7 | Netra Sepekat Obsidian

50 12 0
                                    

Now Playing | Sayap Pelindungmu - The Overtunes






Kedatangan Rima disambut oleh tumpukan meja dan kursi rusak berselimut debu tebal yang membuatnya bersin sampai tiga kali.

"Ini kita mau kemana sih Yar? Tempatnya sepi banget perasaan" tanya Rima.

Yara tak menjawab, dia hanya terus berjalan menarik Rima ke tempat rahasia yang dia maksud. Setelah melewati gudang belakang sekolah yang penuh debu itu, kini mereka sampai di sebuah tangga yang dindingnya terlihat penuh coretan. Mulai dari tulisan bucin Siti love Jamal sampai ke gambaran-gambaran mural bagus dari siswa yang sepertinya tak diapresiasi bakatnya.

"Yar, gue takut" Rima menghentikan langkah sebelum menaiki anak tangga pertama.

Yara berbalik, menatap Rima sambil menghela nafas. "Katanya suka tempat sepi. Gimana sih!" Kesalnya.

"Ya nggak se sepi ini juga kali. Ini mah jatuhnya serem."

Yara melepaskan tautan tangannya pada tangan Rima. "Yaudah, lo balik aja sana. Gue mau lanjut."

Rima meraih dan memegang kembali tangan Yara. "Gue ikut" katanya walau dengan nada masih ragu.

"Yaudah ayo."

Keduanya melanjutkan langkah lagi. Menaiki satu-persatu anak tangga sampai pada tempat tujuan mereka. Begitu anak tangga terakhir berhasil dipijak, Yara membuka pintu yang ada di depannya.

Silau. Hal yang pertama kali dirasakan Rima. Dia bahkan tak bisa melihat apa-apa saat Yara menariknya masuk ke dalam sana.

"Yar, ini kita-"

"Selamat datang di surganya SMA Pelita"

Rima membuka mata. Seketika diam dan tertegun lama melihat pemandangan tempatnya berada sekarang. Sebenarnya tidak ada yang spesial. Hanya tipikal roof top sekolah yang biasanya dipenuhi oleh barang-barang yang sudah tak terpakai. Rima hanya tidak menyangka jika sekelas sekolah di negeri ini ternyata punya roof top yang mirip seperti di dalam drama Korea.

"Gue menemukan tempat ini secara nggak sengaja. Waktu itu, Kak Bayu si senior pendamping gue ngajak semacam tour sekolah kecil-kecilan, supaya kita tau bagian-bagian lain dari sekolah ini. Bukan cuma gedung-gedung utamanya aja. Pas lewatin gudang di bawah tadi, Kak Bayu bilang ke kita semua untuk nggak ke tempat itu karena katanya kotor dan sepi, jadi bahaya. Tapi yaaa... Lo tau kan gue kayak gimana? Bagi gue, larangan adalah perintah. Semakin dilarang, semakin penasaran. Nah, pas yang lain lanjut jalan, gue diem-diem masuk ke bagian tangga tadi. Dan di sanalah gue melihat cahaya indah yang begitu menyilaukan mata dari atas. Waktu itu pintunya kebuka, jadi gue bisa lihat seuprit keindahan tempat ini. Beruntungnya tadi pas gue bilang mau ke toilet, gue punya kesempatan buat naik ke sini. Dan wahhh! Gila! Edan- WEHH MAEMUNAH! NGAPAIN LO KESANA?!"

Cerita Yara terpaksa terhenti di tengah jalan ketika melihat Rima tau-tau sudah melangkah sampai setengah jalan menuju ujung roof top. Saking asiknya bercerita, gadis itu lupa mengutamakan keselamatan di lantai tiga gedung ini.

"Lo tolol atau gimana sih?! Ini di lantai tiga ege!" Yara menarik Rima sejauh mungkin dari posisinya tadi. "Jangan-jangan karena patah hati lo jadi tolol dan mau loncat dari sini?!" Rima memukul kepala sahabatnya itu. "Kalau tolol sekedarnya aja! Jangan kebangetan!"

Rima menatap Yara dengan wajah cengo, tak mengerti apa yang sedang dibicarakan gadis itu. "Yar-"

"Berat lo cuma 40 kilogram, dan jarak dari atas sini ke bawah paling banter cuma 15 meter. Kalau loncat dari sini, lu nggak akan mati, tapi patah tulang! Mau lo hidup nyusahin orang lain seumur hidup?!" Yara tak tanggung-tanggung dalam menceramahi Rima. Dia bahkan sampai mengeluarkan rumus perkiraan fisikanya untuk mencegah gadis itu berbuat bodoh.

Sajak dan RimaWhere stories live. Discover now