28. petaka

137 21 0
                                    

Suara hujan yang tadinya terdengar jelas, kini sedikit meredup. Mungkin hujan nya sebentar lagi akan reda, dan itu cukup membuat Zelda sedikit merasa lega karena tak akan mendengarkan suara guntur lagi.

Namun di tengah-tengah gadis itu sedang mengusap pelan rambut Justin yang mulai memanjang, Zelda menatap aneh ke arah tubuh Justin. Entah baru ia sadari atau kah memang ada sesuatu Zelda tidak tahu. Yang jelas, tubuh Justin tampak sedikit lebih besar dari sebelumnya. Dan juga wajah Justin perlahan tampak── mengeluarkan urat?! Apa-apaan ini?

Merasa ada yang tak beres, Zelda memutuskan untuk membangunkan Justin karena takut terjadi apa-apa pada laki-laki itu, "Tin? Lo── gak papa, kan?" tanya nya berusaha mengajak laki-laki itu berbicara padahal Justin saja masih dalam keadaan tertidur.

Apakah Zelda harus menelepon ambulance? Seperti nya iya, karena jika tidak, keadaan Justin mungkin akan memburuk.

Buru-buru gadis itu merogoh saku celananya lalu mengeluarkan handphone nya untuk menghubungi ambulance agar segera kemari.

Dengan telaten gadis itu menekan tombol telepon namun handphone nya sudah terlempar jauh karena tangan Justin yang tiba-tiba saja mengambil alih handphone itu lalu melempar nya.

Sungguh! Tubuh Zelda benar-benar bergetar hebat sekarang. Sebenarnya apa yang sedang terjadi pada laki-laki ini?! Tubuh Justin benar-benar berubah total. Ini bukan lah Justin yang Zelda kenal selama ini.

Di tengah-tengah Zelda berusaha untuk menjauhkan tubuhnya dari jangkauan Justin, tiba-tiba saja jemari lelaki itu mencekik leher Zelda seraya tersenyum miring, "J-justin? Sa── kit..." ucap gadis itu terbata-bata akibat cekikan dari Justin. Namun, bukannya melepas cekikikan itu, Justin justru menguatkan cekikan nya pada leher Zelda sehingga membuat gadis itu hampir kehabisan napas.

Sekuat tenaga Zelda berusaha untuk melepaskan cekikan Justin dari leher nya, namun entah kenapa tiba-tiba saja laki-laki itu melepaskan cekikan nya pada leher Zelda lalu berdiri dan berjalan ke arah sebuah nakas yang letaknya tak jauh dari tempat Zelda di cekik tadinya.

Merasa ada waktu untuk berlari dari sana, gadis itu akhirnya mencoba untuk mengerahkan seluruh tenaga nya agar bisa berlari dari tempat itu, namun belum juga sempat keluar dari kamar itu, bagian belakang kepala Zelda sudah terkena lemparan vas bunga yang terbuat dari keramik itu.

Penglihatan Zelda kini terasa sedikit buram dan gelap. Gadis itu menjatuhkan tubuhnya tepat di hadapan Justin berdiri. Netra gadis itu menatap kelam ke arah laki-laki itu. Demi Tuhan, Zelda sama sekali tidak ingin mempercayai bahwa lelaki yang tengah duduk di sampingnya sembari menikmati luka-luka pada tubuh Zelda itu adalah Justin. Gadis itu bisa melihat bahwa ada sedikit perbedaan dari cara laki-laki itu menatap nya. Itu bukan lah Justin, Zelda yakin, "Tolong...keluar dari...raga nya. D-dia...gak ada kaitannya sama sekali...sama semua...ini. Gu──" Gadis itu belum sempat melanjutkan ucapannya, namun rambutnya sudah di tarik duluan oleh laki-laki itu. Lebih tepatnya gadis itu diseret keluar kamar itu, namun bukan tangannya yang di tarik, melainkan surai panjang milik gadis itu.

Jeritan kesakitan dari Zelda terdengar begitu nyaring hingga membuat wajah nya di yang sudah acak-acakan itu dipenuhi oleh air matanya.

Menggunakan sisa tenaganya yang masih tersisa, Zelda berusaha bangkit namun ternyata malah di bantu oleh Justin untuk berdiri?!

