16. sebuah penyesalan

127 21 0
                                    

Hawa dingin yang mencekam membuat tidur Justin sedikit terusik. Laki-laki itu sedikit bergerak untuk memperbaiki posisi tidurnya pada sofa itu. Untung saja sofa ini bisa di buat sedikit lebar agar bisa di tiduri.

Baru akan menutup matanya kembali, Justin tidak sengaja melihat Zelda tengah duduk sambil memeluk kedua lututnya. Khawatir sesuatu terjadi pada gadis itu, Justin berjalan mendekat ke arah Zelda.

Jemari Justin kini hinggap di surai panjang Zelda. Laki-laki itu mengusapnya pelan, "Ada yang sakit?" Mendengar pertanyaan Justin, Zelda menggelengkan kepalanya.

Netra Zelda kini tertuju pada Justin yang tengah berdiri di sampingnya, "Besok gue udah bisa keluar, belum?" tanyanya pada Justin dan tentu saja di jawab tidak oleh laki-laki itu. Zelda saja masih kelihatan lemas begitu, Lagipula belum ada persetujuan dari dokter.

Jadi, apa yang akan Zelda lakukan? Tidak mungkin kan Zelda keluar diam-diam dari sini? "Justin, boleh, ya?" Zelda terus berusaha untuk membujuk Justin yang masih dalam keadaan setengah sadar itu. Namun Justin tetap pada pendiriannya, laki-laki itu tetap tidak mengizinkan Zelda untuk pulang besok.

"Lo gak nyaman disini? Atau mau pindah ruangan aja? Besok gue urus kalau mau, asal jangan pulang dulu, badan lo masih belum pulih. Masih sepanas ini juga," Justin kemudian perlahan membantu Zelda untuk kembali berbaring di kasurnya.

Jangan namai dia Zelda jika gampang menyerah. Dengan semua rencana busuknya, Zelda kembali memegang pergelangan tangan Justin dengan ekspresi wajah ketakutan, "D-disini ada hantu, Tin. Gue t-takut," ujarnya terbata-bata yang di buat-buat.

Justin sendiri hanya menyaksikan tingkah gadis ini, "Hantu baru liat lo aja udah langsung insecure duluan sama kelakuan lo" ejek Justin seraya menyilangkan tangannya. Justin hafal betul dengan segala ide-ide gila gadis ini, "Tidur, tutup mata."

Sedangkan Zelda? Gadis itu malah memalingkan wajahnya. Namun hanya beberapa detik setelah nya, Zelda kembali menatap Justin yang terdengar tak bersuara, "...oke" Lihat kan? Tidak perlu melakukan apapun, cukup berikan tatapan datar pada gadis ini saja sudah akan membuatnya menurut.

Kini netra gadis itu telah tertutup rapat. Dan lagi-lagi Justin harus mengulang kegiatannya, yaitu mengusap-usap rambut Zelda sampai gadis itu tertidur.

Pasalnya Zelda akan kesulitan untuk tidur jika rambutnya tidak di usap seperti itu.

﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌

Di sela-sela jemari malam, dinginnya angin yang berhembus bak menusuk sampai ke tulang.

Suara parau nya yang menenangkan. Laki-laki itu memandang gemerlap bintang yang berhamburan di langit. Dia, Juanda Shankara. Laki-laki dengan segala luka dan penyesalan yang akan terus ia tanggung.

"Juan," panggil seorang laki-laki berbadan tegap itu.

Juanda yang tengah menikmati keindahan sang bintang-bintang di atas sana merasa terusik akan kedatangan laki-laki ini. Sungguh mengganggu.

Juanda menoleh ke arah laki-laki itu tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

Lelaki itu terlihat menghela napasnya melihat keadaan acak-acakan Juanda saat ini, "Ju, udah, lah. Semuanya udah berlalu. Lo pikir dia bakal seneng liat lo hancur kayak gini?" laki-laki itu terus saja menasehati Juanda yang seakan-akan kehilangan arah setelah kejadian itu.

"Gue yang sal──" Ucapan Juanda belum usai, namun sudah sela oleh laki-laki yang berdiri tegak itu.

"Gak ada yang salah disini! Lo gak salah, dia juga gak salah. Jadi gue mohon stop kayak gini, lo nyiksa diri lo sendiri, bego!" Suara laki-laki itu kini meninggi karena merasa kesal pada Juanda.

