30. Dependency 🌷

76.9K 10.5K 672
                                    

Happy Reading

~•~


"Ra-y? Apakah kamu sudah bangun?" tanya Reane dengan suara sedikit bergetar.

Anak itu terdiam masih terpaku menatapnya dengan erat dengan mata dinginnya. Cengkeraman tangannya semakin kuat seolah ingin menghancurkan tangan Reane.

Reane tidak sadar bahwa tangannya sakit akibat tenaga tangan kecil karena tatapannya yang membuatnya dadanya penuh sesak. Ia menumpukan tangan lainnya ke atas tangan Ray yang mencengkeramnya. "Ray? Ada apa denganmu? Di mana yang sakit?"

Mata suram Ray memerah dalam sekejap. Lalu dia mengalihkan pandangan dan membuang tangan Reane dengan acuh tak acuh.

Reane tercengang. Bagaimana situasinya?

Ray kecil tak pernah menduga wanita ini akan datang lagi padanya. Ia kira wanita itu memang sudah meninggalkannya dan menghilang tak akan pernah kembali. Hatinya menjadi beku dan dingin. Tidak ada yang tahu bagaimana sedih dan kecewanya dia. Setiap waktu dia berharap  wanita itu datang tiba-tiba untuk memeluk dan menghiburnya. Sampai banyak waktu berlalu melewati berbagai pekerjaan keras yang menggunakan fisik dan mental, dia tidak pernah berharap lagi dia datang.

Temperamennya berubah drastis. Tidak ada anak kecil kekanakan dan penakut lagi.

Saat mendengar bahwa dirinya akan di jual, Ray melarikan diri dari tempat neraka itu dengan rencana yang sudah di siapkan dengan matang sejak lama. Hanya saja tidak menduga dirinya akan mengalami sakit perut yang parah di tengah jalan karena asupannya yang tidak sehat setiap hari. Entah siapa yang membawanya ke rumah sakit, tapi di tengah kesadarannya yang hampir hilang, dia sudah pasrah ditemukan para penculik kembali.

Dan di rumah sakit yang pertama kali di datanginya ini, seseorang yang pernah diharapkannya setiap detik datang tiba-tiba sembari menangis dan meminta maaf. Entah harus senang atau sedih, yang pasti dia tidak akan berharap padanya lagi. Pada akhirnya dia tetap sendirian. Hanya akan kecewa jika suatu waktu dia menghilang begitu saja.

"Ray, aku akan menyuapimu makan."

Suaranya yang lembut sama sekali tidak menggerakkannya. Ray memalingkan wajah dinginnya ke arah jendela yang setengah tertutup oleh gorden berwarna putih.

Melihat Ray terus mengabaikannya, Reane cemberut dan sedih. Dia tidak pernah diabaikan seperti ini baik oleh Ray besar atau kecil pada sebelumnya. Perubahan sikapnya yang tiba-tiba membuatnya tidak nyaman. Namun Reane tidak akan menyerah.

"Ray, makan sekali saja untukku. Perutmu bermasalah karena makan makanan yang tidak baik." Reane berusaha membujuknya selembut mungkin. Namun anak itu kasih bergeming.

Reane menghela nafas sedih dan bergumam pelan. "Aku jadi merindukan Ray yang menggemaskan. Sepertinya Ray kecil yang sekarang lebih cocok dengan kepribadian 'Ray itu'. Apa aku kembali saja?"

Ray yang diam-diam telinganya terangkat, tidak tahu maksud yang dia bicarakan. Namum mendengar kalimat terakhir, ekspresinya tenggelam. Hatinya jatuh ke dasar. Benar saja, seharusnya lebih bagus tidak mengharapkan apapun.

Di saat pikirannya tenggelam dalam kegelapan, Reane menusuk lengan kecilnya dengan jari. "Apakah kamu benar-benar tidak mau makan dam terus mengabaikanku?"

Tangannya yang tertusuk tusukan lembut langsung menegang. Ray kecil mengepalkan tangannya dan menoleh ke arahnya mengangguk dengan wajah dingin. Tetap saja, hatinya berkata jujur yang berbeda dengan ketidakpedulian pikirannya.

Reane langsung semringah namun berpura-pura cemberut. "Jawaban mana yang kamu maksud? Ingin makan atau mengabaikanku?"

Bibir pucat anak itu agak mengerucut dengan kebingungan di matanya. Reane mengulum senyum berpura-pura baru tersadar. "Oh, pasti kamu mengangguk karena ingin makan dengan kusuapi, bukan?"

Dependency ✓ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now