Gadis itu berdiri dengan kaki yang sudah melemas bak tak ada tulang. Penglihatan nya kini buram dan tak karuan. Yang bisa gadis itu dengar hanyalah suara tawa dari Justin yang terdengar samar-samar.

Zelda berpikir bahwa laki-laki ini mungkin akan memberinya kesempatan untuk hidup, namun ternyata tidak. Justin...mendorong Zelda dari lantai 2. Benar, gadis itu dijatuhkan oleh Justin dari lantai 2. Kini, darah segar dari kepala gadis itu  tersebar di lantai 1.

Laki-laki itu sempat mengintip ke bawah untuk melihat keadaan gadis yang tadinya baru ia dorong itu, namun saat melihat keadaannya, Justin berpikir seperti nya gadis itu sudah kehilangan nyawa nya. Maka dari itu, ia berjalan menuruni anak tangga untuk turun ke lantai satu seraya bersenandung kecil yang diiringi dengan siulan.

"umur ku akan bertambah lagi~"
"hidup lebih lama itu menyenangkan~"
"umur ku bertambah lagi~"
"hidup lebih lama itu menyenangkan~"

Terus menerus bersenandung kecil, laki-laki itu akhirnya sampai ke lantai satu tempat Zelda terjatuh, "Malang sekali kamu, harus mati di usia yang masih sangat muda," ujar nya lalu tertawa nyaring.

Disaat laki-laki itu tengah berjongkok di depan Zelda, tangannya sempat menyentuh leher gadis itu untuk memastikan bahwa gadis itu benar-benar sudah kehilangan nyawanya, "Hanya selangkah lagi, aku akan membawanya kesana lalu meneteskan air itu padanya dan...umur nya akan menjadi milikku." ucapnya lalu berdiri berniat untuk melakukan ritual pemindahan pada gadis itu, namun sebuah suara tiba-tiba saja mengganggu nya aktivitas nya.

"Oh ya?" Saat mendengar suara itu, Justin membalikkan tubuhnya dan...

Brug!

Tubuh lelaki itu terhempas jauh. Tidak ingin menyia-nyiakan waktu, wanita tua itu menatap tajam ke arah Justin. Dan hebatnya, tubuh Justin melayang dengan tangan yang mencekik diri nya sendiri hanya karena sebuah tatapan dari wanita tua itu, "Berani-beraninya kau memasuki raga anak yang tak ada kaitannya sama sekali dengan semua ini? Tidak tahu malu." ujar nya semakin menatap lelaki itu, dan tentu saja cekikan nya semakin menguat juga, "Seperti nya selama ini kau meremehkan ku," Wanita tua itu mengarahkan pandangannya ke arah sebelah kiri dan kanannya berniat untuk memberikan kode.

"Sa, lo bawa Zelda pergi dari sini. Bawa dia ke tempat dimana gak ada satu orang pun yang bisa nemuin dia." ucap nya memberikan perintah pada Harsa. Ya, Harsa ada bersama wanita tua saat ini.

Harsa menatap ragu ke arah lelaki yang berada di sisi sebelah dari wanita tua itu, "Lo yakin, Ju?" tanya nya pada laki-laki itu, dan laki-laki itu hanya mengangguk.

Setelah mendapatkan persetujuan dari lelaki itu, Harsa berjalan ke arah Zelda lalu membawa nya pergi dari tempat ini. Sedangkan wanita tua itu menatap ke arah lelaki yang berada di sebelahnya, "Keluar kan sekarang, Juanda" suruh nya pada lelaki itu, dan, ya, lelaki itu adalah Juanda.

Tanpa membuang waktu, Juanda membuka penutup dari botol itu lalu mencipratkan nya pada tubuh Justin yang terus saja berusaha untuk melawan.

Tidak butuh waktu lama, efek dari cipratan air itu kini langsung bereaksi pada tubuh Justin. Perlahan, tubuh laki-laki itu mengeluarkan asap hitam yang menguar dan berbau kurang sedap. Sedang Wanita tua itu terus menerus menatap Justin tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun sehingga membuat tubuh Justin kini terkapar tak berdaya di atas lantai rumah nya sendiri.




THE MAGIC OF LIBRARY Where stories live. Discover now