12. Dependency🌷

116K 15.2K 1.8K
                                    

Happy Reading ♥️

~•~

Ray menggeram marah saat banyak orang yang menghalangi jalannya. Melihat beberapa wanita yang merupakan pelayan rumah itu yang menyusut ketakutan disudut, Ray merasa semakin tidak sabar dan kesal karena mereka bukan orang yang dicarinya.

Aroma stroberi yang manis, dia ingin mencium aroma itu segera. Tubuh mungil yang lembut, ia ingin segera memeluknya. Lalu senyuman yang hangat diwajahnya yang manis, ia ingin segera melihatnya. Bukan berbagai ekspresi ketakutan mereka, bukan pula beberapa orang yang mendekat untuk menangkapnya, bukan semua ini yang ingin dia lihat.

Rumah itu begitu kacau dengan jeritan para pelayan wanita yang melihat adegan kekerasan dihadapan mereka. Para pengawal sudah tergeletak di lantai kesakitan akibat pukulan tangan kosong Ray.

Emi bahkan sudah menangis gemetar, namun tidak bisa melakukan apa pun karena takut.

"DI MANA DIA?!" raungan kerasnya begitu menakutkan dan menggema sehingga mereka menutupi telinga.

Emi sangat terkejut karena Ray bersuara, apalagi begitu keras. Mengingat jelas adegan di mana Reane menenangkan Ray yang seperti sekarang. Apakah tuan mudanya mencari nyonya? Walaupun berisiko, ia tak bisa melakukan hal lain untuk menenangkan kekacauan yang ditimbulkannya.

Akhirnya dia keluar dari tempat persembunyiannya dengan wajah pucat. Suaranya yang gemetar keluar. "Ny-onya ada di kamar lantai dua sebelah kiri, Tu-an ...."

Ray menoleh dengan tajam. Melihat arah yang ditunjuk, akhirnya mata Ray menunjukkan sedikit ketenangan.

Langkahnya yang cepat mengarah ke tangga dan berbelok kesebelah kiri. Beberapa pelayan dan pengawal yang masih sadar, menghela nafas lega melihat kepergian tuan mereka.

Namun Emi sama sekali tidak lega, apalagi tenang. Air mata mengalir dipipinya. "Maafkan aku, Nyonya. Semoga Tuan Muda tidak menyakiti Anda ...."

***

Aroma yang manis samar-samar tercium diujung hidungnya saat ia sampai disebuah pintu kamar berukuran sedang. Dadanya yang naik turun, nafasnya yang kasar terengah-engah, akhirnya bisa sedikit lega seolah apa yang menghimpit sesaknya menghilang.

Sebelum dia membuka pintu, tiba-tiba pintu terbuka dari dalam. Wajah imut seseorang yang ingin dilihat dan dicari langsung terpampang dihapannya. Aroma stroberi yang hanya samar-samar langsung menyerbak hidungnya dengan kuat.

"Ra-y?"

Suara lembut dan hangat yang ingin didengar, kini menyapa telinganya. Dia langsung memeluk tubuh mungilnya sehingga tertutup oleh seluruh tubuhnya yang lebih besar.

Seolah apa yang mengamuk didalam hati dan pikirannya langsung menjadi danau yang tenang. Ray memejamkan mata dengan menenggelamkan wajah dibahunya tanpa memerdulikan betapa kakunya tubuh gadis itu.

"Ra-y? Mengapa kamu di sini?"

Tidak ada jawaban atas pertanyaan tercengangnya. Reane hanya merasa tubuh besar itu terlalu bergantung pada tubuhnya yang lebih kecil sehingga dia berusaha menahan punggungnya agar tidak tertekan. Dari keadaannya, Reane mengira ada yang tidak beres. Dia berpikir untuk bertanya atau mencari tahu nanti saja. Hanya merasa terkejut saja akan kedatangan Ray saat ini ke kamarnya.

"Ayo masuk." Reane menepuk punggungnya dengan lembut sebagai isyarat untuk melepaskan pelukannya terlebih dahulu. Namun bukannya dilepaskan, pelukannya sedikit mengerat sehingga Reane merasa seluruh tubuhnya dililit dan terjebak.

"Ray ... jangan berdiri di sini. Kita masuk ke dalam, oke?"

Reane merasa geli saat hidung mancung pria itu menusuk lehernya. Nafasnya yang dingin bisa dia rasakan saat menghirup aroma dirinya sendiri dengan rakus. Dia kira setelah itu Ray akan melepaskannya, namun tiba-tiba tubunya malah diangkat kedalam pelukannya. "Ah! Ray ... ?"

Dependency ✓ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now