0.1.0 Araksa

1.1K 84 9
                                    

Halo!! Pokonya sebelum baca kalian harus ngaji duluuu

o0o

Happy reading!! Semoga sukaaaa

o0o

"Lo semua apa-apaan sih?!" seru Nala dengan kesal.

Ia menatap tajam 8 lelaki berjaket Vandalas di hadapannya. Sedangkan para lelaki itu hanya diam saja membiarkan Nala mencak-mencak sendiri. Bukan hal baru untuk mereka mendapat seprotan amarah serta omelan dan teriakan maut dari Nala. Tak jarang juga mereka menjadi korban sepatu yang melayang mengenai punggung atau kepalanya, juga mendapat cubitan super dari tangan mungil Nala yang sialnya sangat mulus itu. Tapi tugas tetaplah tugas, karena selain menjaga kawasan dari gangster yang bertebaran, tugas mereka juga menjaga Nala seperti apa yang Chandra perintahkan.

"Serah lo mau bilang apa, ayo balik!" ajak salah satu lelaki yang berada paling dekat dengan Nala, langsung menarik pergelangan tangannya dan membawanya ke tempat di mata motornya terparkir.

"Ngga! Gue ada urusan!!" seru Nala memberontak membuat lelaki yang ia tahu seangkatan dengannya itu sedikit kesusahan.

"Nurut sekali aja La, gak bisa?" tanya lelaki lainnya yang bernama Zidan.

Membuat Rafi lelaki yang masih mencekal tangan Nala itu mengangguk, "Kita pulang, abis itu udah selesai," ucapnya.

Nala menggeleng kuat, ia sudah janji akan bertemu dengan Zevan--kekasih Anna. Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan dan harus segera ia sampaikan sebelum ia benar-benar gila.

"Please, gue bisa pulang sendiri. Gue, harus ketemu seseorang," ucap Nala memohon.

Matanya bahkan berkaca-kaca, Nala tak bisa menahan emosinya. Ia bingung, ia kesal, ia sedih, ia juga marah. Semua mengganggunya, membuatnya kepalanya nyaris pecah.

"Gue ... ada yang harus gue tau," ucap Nala menatap ke depalan lelaki itu dengan sendu.

"Apa? Lo mau ketemu siapa dan apa yang mau lo tau?" tanya Dio yang sedari tadi memperhatikan.

Nala menatapnya dengan penuh harap, jika diberitahu apakah mereka akan percaya? Ia ingat teman-temannya saja bahkan Rea tak percaya dengan ucapannya dan menganggap dirinya gila, sebelum mereka melihat dengan kepala mereka sendiri apa yang Nala lihat. Jadi, bukankah kecil kemungkinannya jika mereka akan langsung mempercayai apa yang Nala ucapkan jika diberitahu?

"Gue yakin lo gak bakal percaya," lirihnya, ia malas berdebat mempertahankan apa yang ia ucapkan.

"Emang soal apa, kak?" tanya salah satu lelaki yang kebetulan adik kelas Nala.

"Kita gak tau apa tujuan lo kalo lo sendiri gak cerita, Nala," ucap Rafi dengan lembut.

Nala menatap semuanya dengan dalam, "Kalo gue bilang kak Arsya masih ada gimana?" pertanyaan itu keluar dari mulut Nala, membuat ke delapan lelaki dihadapan Nala mengkerutkan keningnya tak paham.

"Kan gue bilang lo semua gak akan percaya," lanjut Nala.

"Udahlah, mending lo pergi gue bisa balik sendiri!" usir Nala lalu siap berjalan tapi lagi-lagi Rafi menahannya.

"Balik sama kita."

"Gue bilang, gue ada urusan!"

"Urusan apa? Urusan tentang bang Arsya yang kata lo masih ada?" tebak Dio langsung.

Zidan menggelengkan kepalanya, "La, kalo lo kangen gak gini caranya. Kita bisa kok temenin lo ke makamnya bang Arsya. Kita ziarah bareng-bareng ya?" tawar Zidan lembut, karena menyikapi sikap Nala yang keras kepala itu tidak bisa dibalas dengan keras juga.

Caraphernelia (Nala Story) Where stories live. Discover now