03. Jl. jambul berduri

249 34 0
                                    

Sekitar pukul 6.30, Zelda sempat melamun di atas kasurnya dengan selimut yang masih menyelimuti tubuhnya. Zelda merindukan Ayah Dan ibunya. Zelda merindukan kejahilan kakaknya. Zelda merindukan sahabat nya, Zelda merindukan rumah nya yang hangat, Zelda merindukan kamarnya, Zelda merindukan semuanya. Lelah terus menerus melamun dan memikirkan hal-hal tidak jelas, Zelda memilih keluar kamar untuk menuju ke dapur. Gadis itu tidak sengaja mendengar percakapan Justin bersama temannya saat telponan semalam, katanya mereka ada kelas pagi hari ini. Jujur saja, Zelda mengira bahwa Justin masih SMA, tapi ternyata lelaki itu sudah kuliah. Agar dirinya sedikit berguna di rumah ini, Zelda berencana dari semalam untuk membuatkan Justin sarapan setelah mendengar percakapan lelaki itu dengan temannya.

Tangannya kini aktif mengotak-atik dapur milik Justin. Untungnya saat pulang dari restoran itu semalam, mereka berdua sempat singgah ke indomart untuk membeli beberapa makanan dan minuman, namun saat mereka berdua ingin pulang, tiba-tiba Zelda menyarankan untuk membeli stok bahan makanan juga, agar mereka tidak kesusahan jika sewaktu-waktu stok makanan yang mereka beli habis, mereka bisa memasak dengan bahan makanan itu.

Gadis itu sempat melamun beberapa saat memandangi roti di hadapannya ini, "Apa buat roti panggang aja, ya? Kayaknya dia suka rasa strawberry, semalem kebanyakan beli minuman sama makanan yang rasa strawberry semua," Setelah selesai bergumam dengan dirinya sendiri, Zelda beralih memanggang roti tersebut seraya menyiapkan selai rasa strawberry untuk Justin.

Usai membuatkan sarapan untuk Justin, Zelda menoleh ke arah suara kaki yang terdengar sedang berlari kecil.

"Justin!" panggil gadis itu saat melihat Justin berjalan dengan buru-buru untuk keluar rumah.

Kepala lelaki itu menoleh ke arah Zelda yang tengah berkutat di dapur nya, entah apa yang gadis ini lakukan, terserah dia saja, asal dia tidak membakar rumah ini. "Kenapa, Zel?"

Zelda menunjuk roti yang telah dibuatnya, sedari pagi tadi, "Gue buatin sarapan, makan dulu sini" Mendengar ujaran Zelda membuat Justin merasa aneh. jujur saja, Justin belum terbiasa akan hal ini.

"Maaf, Zel. Lo aja yang makan, gue buru-buru," Baru saja Justin ingin melanjutkan langkahnya, tiba-tiba Zelda kembali menahannya.

"Yaudah bawa aja ke kampus lo, bentar gue ambil tempat bekal dulu, jangan kemana-mana!" Zelda buru-buru mencari tempat bekal untuk roti yang telah dirinya buat untuk Justin. "Ketemu! Bentar! Jangan kemana-mana!"

Zelda kini berkutat dengan roti itu, hanya butuh beberapa menit saja, bekal untuk Justin sudah siap. Namun, jika boleh jujur, Justin agak malu membawa ke kampus nya, tapi mah bagaimana lagi? Tidak mungkin dia menolak roti yang telah di buat oleh Zelda, dirinya prihatin.

"Makasih, lo jangan kemana-mana. Di komplek ini banyak cowok gak beres, jadi jangan aneh-aneh, kalau ada apa-apa langsung telfon gue aja," ujarnya memperingati Zelda agar tidak berbuat hal bodoh selama lelaki ini tidak di rumah.

"Masalahnya gue gak punya nomor lo," Benar juga, dasar Justin bodoh!

"Mana sini hp jadul lo," Jika saja Zelda tidak tinggal di rumah Justin, mungkin kepala laki-laki di depannya ini sudah Zelda jadinya hiasan dinding.

Dengan perasaan kesal, gadis itu memberikan handphone miliknya dengan ogah-ogahan kepada Justin.

Dengan cepat Justin mengetikkan nomor teleponnya di hp Zelda lalu memberikannya kembali kepada gadis itu. setelah selesai berurusan dengan Zelda, Justin memilih untuk pergi.

﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌

Di tengah-tengah Zelda sedang uring-uringan di kamarnya, tiba-tiba saja suara bel berbunyi.

Zelda awalnya bingung, pasalnya, Justin sempat mengirimkan pesan kepada Zelda bahwa dirinya akan pulang larut malam ini, katanya sih mau ke mampir ke rumah temannya karena ada urusan, maka dari itu Zelda di larang membukakan pintu untuk siapapun, takutnya orang itu adalah orang jahat atau semacamnya.

Lalu apa? Apakah Zelda akan menurut? Tentu saja tidak. Zelda awalnya ingin mengabaikan suara bel yang terus saja berbunyi itu, namun makin kesini, suara bel itu makin terkesan kuat dan keras, karena merasa sangat terganggu, alhasil Zelda keluar kamar dan menuruni lift untuk pergi ke lantai satu.

Sesampainya Zelda di lantai satu, Zelda hanya berdiri tegak di depan pintu itu, kenapa? karena Zelda sama sekali tidak mengerti, terlihat ada sebuah mesin di samping pintu itu, mesin itu berbentuk persegi, hampir mirip dengan layar televisi, namun bedanya, yang ini lebih kecil, di tambah lagi ada sebuah kalimat yang terpampang di sana.

Zelda mulai membaca kalimat tersebut dengan perasaan aneh. "Keberadaan gue disini...bukan secara kebetulan?"

Entahlah, tetapi di sana tertulis ❝Waktu terus berjalan, apa kamu pikir waktu akan berhenti hanya untuk kamu? Tidak. Bersantai lah sepuas mu dan nikmati rasa penyesalan itu di akhir nanti❞

Apa-apaan? Demi tuhan! Zelda benar-benar tidak mengerti, mengapa dirinya harus menyesal? Siapa yang selalu meneror nya? Siapa wanita tua yang pernah berkata hal yang sama seperti ini, saat di restoran kemarin? Ada apa dengan waktu jika terus berjalan? Rasa gelisah mulai menyerang Zelda saat ini, namun, beberapa detik kemudian, tiba-tiba saja tulisan itu terganti menjadi ❝Datang lah ke jalan jambul berduri, disana kamu akan mendapati sebuah rumah berwarna biru muda dengan pagar yang menjulang tinggi di sana. Masuklah jika kamu ingin semuanya kembali normal.❞

"Jambul berduri? Emang ada, ya? Warga nya pada punya jambul berduri apa gimana? Duh, gimana ya, kalau gue keluar rumah, nanti Justin Bieber ngamuk, tapi kalau gak kesana, gue gak bisa ngeliat jambul berduri, dong? Mana udah penasaran banget," Zelda sedang berpikir, kira-kira apakah konsekuensi nya jika dirinya pergi keluar dari rumah ini, kenapa Justin begitu takut jika Zelda keluar rumah? se kejam itu kah warga sini? "Kanibal bukan, sih warga sini? Mana si Justin Bieber ninggalin gue sendiri lagi,"

﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌

Zelda sedari tadi clingak-clinguk mencari dimana letak rumah berwarna biru itu, "Ditipu kali gue?" Kesal tidak menemukan rumah itu dimana-mana, Zelda berbalik badan untuk kembali ke rumah, seperti nya Zelda benar-benar di tipu oleh mesin sialan itu. Lagi pula kenapa Zelda harus percaya dengan mesin tidak jelas itu? Dasar bodoh!

Zelda baru melangkahkan kakinya beberapa langkah dari tempat itu, namun tiba-tiba saja sebuah tangan memegang pundaknya yang membuat gadis itu tersentak kaget. Zelda berbalik dan melihat siapa pelaku yang hampir membuat jantung nya merosot, "Loh? Nenek bukannya yang direstoran malam itu, ya?" tanya Zelda dengan kepala sedikit miring meneliti wanita tua yang ada di hadapannya ini. "Sekilas mirip nenek kebayang gak, sih?" gumamnya dalam hati seraya melirik wanita tua ini dari atas sampai bawah.

"Ikuti saya." perintah wanita tua itu. Namun bukannya ikut, Zelda justru berdiri bak patung di tempatnya. Merasa bahwa gadis itu tidak mengikutinya, wanita tua ini berbalik badan lalu menatap ke arah Zelda. "Ingin tetap disana? Jika iya, saya pergi,"

Mendengar wanita tua itu berujar, Zelda tersadar dan langsung mengikuti wanita tua pergi. "Gimana pun juga, gue butuh dia, kayaknya dia tau alasan gue ada disini," gumamnya dalam hati.

THE MAGIC OF LIBRARY Where stories live. Discover now