28. Dependency🌷

78.6K 11.1K 521
                                    

Happy Reading

~•~

     Matahari sore hari menyorot kekuningan. Langit terlihat cerah menuju senja. Di sebuah taman dengan banyak pengunjung yang tengah menikmati waktu sore, kini dua pasangan muda menarik banyak perhatian orang di sekitarnya. Dari pandangan pertama, mungkin tidak akan pernah ada yang menyangka bahwa pasangan itu adalah suami-istri, namun hanya dua kekasih  yang masih berpacaran.

Reane dengan dres putih selutut dan Ray dengan kemeja putih serta celana panjangnya, penampilan mempesona keduanya tak terhindar dari lirikan setiap orang yang dilewati atau pun melewati mereka. Reane dengan senyum cerahnya, berbanding terbalik dengan wajah Ray yang tidak menunjukkan ekspresi apapun, namun itu justru membuat siapapun berpikir mereka pasangan yang serasi.

Reane berusaha mengabaikan tatapan orang-orang asing di sekitarnya. Dia menemukan sebuah kafe dan berpikir untuk beristirahat.

Melirik Ray yang melihat sekeliling, Reane akan menganggapnya baik-baik saja jika bukan karena tangan lelaki itu yang memegang erat tangannya.

"Ray? Apakah kamu lelah? Mari kita beristirahat sebentar di sana." Reane menunjuk sebuah tempat dari arah selatan.

Ray menatapnya dan mengangguk sekali. Lalu keduanya berjalan pelan menuju kafe itu.

Reane merasa semua masalah yang timbul di sekolahnya langsung terlupakan saat ini. Awalnya, Grehen sama sekali tidak mengizinkan dirinya dan Ray keluar. Tentu saja karena situasi Ray tidak memungkinkan. Terlebih, lingkungan asing dan orang asing di luar mungkin akan mempengaruhi penyakitnya. Namun, Reane meyakinkan pria itu dengan dia yang akan bertanggung jawab apapun yang terjadi. Selain itu, Reane berpikir bahwa tidak akan ada perkembangan positif jika Ray terus menerus terkurung di rumah.

Akhirnya Grehen mengizinkan dengan memberikan dua orang pengawal. Lalu saat ini, kedua pengawal itu berhasil tidak mengikuti keduanya dengan alibi Reane. Ia hanya ingin menghabiskan waktu dengan Ray tanpa pengganggu.

Saat membuka pintu kafe, hampir semua mata di setiap meja menujunya. Takut Ray tidak nyaman, Reane buru-buru menarik tangannya menuju meja kosong. Namun padahal dirinya pun pertama kali masuk ke kafe yang ramai, tapi entah kenapa dia memiliki keberanian. Mungkin karena adanya Ray di sampingnya saat ini

"Apakah kamu merasa tidak nyaman?"

Ray mengeratkan genggaman tangannya dengan gadis itu dan menggeleng. Reane merasa lega dan mengambil menu.

"Pria itu sangat tampan."

"Ya, aku ingin berfoto dengannya."

"Apakah kamu berani? Lihat, ada pacarnya di sana. Dia terlihat cantik."

"Tapi apakah menurut kalian pria itu agak menakutkan? Dia tidak menunjukkan ekspresi apapun sejak masuk."

"Tetap saja terlihat keren."

Reane menjadi tidak fokus memilih saat mendengar perbincangan meja di sebelahnya. Melihat dari ekor matanya, terdapat beberapa gadis di sana terus menerus melihat ke arah mejanya.

Ada sedikit rasa kesal yang muncul begitu saja. Reane berpura-pura tidak mendengarnya. Ia menunjukkan menu itu ke hadapan Ray dan bertanya dengan nada cepat. "Kamu ingin apa? Aku akan memesannya untukmu."

Tidak mendapati jawaban, Reane sedikit mendongak dan bertemu dengan tatapan Ray yang cukup lekat dan dekat. Baru saat itulah Reane sadar bahwa nada suaranya sedikit tidak wajar. Dia berusaha tersenyum. "Ray? Ada apa?"

Ray terus menatapnya. Lalu dia mengulurkan tangan menyentuh wajah Reane. Gadis itu sedikit terkejut dan menatapnya bingung.

"Hei, lihatlah! Pria itu menyentuh wajah pacarnya!"

Dependency ✓ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now