18. Rasa yang berbeda

117 22 0
                                    

Dalam sekejap mata, arwah gadis itu terlentang di kasur yang sebelumnya ia tempati sebelum dikirim ke hutan oleh si wanita tua itu.

"Dasar gegabah. Padahal sudah saya peringatkan untuk tidak menyentuh bahkan mendekati benda itupun jangan! Tetapi kenapa kamu sangat keras kepala?" kesal wanita tua itu. Zelda yang baru saja membuka matanya hanya bisa menghela napas dan merasa bersalah.

Zelda melirik wanita tua yang tengah terduduk di sampingnya dengan wajah memelas. "Maaf, saya tidak bisa menahan diri saat melihat benda itu."

"Walau begitu, kamu tetap tidak bisa berbuat gegabah seperti itu, kamu pikir apa yang akan terjadi padamu jika kamu mengambilnya tadi?" Wanita tua itu terus saja berbicara soal benda yang hampir Zelda ambil saat di sumur beberapa saat lalu.

"Maaf," Gadis itu jadi merasa bersalah. Entah apa yang akan terjadi padanya jika tidak ada liontin yang tengah mengalun di lehernya.

Wanita tua itu kini menghela napasnya seraya berkata pada Zelda, "Kembalilah ke raga mu dan istirahat. Energi mu sudah terkuras banyak karena hal ini. Tolong jangan tersinggung, saya hanya takut sesuatu yang buruk terjadi padamu. Kembalilah dan pulihkan energi mu, dan jangan lupa berterimakasih padanya." Usai mengatakan hal itu, arwah Zelda yang tengah berbaring di atas kasur itu tiba-tiba saja memudar secara perlahan. Gadis itu akan kembali pada raganya.

Setelah melihat arwah Zelda pergi, wanita tua itu bangun dari duduknya dan berjalan ke arah jendela rumahnya. "Rupanya dia menyimpan benda itu di dalam sumur yang berada tepat di tengah hutan. Cukup cerdik."

﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌

Tepat pada pukul 6:00 arwah gadis itu kembali pada raganya.

Selang beberapa menit, tubuhnya kini bisa bergerak. Zelda membuka matanya pelan dan mencoba untuk diam mengumpulkan nyawanya.

Setelah merasa cukup, Zelda bangun dengan pelan dan terduduk di atas hospital bed nya. Gadis itu menoleh kearah sofa yang tengah di tempati tidur oleh seorang laki-laki. Itu Justin. Tampak jelas bahwa laki-laki itu sangat kelelahan.

Dengan perlahan, Zelda turun dari hospital bed nya saraya membawa selimut lalu berjalan menuju sofa tempat Justin tertidur pulas saat ini.

Tangan Zelda kini menyelimuti tubuh kekar milik Justin. Laki-laki itu benar-benar membuat Zelda berhutang budi padanya, "Makasih udah mau berkorban banyak buat gue. Padahal gue bukan siapa-siapa lo, tapi lo bener-bener buat gue ngerasain kasih sayang seorang kakak ke adeknya. Sekali lagi makasih banyak." Melakukan persis yang dilakukan oleh Justin setiap Zelda akan tertidur, gadis itu mengusap lembut rambut Justin.

Usai melakukan kegiatannya, Zelda bangkit dari dari posisinya dan keluar dari ruang inap nya untuk mencari seseorang, "Dia masih di rawat gak, ya? Kalau iya ruang inap nya dimana?" Di tengah gadis itu sedang kesusahan, seseorang dari belakang membisikkan sesuatu tepat di telinga Zelda yang sedang berdiri dengan tangan yang membawa infus nya.

Zelda refleks membulatkan matanya kaget dan menoleh ke arah belakang, "Anj── eh? Loh, kok lo disini?" Tebak, siapa yang Zelda temui? Ya, itu Juanda.

Juanda terkekeh kecil lalu memperbaiki posisi berdirinya, "Ruangan gue gak jauh kok dari ruang inap lo, tuh di ujung sana," ujarnya menunjuk ke arah salah-satu ruang inap yang berada pada ujung lorong rumah sakit.

Mendengar itu, Zelda hanya bisa mengangguk dengan canggung, "L-lo sibuk, gak?" tanya Zelda menatap Juanda yang jauh lebih tinggi darinya.

THE MAGIC OF LIBRARY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang