06. paket

174 26 0
                                    

Keringat dingin kini bercucuran dari keningnya, gadis itu bahkan kesulitan untuk bernapas.

Beberapa detik setelah itu, Zelda terbangun dari tidur nya dengan napas tersenggal, "Ini...mimpi? Atau itu emang diri gue di tahun ini? Tahun ini harusnya gue emang udah meninggalkan, kan?" tanya nya pada diri sendiri. Cairan bening kini menetes dari mata indah gadis itu, "Gue masih mau hidup..." ujarnya sambil terisak dengan kepala yang mendongak untuk menahan air matanya agar tidak terus menetes.

Di sela-sela rasa sesaknya ketika mengingat mimpi tadi, perut Zelda tiba-tiba berbunyi yang menandakan bahwa gadis itu tengah kelaparan. Sejak tadi siang, Zelda memang tidak makan sama sekali.

Turun dari ranjang nya, Zelda berniat  ke dapur untuk mengisi perutnya, "Kira-kira ada makanan gak, ya?" lontar gadis itu sembari mengelus-elus perutnya yang terus saja berbunyi.

Setelah sampai di dapur, Zelda menemukan sebuah sticky note yang tertempel di meja makan. Kira-kira beginilah isi dari sticky note itu ❝Sandwich nya ada di kulkas, panasin aja kalau mau di makan❞

Ragu akan kata yang berada pada sticky note itu, Zelda berjalan menuju kulkas untuk memeriksa apakah benar-benar ada sandwich disana atau isi dari sticky note itu hanyalah sebuah kebohongan untuk menjahili Zelda saja.

Zelda kini mengecek isi kulkas itu dan benar saja! Sandwich itu benar-benar terpampang jelas di sana. Apa benar Justin yang membuatnya? Melihat betapa berantakannya sandwich itu membuat Zelda berpikir bahwa itu adalah buatan Justin, "Habis menang arisan, ya tuh anak?" celetuk Zelda kebingungan.

Setelah berpikir sejenak, Zelda mengambil sandwich itu dari kulkas lalu memasukkan nya ke dalam microwave untuk di panaskan.

Selang beberapa menit, akhirnya sandwich itu bisa di santap oleh Zelda. Gadis itu benar-benar kelaparan, dan Justin telah menyelamatkan nya hari ini.

Di tengah gadis itu sedang menyantap sandwich nya, tiba-tiba saja terpikir apakah hal yang bisa dirinya berikan pada Justin untuk membayar semua hal ini. Lelaki itu sungguh membuatnya merasa bahwa dirinya adalah beban sesungguhnya.

"Kira-kira, cara ijin ke Justin buat besok gimana, ya? Gue harus kesana buat mastiin sesuatu" Tentu saja Justin tidak akan memberikan izin. Bukan masalah apa, tetapi Justin tidak menjamin bahwa gadis ini akan baik-baik saja jika keluar rumah, pasti ada saja hal rusuh yang akan terjadi.

Sempat beradu dengan pikirannya sendiri, Zelda rasa kini saatnya dirinya untuk kembali istirahat. Tetapi gadis itu sedikit takut. Takut akan bermimpi seperti tadi lagi. Jujur saja, jantungnya benar-benar dibuat berdetak secepat itu.

﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌

"Justin!" panggil gadis itu seraya berlari kecil ke arah Justin yang sedang bersiap-siap untuk keluar rumah.

Mendengar namanya, Justin otomatis menoleh ke arah asal suara.

"Gue mau keluar bentar boleh, gak?" tanya Zelda berharap agar Justin mengizinkannya.

"Jangan ngeyel. Gak kapok lo kemaren hampir hilang?" tukas Justin. Mungkin laki-laki ini sudah lelah dengan tingkah laku Zelda.

Dengan kecewa Zelda membalikkan badannya berniat untuk kembali ke kamarnya, namun tiba-tiba saja penuturan dari Justin membuat Zelda mengurungkan niatnya, "Sebelum pergi pastiin hp lo gak lowbat, nanti gue suruh sopir buat anterin lo. Kalau ada apa-apa langsung telepon gue." jelasnya panjang lebar.

Zelda yang mendengar hal itu tentu saja tersenyum lebar. Tanpa gadis itu sedari, kini dirinya berlari lalu memeluk tubuh kekar milik Justin dengan senyum sumringah, "Lo emang sahabat terbaik gue," ujarnya lalu melepaskan pelukan itu kemudian kembali ke kamarnya secepat kilat. Sedangkan Justin? Lelaki itu masih mematung di tempatnya.

THE MAGIC OF LIBRARY Where stories live. Discover now