21. Dependency 🌷

91.3K 12.4K 495
                                    

Happy Reading 🌹

~•~

   Reane terbangun oleh sesuatu yang lembut menusuk pipinya berkali-kali. Saat membuka mata, pandangannya di sambut kegelapan dengan atap sebuah ruangan yang dikenalnya.

Saat sesuatu menyentuh lengannya, dia menoleh dan terkejut mendapati Ray kecil menatapnya penasaran.

Apakah dia bermimpi lagi?

"Ray?"

Reane beranjak duduk dengan keadaan bingung. Dia mencubit pahanya dan merasakan sakit. Terimalah kenyataan, itu memang bukan mimpi.

Reane menenangkan diri dan menatap Ray sembari tersenyum.

"Apa kamu sudah makan?"

Pria kecil itu mengangguk dan menunjuk sepotong roti berjamur di atas piring plastik.

Reane menatap prihatin makanan itu. "Apakah setiap hari kamu memakan itu?"

Dia mengangguk pelan menatapnya dengan mata besar.

Reane menghela nafas dan mengusap rambutnya.

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang banyak menuju menuju kamar sempit itu. Keduanya langsung waspada.

Tidak lama kemudian, pintu terbuka menampilkan beberapa pria tinggi berotot.

"Ini dia, Tuan." Seorang pria yang pernah memberi makan menunjuk Ray dengan sikap sopan kepada pria berjas rapi.

Pria itu mengenakan kacamata berusia sekitar 30 tahun kurang. Dia berjalan ke arah Ray yang mulai menyusut mundur. Ray langsung memegang tangan Reane dengan erat sehingga pemiliknya terkejut.

Pria itu menyeringai dan terus mendekat berjongkok menghadap wajah Ray yang pucat pasi. "Jangan takut, bocah. Apa kamu mau ikut paman?"

Ray menatap Reane seolah bertanya apakah dia harus setuju, melihat dia memberi isyarat, Ray langsung menggeleng.

"Tidak mau?" Pria itu terkekeh. "Paman akan memberi makanan enak dan tempat tidur yang nyaman. Apa kamu tidak mau?"

Ray menatap Reane lagi. Reane melihat pria itu menyeringai kejam, namun ekspresinya masih lembut. Dia tentu bisa mengartikan wajah orang dewasa itu, tapi Ray masih polos dan tidak mengerti.

"Jangan Ray. Dia orang jahat."

Ray yang mengerti langsung menggeleng menolak.

Pria itu kehilangan kesabaran. Dia mencengkeram rahang Ray dengan kuat. "Keras kepala sekali!"

"Pria gila! Lepaskan!" Reane meraih tangan pria itu, tapi dia lupa bahwa dirinya menembus.

Mata Ray memerah berkaca-kaca. Tangan kecilnya memberontak, tapi kekuatannya lemah dan tak berdaya.

"Kenapa anak ini tidak berbicara?"

Pria kekar di belakang tergagap. "I-tu, Tuan ... Saya tidak tahu. Tapi dia kehilangan suaranya saat menyaksikan orang tuanya mati."

Mata Reane terbelalak. Dia selalu bertanya-tanya kejadian apa yang dialami Ray sampai kehilangan suaranya. Entah dia lupa atau tidak diceritakan di novelnya, namun baru kali ini dia tahu penyebabnya sehingga sangat terkejut.

Pantas saja. Ray masih sangat kecil, dia menyaksikan orang tuanya, orang yang paling dicintai meninggal di hadapannya. Mungkin karena syok dan tekanan psikologis, suaranya terputus.

Reane tidak tahu apa penyebab orang tuanya meninggal. Dan pria yang masih mencengkeram Ray memberikan jawaban.

"Apakah kalian menikmati tubuh ibunya sebelum dibunuh?"

Dependency ✓ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now