33. Dependency 🌷

74.6K 9K 257
                                    

Happy Reading

~•~

Flashback (Pov Ray: Chap 2, 6,7, &  8)

"BUNUH AKU!! BUNUH AKU SEKARANG!!"

Ray menatap tanpa ekspresi wanita gila di depannya. Wajahnya penuh kesuraman. Saat akan berbalik pergi, wanita gila seperti mayat hidup itu mengambil kasar tangannya untuk mencekikkan lehernya sendiri. Ia bisa merasakan betapa rapuhnya leher digenggamannya ini yang bisa patah sekali hentakan. Saat akan menepisnya dengan jijik, tangan kurus wanita itu menahannya mati-matian.

Ray menatap matanya yang kuyu dan kosong. Untuk pertama kalinya dia menatap begitu dekat mata wanita yang berstatus 'istrinya' beberapa tahun ini. Di dalamnya dipenuhi keputusasaan dan kegilaan. Tidak ada gairah dan keinginan hidup. Itu hanya keinginan mati dan mati.

Bibirnya yang kering dan teramat pucat terbuka da berbisik padanya. "Cekik aku ... tolong ... cekiklah aku. Kau membenciku bukan? Kau ingin melenyapkanku, bukan? KENAPA KAU TIDAK MEMBUNUHKU, HAH?! BUNUH AKU--"

Pupil mata Ray gemetar. Kekejaman berkilat dimatanya. Tanpa sadar tangannya mencekik leher Reane sehingga wajahnya membiru. Sebelum nyawanya melayang, Ray tersadar dan melepaskannya dengan jantung menegang.

Dia mundur selangkah dengan mata menyusut menatap wanita yang terduduk lemas terengah-engah. Meskipun Ray tidak pernah menerima keberadaan wanita ini selama beberapa tahun, tapi dialah orang yang paling sering dan lama berada di dekatnya. Dia tahu bahwa wanita ini sangat membencinya. Setiap detik dia ingin kabur darinya dan pergi sejauh mungkin. Namun sepertinya takdir menetapkan untuk tetap di sisinya.

Dia tahu semua orang menganggap dirinya gila, namun hanya dia yang tahu bahwa kesadarannya penuh dan bisa berpikir sesuai rasionalitasnya. Semua kegilaan di dalam dirinya hanya di luar kendali akibat kejadian yang tersimpan di psikologisnya.

Dia dan wanita ini tinggal di atap yang sama, namun hubungannya lebih dari orang asing dan lebih dari musuh. Ray tahu darimana keputusasaan wanita ini datang. Ia tahu mengapa wanita ini ingin mati.

Dirinya memang tidak pantas mengharapkan dan diharapkan seseorang. Hidupnya tetap di jurang gelap yang dalam. Sayang sekali wanita ini di dorong oleh keluarganya sendiri untuk terjun bersamanya. Tidak bohong bahwa Ray mengharapkan Reane menerima hidupnya, namun sampai detik ini itu mustahil terjadi. Bahkan saat ini wanita itu ingin mati di tangannya sendiri. Semengerikan itukah dirinya sendiri di mata Reane?

"Kenapa ... uhuk!"

Ray mengangkat pandangannya yang dingin dan menatap wajahnya yang semakin pucat dan menangis.

"Kenapa kau melepaskanku ... kenapa Ray ...."

Tinju Ray mengepal saat namanya dipanggil. Di mana panggilan 'orang gila' itu? Ia menatap Reane di lantai yang menangis putus asa. "... aku tidak ingin hidup lagi. Mario sudah pergi ... Mario meninggalkanku ... aku tidak memiliki siapa-siapa lagi ...."

Ray hanya diam menyaksikannya berdiri susah payah dan mengambil sebuah gunting besar yang tergeletak tidak jauh. Matanya langsung suram. Tanpa sadar kakinya melangkah cepat dan merebut gunting itu.

"Berikan padaku!" Reane langsung marah dengan gila dan mencoba merebut kembali. Namun kekuatannya keduanya berbeda sehingga Reane tidak berhasil.

Tiba-tiba Reane menangis keras dan memukul dada Ray dengan putus asa. "Berikan! berikan padaku ... aku ingin mati! Bunuh aku!"

Ray tidak tergerak dan membiarkan dia memukul sepuasnya. Namun ia langsung membeku saat wanita itu memeluknya dan menangis di dalam dekapannya. "Ray ... jika kamu tidak membunuhku, bisakah kamu tetap di sisiku ... jangan tinggalkan aku, jangan pernah tinggalkan aku ...."

Dependency ✓ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now