4 | Sajak dan Sihirnya

86 12 0
                                    

Now Playing | Jatuh Suka - Tulus





Kak Sajak dan segala sesuatu tentangnya benar-benar telah menyihir Rima.

Binar netra hitam pekatnya, surai ikal agak panjang yang tersampir ke belakang telinga, rahang tegas dan tirus sempurna, hingga kulit kecoklatan bercahaya kala diterpa sinar mentari yang seakan sengaja memberi spotlite khusus untuknya.

Bukan hanya tentang fisik saja. Rima juga terkesima dengan cara pemuda itu memperlakukan adik-adik juniornya.

Tidak bisa dipungkiri, MOS juga menjadi ajang cari dedek gemes cantik yang terselubung bagi para senior cowok. Beberapa diantaranya bahkan secara terang-terangan memberikan perlakuan khusus untuk cewek yang diincar.

Tapi, Kak Sajak berbeda. Sepanjang Rima memerhatikannnya, tidak pernah sedikitpun dia terlihat memperlakukan seseorang di dalam kelompoknya secara spesial.

Bahkan ketika perhatian semua orang sekarang terpusat pada Dena sebagai juara lomba, Kak Sajak dengan gestur kaku dan wajah dinginnya justru terlihat mendekat ke arah Rima.

Untuk sesaat, segala sesuatu diantara mereka seakan memudar hingga menghilang. Tidak ada lagi gerombolan teman-teman kelompoknya yang mengerubungi Dena, anggota kelompok lain yang tengah meruntuk, ataupun hiruk pikuk kehidupan sekolah saat itu.

Untuk beberapa saat, hanya ada Sajak dan Rima. Hanya mereka berdua.

"Selamat ya" Kak Sajak tersenyum tipis begitu sampai pada gadis kaku di depannya.

Sedangkan gadis itu kini masih membatu, merasa hal yang terjadi padanya sekarang tidaklah nyata.

"Dan soal kejadian tadi, saya minta maaf" wajah Kak Sajak berubah datar lagi. Rima bisa menangkap adanya rasa penyesalan dari intonasi bicara yang terdengar merendah.

"Oh, gak apa-apa Kak! Gak apa-apa!" Rima segera menggeleng. "Lagian itu juga bukan salah Kak Sajak. Di belakang kan banyak banget gerombolan orang yang rusuh waktu itu."

Kak Sajak menipiskan bibir. "Tapi saya tetap merasa bersalah. Karena saya, kamu jadi telat angkat papannya. Padahal kamu selesai nulis jawaban lebih dulu daripada Dena."

Mendengar itu, ingatan Rima terlempar kembali pada kejadian beberapa saat lalu. Gadis itu jadi tersenyum samar. "Nggak apa-apa kok Kak. Siapapun yang menang bakal tetap mengharumkan nama kelompok kan?"

Kak Sajak mengangguk pelan. "Makasi banyak ya udah mau berjuang buat kelompok kita."

Rima mengangguk pasti. "Sudah seharusnya."

Kini keduanya tampak canggung satu sama lain. Hening beberapa detik sempat merajai, sampai Rima yang sudah tak tahan dengan situasi itu pamit lebih dulu. Jam juga sudah menunjukkan pukul 12.30, yang artinya waktu istirahat kedua sudah tiba.

"Yaudah Kak, kalau nggak ada yang mau diomongin lagi, saya permisi duluan ya."

Kak Sajak terkesiap "Udah siang ternyata. Yaudah, Selamat istirahat ya."

Dan begitulah. Sebuah percakapan penuh basa-basi akward itu pun berakhir begitu saja di sana.



.



Rima dan Yara baru saja keluar dari musholla ketika segerombolan Kakak kelas cantik dan super modis melintas di depan mereka.

"Buset dah wangi bener. Harga parfum mereka setara uang jajan gue sebulan kali ya" Yara menggeleng takjub sambil terus melihat gerombolan itu.

Sajak dan RimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang