20. Dependency 🌷

96.1K 12.6K 529
                                    

Happy Reading

~•~

"Aku sangat merindukanmu, Rea."

Bisikan itu penuh kelembutan serta kerinduan. Pelukan hangat menutupi seluruh tubuhnya erat. Aroma familier menusuk hidungnya. Entah detak jantung milik siapa, begitu berdetak kencang menggetarkan dada.

Reane bereaksi terkejut sesaat. Lalu kerinduan yang sama meluap begitu saja di hatinya. Seolah bukan miliknya, tubuhnya bereaksi diluar kendali. Dia memeluk kembali orang itu sembari terisak.

"Mario?" panggilnya tanpa sadar.

Mario semakin erat memeluknya. Dia menyahut dengan suara rendah. "Ini aku, Rea. Aku benar-benar merindukanmu."

"Aku jug--" Seolah tersadar, Reane terbelalak. Dia langsung mendorong dada Mario dengan panik.

Di sana Mario terkejut. Dia berkata tidak percaya. "Kenapa, Rea ...?"

Reane tidak melihat wajah pucatnya. Ia tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Ada apa dengan diriku? Apakah ini emosi asli pemilik tubuh? Tidak! Aku tidak boleh terkendali oleh perasaan ini!

Reane mengangkat kepala menatapnya penuh rasa bersalah. Dia tidak terkejut melihat betapa tampannya orang didepannya ini. Seperti biasa, pemeran utama selalu memiliki cahaya protagonis. Namun masalah Reane saat ini adalah menekan perasaan pemilik tubuh kepada Mario.

"Ma-af ... kita tidak seharusnya ...."

Mario menyela. "Seharusnya apa, Rea? Kenapa kamu tidak memberikan kabar belakangan ini? Apakah kamu tahu betapa tersiksanya aku?"

Reane tertegun. Tidak hanya oleh kalimatnya, namun mata Mario memerah dengan bibir gemetar. Dia sangat tahu betapa besarnya Mario mencintai Reane asli.

Reane tak bisa mengeluarkan suara seolah tenggorokan tercekat. Dia mundur dengan menggelengkan kepala. Namun di sana Mario semakin maju mendekat dengan tangan terentang.

"Kamu berjanji akan tetap bersamaku. Kamu berjanji akan pergi dari orang itu dan kembali kepadaku. Namun kenapa sikapmu saat ini seolah tidak mengenaliku? Apakah kamu akan meninggalkanku, Rea?" Air mata perlahan bercucuran dari mata merahnya.

Dengan jelas Reane bisa melihat betapa takutnya Mario ditinggalkan. Hatinya berdenyut sakit. Dadanya begitu sesak hingga sulit bernafas. Reane terengah-engah dengan mata berkaca-kaca.

Tahan, Reane! Tolong Tahan!

Reane mencengkeram dadanya dan menangis. Dia menggertakkan gigi dan menatap Mario dengan gemetar. "Maaf, Mario. Maaf, hiks. Aku tidak bisa lagi bersamamu."

Mario memucat. Hatinya tertohok seolah beribu pisau menembusnya. Dia menatap gadis di depannya dengan pandangan kosong. Lalu seringai pahit terpasang disudut bibirnya. "Apa kamu bercanda, Rea?"

Mario menatap Reane yang menggigit bibirnya keras dan menggeleng getir. Air mata menggenang di pupil matanya yang menyusut.

Tidak ada yang tahu betapa bahagianya dia saat melihat gadis-nya yang tidak ia temui beberapa waktu. Kerinduan tak berujung terus menghantam seolah tak ada habisnya. Mungkin dia bisa gila jika dan gelap mata jika tidak menemukannya.

Mario hanya berharap ini hanya mimpi buruk. Dan dia ingin segera bangun menemui gadis kesayangannya yang selalu manja padanya. Mencium pipinya disetiap kesempatan, meminta pelukan tiba-tiba, menatapnya penuh kelembutan. Tidak seperti sekarang yang di mana dia mendorong pelukannya, menatapnya asing, dan meminta untuk berpisah?

Dependency ✓ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now