

Happy Reading

~•~


     Reane menatap takjub rumah besar dihadapannya. Dari rumah sakit, dia langsung pergi ke kediaman Helison dengan sopir yang diperintahkan Grehen.

Dia dipersilahkan masuk oleh seorang penjaga karena mengenali mobil dan sopirnya. Kunjungannya tak terduga sehingga banyak pelayan dan penjaga di sana tak mengenalinya. Jadi dia dianggap sebagai tamu penting. Mereka bersikap sopan mempersilahkan masuk.

"Apakah Nyonya Tua ada?" tanya Reane kepala seorang pelayan yang berpakaian berbeda. Mungkin pangkatnya lebih tinggi.

"Ya." Pelayan itu mengangguk sopan. "Apakah Nyonya sudah mengetahui kunjungan Anda?"

"Tidak." Reane menatap sekeliling menahan rasa takjubnya. Ekspresi harus setenang mungkin seolah terbiasa melihat hal mewah. Padahal dalam hatinya ia berseru. Tak heran di katakan keluarga sukses. Rumah--ah! Istana ini sangat besar dan indah!

"Kalau begitu, saya akan memanggil Nyonya untuk memberitahukan kedatangan Anda."

Reane mengangguk. Dia duduk di tempat yang sudah dipersilahkan. Selama proses menunggu, beberapa pelayan mengantarkan teh dan cemilan ke meja dihadapannya.

Reane mempertahankan duduk anggunnya berusaha untuk tidak goyah saat melihat kue dan manisan lezat menggiurkan didepannya.

Sejujurnya dia suka sesuatu yang manis. Meskipun koki di rumahnya selalu membuatkan kue untuk cuci mulut, tapi makanan manis di sini lebih banyak dan lezat dengan hanya pandangan pertama.

Reane mengambil teh dan menyesapnya pelan. Setelah meletakkannya, dia melihat situasi di mana para pelayan sudah kembali ke dapur. Dia mengambil satu potongan kue dan mencicipinya.

Sangat lezat! Mata Reane berbinar.

"Sepertinya kamu sangat menikmatinya." Suara geli bercampur kekehan mengejutkan Reane sehingga dia hampir tersedak.

Di sana terdapat Rose yang berjalan pelan kearahnya, diikuti seorang pelayan sebelumnya di belakang. Wajah Rose terlihat semringah menatap kearahnya.

Reane menyimpan sisa kue itu dengan malu.

Rose terkekeh. "Santai saja. Silahkan dinikmati, tidak perlu malu-malu. Kamu bukan tamu di sini, kamu bisa pulang kapan saja."

Hati Reane berdesir hangat mendengar kata 'pulang'. Ketegangannya di hatinya mengendur saat mengingat Ray akan di bawa pergi jauh darinya. Dia lebih mengumpulkan tekad untuk membantu Ray.

Rose duduk di sofa sampingnya, menatap Reane hangat. "Kedatanganku sangat membuatku senang. Kenapa tidak memberi kabar terlebih dahulu? Kebetulan kakekmu ada di rumah. Apakah kamu ingin menemuinya?"

Reane menjadi sedikit gugup mendengar kata 'kakek'. Dia hanya membayangkan lelaki tua berwajah garang dan mendominasi. "Ah... aku ..."

"Di mana Ray? Apakah kamu tidak bersamanya?" Rose menyadari bahwa hanya Reane di ruangan itu. "Kamu sendirian?"

"Ya ..  Ray sedang tidur siang. Aku tak tega membangunkannya."

Rose mengangguk maklum. Meskipun sedikit kecewa. "Tidak apa-apa. Masih ada banyak waktu. Kamu harus sering datang bersamanya."

Rose sedang beristirahat saat Bela--yang merupakan pelayan pribadinya memberitahu bahwa dia kedatangan tamu. Sangat jarang ada tamu ke rumahnya, jadi dia sangat penasaran siapa.

Dia amat terkejut mendapati Reane di sana. Dia sangat senang.

Reane dijodohkan dengan cucunya karena alasan tertentu. Meskipun dia sangat sopan setiap kali bertemu, namun Rose masih tidak melewatkan keengganan dalam tatapannya. Dia tahu Reane sangat tidak menginginkan pernikahan ini. Namun Rose juga tak mau mereka berpisah karena Ray butuh seseorang disampingnya. Berpura-pura tidak melihat keengganan Reane sedari awal, dia berharap hubungan mereka membaik.

Dependency ✓ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now