10. Dependency 🌷

111K 13.5K 410
                                    

Kalo ada typo, tandai aja ya.

____

Happy Reading♥️

~•~

"Bagaimana keadaan di sini selama aku pergi?" tanya seorang pria yang kini tengah duduk santai dengan kaki di tumpang di atas lutunya sendiri.

Ruangan yang agak sempit membuat seorang wanita yang berdiri dalam jarak dua meter di hadapan pria itu menggigil kedinginan. Entah karena aura pria itu, atau memang karena faktor AC di ruangannya.

"E-m... Sejauh ini tidak ada yang serius, Pak. Namun, semalam Tuan Muda kambuh kembali seperti biasa ...," jawabnya dengan sopan dan pelan.

Grehen terdiam sembari menghisap rokok dijarinya. Sembari menikmati detik-detik asap keluar lewat mulut, sepertinya dia tengah berpikir lamat sehingga membuat alisnya sedikit mengerut.

Waktu berjalan dalam keheningan yang terjeda lama. Emi semakin kaku dan kedinginan. Ia berharap Grehen segera menyuruhnya keluar sehingga bisa terbebas dari suasana sekarang. Tak sekali dua kali, namun sudah sering ia mengalami situasi ini saat melaporkan sesuatu. Tetap saja, ia seolah belum terbiasa.

Entah apa yang dipikirkan, setelah melakukan beberapa isapan lagi sehingga rokoknya nyaris habis, Grehen melemparkan sisa rokok dan menginjaknya ringan. Duduknya menjadi tegak. Akhirnya Grehen membuka suara. "Apakah gadis itu baru pertama kali melihat cara kalian menghentikan amukan Tuan Muda?"

Emi sedikit terkejut saat pembahasannya menyangkut Reane. Walaupun mereka sesekali membahas Reane, hanya hal penting saja. Selebihnya pasti tentang Ray, tuan muda mereka.

"Se-pertinya iya, Pak. Sejauh yang saya awasi, Nyonya juga tidak pernah melihat Tuan Muda kambuh. Terkadang dia tidak tahu karena selalu mengunci kamarnya. Atau pun momen di mana Tuan Muda kambuh, posisi Nyonya pasti tengah berada di luar rumah karena kabur." Emi melanjutkan dengan ragu. "Beberapa hari ini, Nyonya sering ke kamar Tuan Muda, sarapan bersama, bahkan saya menduga mereka pernah tidur sekamar."

Wajah tanpa ekspresi Grehen menunjukkan keterkejutan. Itu tidak langsung hilang sehingga Emi pun terkejut melihat ekspresinya yang baru pertama kali ia lihat.

"Sarapan bersama? Tidur bersama?" gumamnya dengan tidak percaya. Grehen mengangkat kepala menatap Emi dengan mata memicing. "Apakah aku melewatkan sesuatu? Apa laporanmu kurang detail selama aku mengambil cuti?"

Emi langsung tegak dengan tergagap. "Tidak begitu, Pak! Saya melaporkan semuanya dengan teliti tanpa melewatkan apa pun. Tapi ... Anda meminta laporan sekitar lima hari yang lalu, sedangkan perubahan sikap Nyonya terhadap Tuan hanya berlangsung 2-3 hari ini. Saya tidak sepat melaporkan karena Anda berkata bahwa Anda akan pulang segera."

Kening Grehen mengerut. "Perubahan sikap?"

Emi mengangguk kaku. "Ah, iya ... Itu Nyo-nya ..."

"Apakah sikapnya berubah setelah dia kembali dari kaburnya?"

"Y-a ...."

"Apa kamu tahu ke mana dia kabur?"

"Ma-af ... Saya kurang tahu, Pak. Mungkin saya akan mencari ta--"

"Tidak perlu," potongnya dengan ekspresi serius. Dia bergumam rendah. "Pasti gadis itu merencanakan sesuatu sehingga sikapnya berubah."

"Ya, Pak?" Emi tidak jelas mendengar gumanan Grehen sehingga menyahut.

Tapi Grehen bertanya lain. "Katamu, dia kembali sendiri, 'kan?"

Emi mengangguk ragu.

"Apa sebelumnya dia pernah kembali sendiri?"

Dependency ✓ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now