Napasnya memang berhembus, namun jiwanya mulai meredup seakan sang jiwa akan mati dengan perlahan. "Dia, hanya sebuah harapan kecil yang selalu gue paksa  untuk nyata,"

Di sisi lain Juanda malah tersenyum miris seraya menyentuh jantung nya. "Gue sama sekali gak ada hak buat ini."

"Juanda!"

﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌

Dapat terlihat bahwa Zelda tengah tertidur dengan nyenyak. Dalam hitungan detik, sebuah cahaya mengelilingi tubuh gadis itu.

Cahaya itu bersinar terang mengelilingi tubuh Zelda. Beberapa detik berlalu, cahaya itu kemudian mulai meredup, dan── Zelda terbangun? Tidak-tidak! Itu bukanlah Zelda. Yang terbangun itu adalah── jiwa Zelda?! Apa-apaan?!

Tubuh Zelda yang── ralat. Maksudnya adalah jiwa Zelda. Arwah gadis itu kini berdiri tepat di samping tubuh nya sendiri seiring meredup nya cahaya itu.

Kepalanya menoleh kesana-kemari. Menatap jemarinya dengan lamat, sebenarnya apa yang terjadi pada dirinya?

Gadis itu membalikkan badannya melihat ke arah seorang laki-laki yang tengah tertidur pulas. Zelda memberanikan diri untuk mendekati Justin.

Tangannya kini mencoba untuk menyentuh lengan Justin dan──tembus. Sialan! Apa Arwah nya benar-benar keluar dari tubuhnya?! Kegilaan apalagi ini?!

Zelda kira hidupnya sangat hambar, ternyata begitu banyak plot twist gila yang menghampirinya.

Gadis itu baru saja akan mendekati tubuhnya lagi, berharap bisa kembali masuk ke sana, namun gadis itu malah menghilang dengan perlahan.

Selang beberapa menit, Zelda kini berada di sebuah rumah yang──tunggu! Bukankah ini adalah rumah wanita tua yang sempat Zelda mampir saat itu?

Gadis itu mulai melihat-lihat kesana-kemari untuk memastikan, namun tiba-tiba saja seorang wanita tua muncul dihadapannya.

Wanita itu mendekat pada Zelda "Karena laki-laki itu tidak mengizinkan mu untuk pulang besok, terpaksa saya mengeluarkan arwah kamu untuk sesaat. Tenang saja, kamu akan bisa kembali ke tubuhmu setelah melakukannya." Apa katanya? Setelah melakukan hal itu? Hal apa?

"Sebentar lagi jam akan menunjukkan pukul 3:00. Di saat itu, kamu sudah harus berada disana." Tunggu! Apa-apaan ini? Demi Tuhan! Zelda sama-sekali tidak mengerti! Kemana ia akan dibawa oleh wanita tua ini?

Wanita tua itu mendekat seakan tahu yang sedang dipikirkan oleh Zelda, "Kamu akan saya kirim ke sebuah tempat yang bisa menjadi petunjuk letaknya benda itu, dan saya harap kamu bisa menemukan tempatnya lalu keluar dari sana sebelum matahari terbit." ucapnya menatap Zelda penuh harap, "Dan ingat, jangan mengambil resiko untuk mendekati benda itu jika kamu melihatnya." Peringatan itu membuat Zelda sedikit tercengang. Lalu untuk apa dirinya dikirim kesana jika bukan untuk menemukan benda sialan itu?

"T-terus, maksud anda mengirim saya kesana untuk apa jika bukan untuk mengambil benda itu?" tanya Zelda bingung.

Wanita tua berjalan pelan memutari Zelda, "Kamu hanya perlu mengetahui dimana keberadaan benda itu, selebihnya biarkan saya yang mengurusnya. Saya akan memberitahu mu jika saya membutuhkan bantuan lainnya," ujarnya pada Zelda.

"Berbaringlah di sana," Wanita tua itu menunjuk sebuah kasur yang terlentang di atas lantai.

Zelda sendiri hanya mengikuti arahan dari wanita tua itu. Kini Zelda telah terbaring di atas kasur yang disediakan oleh wanita tua itu untuk nya.

Melangkah sedikit demi sedikit, wanita tua itu berhenti tepat di samping kasur yang Zelda tiduri, "Pejamkan matamu," Mengikuti semua arahan yang di beri oleh wanita tua itu, Zelda memejamkan matanya, dan── sebuah cahaya lagi-lagi muncul mengelilingi Zelda yang perlahan mulai menghilang dari kasur itu.

THE MAGIC OF LIBRARY حيث تعيش القصص. اكتشف الآن