7. Dependency 🌷

125K 12.8K 229
                                    

Happy Reading 💜

~•~

     Pagi hari yang cerah, matahari hangat menyinari redup sebuah kamar yang luas. Di atas ranjang, suami istri kini berpelukan dengan nyaman di tengah tidurnya yang nyenyak.

Reane yang bangun terlebih dahulu, merasa ada yang berbeda. Membuka mata dengan linglung, ia sangat terkejut saat sebuah wajah yang sangat dekat menyambut pandangannya. Saking terkejutnya, ia langsung beranjak mundur dan terduduk melepaskan sebuah tangan yang memeluknya.

Mungkin karena gerakan Reane yang terlalu keras, Ray langsung membuka mata sembari mengerjap-ngerjap penuh kebingungan menatap Raane. Sepertinya ia sama-sama bingung dengan keberadaan gadis itu.

Udara hening untuk sementara waktu. Reane tengah mencerna keadaan. Setelah sadar, ekspresi Reane berubah.

"Ah! Ray! Maafkan aku telah membangunkanmu! A-ku ... aku lupa kita tidur bersama ...."

Ekspresi Reane terlihat merasa bersalah. Mendapati Ray yang hanya diam menatapnya, Reane merasa wajahnya panas tanpa alasan. Ia menurunkan kakinya ke lantai dengan wajah gugup.

"Em ... A-ku akan kembali ke kamarku ...," ujarnya setelah berdiri. Tanpa menatap mata Ray, Reane berkata lagi. "Setelah mandi, aku akan ke sini lagi untuk mengajakmu sarapan."

Setelah mengatakan itu, Reane langsung berjalan tergesa menuju pintu keluar seolah-olah di kejar sesuatu. Wajahnya teramat merah.

Di sana, Ray memiringkan kepala dengan mata mengerjap heran menatap punggung kecil gadis itu. Setelah pintu tertutup, Ray beralih menatap ruang kosong ranjang yang sempat Reane tiduri.

Aroma stoberi manis gadis itu masih tersisa di sana. Entah apa yang di pikirkan, yang jelas ekspresi pria itu sekarang berubah aneh dengan senyuman teramat tipis yang miring.

Seolah-olah Ray yang sebelumnya telah berubah kepribadian.

***

"Huh, kenapa wajah ku masih panas?" Reane menggosok pipinya yang merah di cermin kamar mandi.

Mengingat mereka tidur bersama, pipi Reane semakin bersemu. Dia langsung berseru. "Aahh! Aku sangat malu!"

Tok tok

Suara ketukan tiba-tiba membuat Reane sedikit tersentak. Sebelum dia berkata 'siapa', sebuah suara sama-sama terdengar.

"Nyonya, apakah Anda perlu bantuan?"

Reane bingung. Dia menyahut dengan suara sedikit tinggi. "Bantuan apa?"

"Tentu saja mandi, Nyonya ...."

"... hah?" Reane belum mencerna perkataan Emi. Beberapa detik kemudian, matanya melotot. "Ap-apa?! Mandi?!"

"Ya, Nyonya."

"Ti-dak, tidak! Aku akan mandi sendiri!"

"Tapi--"

"Tidak, Emi. Kamu boleh pergi untuk menyiapkan sarapan."

"Ugh, baiklah ...."

Sunyi kembali, Reane langsung menghela nafas lega. Wajahnya masih terheran-heran.

"Hah? Mandi? Kenapa Emi menawarkan bantuan untuk memandikanku? Apakah Reane sebelumnya selalu di mandikan?"

Membayangkannya saja membuatnya bergidik malu. Walaupun sesama perempuan, tetap saja sangat malu menunjukan tubuh sendiri kepada orang lain, apalagi Leane hidup tanpa mengenal banyak orang.

Dependency ✓ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now